Part 8

1.3K 86 0
                                    

Wei melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul delapan malam. Pria itu menghela nafas berat sebelum keluar dari mobilnya dan mengajak Queen masuk kedalam museum.

Bibir Wei berdecak pelan, Alfi tak tanggung-tanggung memilih tempat untuk memamerkan karya-karya nya.

"Cepat sedikit Queen, nanti kita terlambat." Bisik Wei lirih.

Queen mengedarkan pandangannya, sudah dua kali ini ia diajak Wei ke acara resmi. Bukannya Queen keberatan, hanya saja ia masih belum bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Ia hanya bisa berharap Wei takkan lama-lama berada disini.

"Oh, rupanya pelukis miskin yang mendadak terkenal datang juga." Ujar Anastasya sinis.

Wei menoleh ke asal suara, Wei yakin. Gadis itu tengah menyindir dirinya.
"Apakah kedatangan orang miskin ini mengganggu anda nona?" Balas Wei tak kalah sinis.

Anastasya terdiam, wajahnya memerah menahan kesal.

Wei sendiri tak menggubris, dengan santainya Wei menghampiri Alfi.
"Apa kau tidak terlalu banyak mengundang tamu?" Tanya Wei setelah berdiri di dekat Alfi Wang.

Alfi tersenyum tipis, "Ku pikir tidak." Jawabnya singkat. Matanya menatap ke sekitar. "Lagipula, bukankah ini kesempatan kita untuk menunjukkan bakat?" Tanyanya balik.

Wei melirik Alfi lewat ekor matanya. Ucapan Alfi memang ada benarnya, ini sebuah kesempatan agar orang-orang tau bahwa lukisannya sangatlah bagus.
Dan orang-orang juga tak lagi memandangnya remeh bila tau dipameran sebelumnya lukisan Wei mendapat harga yang tinggi.

Queen sedari tadi tidak berniat melepaskan genggaman tangan Wei. Apalagi ketika pandangan matanya bersirobok dengan tatapan menjijikan dari Joshua.
Queen mendesis sinis, untuk apa Joshua menatapnya dengan tatapan seperti itu jika disampingnya ada Anastasya?

Queen merutuki sikap pria yang tak pernah puas dengan apa yang dimilikinya.

Wei tersenyum tipis, "Queen, tersenyum lah sedikit untukku." Pinta Wei tiba-tiba.

Setelah tau pandangan Wei tadi, meski sekilas. Queen menuruti kata-kata Wei. Ia tersenyum tipis.

Sedangkan diseberang sana, Anastasya semakin geram melihat tingkah keduanya.

Wei semakin menarik Queen agar lebih dekat dengannya.

Queen sendiri tak keberatan, ia malah merasa aman dengan sikap protektif Wei terhadapnya.

Deg!

Jantung Queen tiba-tiba berdetak lebih cepat. Bibirnya mendesis merasakan sakit.

"Queen.."

Queen mengerjap pelan, ia mendongak menatap Wei. Pria itu masih sibuk membicarakan tentang seni lukis juga fotografi dengan beberapa rekannya. Termasuk Alfi.

Jelas, bukan Wei lah yang memanggilnya.

"Queen.. putriku."

Queen membulatkan matanya. Tak salah lagi, itu suara ayahnya.

Tapi kenapa? Ingatan saat Queen kembali ke dunianya. Melihat beberapa pasukan khusus berjejer rapi di depan kediaman utama sang ayah.
Membuat Queen tanpa sadar menahan nafas.

Wei melirik Queen, ia menatap khawatir gadisnya. Dengan sopan, Wei pamit dan menjauhi rekannya.

"Queen.." panggilnya lirih.

Wei semakin frustasi ketika melihat Queen hanya terdiam. Kedua mata Queen masih membulat sempurna.

"Queen lihat aku!" Pekik Wei tertahan.

Sungguh, Wei sangat khawatir.

Wei menggigit bagian dalam mulutnya, dan menarik Queen agar lebih dekat dengannya. Lalu pria itu mencium bibir Queen dan mendorong darah yang ada didalam mulutnya ke dalam mulut Queen.

Seketika kesadaran Queen kembali saat bibirnya mengecap rasa karat. Ia menatap wajah datar Wei.

"Kenapa kau tidak memberitahu ku kalau kau haus Queen?!" Tanyanya dengan nada tajam.
Wei menghapus jejak darah yang mengalir dari bibir Queen.

"Maaf Wei.. tapi aku tidak merasa haus sama sekali." Jawab Queen jujur.

Wei melirik Alfi yang menatap mereka khawatir.
Ia mengangguk, berusaha meyakinkan pada sahabatnya jika ia dan Queen baik-baik saja.

Dan Wei melihat pria itu menghela nafas lega.

"Lalu kenapa kau terdiam? Kau tak menjawab panggilan dariku!" Wei menatap datar, tapi Queen yakin. Pria itu sangat kesal padanya.

"Maaf.." ucap Queen lirih.

Pameran foto sudah selesai, para tamu beranjak meninggalkan museum.

Alfi Wang melangkah mendekati mereka. "Kalian baik-baik saja?" Tanyanya.

"Ya, kami baik-baik saja." Jawab Wei cepat.

Alfi terkekeh kecil, "Ku pikir kau tidak akan datang."

Wei mendelik sinis. "Aku pasti menepati janjiku."

Alfi mengangguk saja, ia tidak ingin menggoda Wei lebih lama. Atau Wei akan meremukkan tangannya.

"Aku pamit." Ujar Wei akhirnya. Pria itu menarik Queen. Membelah kerumunan didepan museum dengan sosoknya yang dingin. Wei berhasil melakukannya.

Saat di perjalanan, mereka hanya terdiam. Queen masih kepikiran dengan suara ayahnya yang memanggilnya.

Dan Wei.. ia menatap gelisah pada mobil yang sedari tadi mengikutinya.

Dan tepat saat Wei memasuki jalan yang sepi. Mobil itu mendahuluinya dan memblok agar mobil Wei tak bisa lewat.

Wei memasang wajah flat, ketika melihat Joshua keluar dari mobil tersebut.

Tanpa disuruh, Wei juga keluar dari mobilnya. Ia memandang Joshua angkuh.
"Ada apa ini?" Tanya Wei dengan nada dingin. Tatapannya tajam, seakan ia bisa membunuh Joshua hanya dengan tatapan.

"Serahkan gadis cantik itu." Jawab Joshua tak kalah angkuh.
Matanya menatap penuh minat pada Queen yang masih duduk manis didalam mobil Wei.

Wei mendengus, "Itu.. takkan pernah terjadi."

Joshua menatapnya kesal. "Aku sudah memintanya secara baik-baik. Tapi kau.."

"Apa?!" Tantang Wei.

"Brengsek!" Umpat Joshua sebelum ia berlari dan menghajar Wei.

Buuggh!

Tubuh Wei sedikit terhuyung mendapat serangan secara mendadak. Wei mendecih, ia mengusap darah di sudut bibirnya.

Mata Wei berkilat tajam, "Kau.. untuk apa aku menyerahkan Queen pada sampah seperti mu!"

Plak!

Duh!

Wei tersenyum miring saat berhasil
Memukul kepala dan kaki Joshua.

"Ingat Joshua, sampai kapanpun. Aku tak pernah menyerahkan Queen pada pria sampah seperti mu!" Setelah mengatakannya. Wei masuk masuk kedalam mobil dan meninggalkan Joshua yang merutuki sikap arogannya.

"Wei sialan!" Desisnya tak terima.

Queen menatap Wei, ia meringis saat melihat luka di sudut bibir Wei. Queen mengusapnya perlahan. Namun Wei menepis tangan Queen.

"Aku tidak apa-apa." Ujarnya tanpa mengalihkan pandangan.

Queen menundukkan kepalanya. Ia sedikit mendengar percakapan mereka tadi. Sebelum mereka saling memukul.

"Apa keberadaan ku menyusahkan tuan?" Tanyanya dalam hati.

Malam itu keduanya terdiam,  Wei dengan rasa bersalahnya dan Queen dengan pertanyaan nya.


Next...

13Feb2019

The Devil In The Painting [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang