Diagnosa Menyakitkan

14 3 0
                                    

Tok-tok

"Mas kalo masuk, masuk aja Kira gak kunci kok." Ujarku santai masih enggan beranjak.

"Ini ayah, nak."

"Oh ayah ada apa? Tumben ayah ke kamar Kira." Ujarku sambil membenarkan cara dudukku.

"Tidak apa-apa."

"Lho wajah ayah kok pucet banget sih? Ayah sakit?" Tanyaku heran saat mengamati wajah ayah yang sangat pucat.

"Ini.. uang bulanan mu." Ujar ayah tiba-tiba.

"Lho uang yang bulan kemarin aja masih kok yah."

"Gunakan untuk membeli keperluan mu, ayah ingin kau membeli gaun."

"Lho buat apa beli gaun yah? Kita di undang siapa?" Tanyaku tak mengerti.

"Temen ayah yang berkerja sebagai pelatih seni, baru pulang dari prancis, ayah mau kamu sama Ian nemenin ayah untuk datang di acara itu." Jelas ayah pelan.

"Oohh, ada yang lain lagi?"

"Ini, ayah mau kamu juga belajar dance dan nyanyi dari temen ayah." Ujar ayah menyerahkan sebuah
sepatu cantik tapi ada unsur keren yang sangat pekat di sana.

"Lho.. buat apa yah?" Tanyaku tambah bingung.

"Ayah ingin kamu seperti gadis pada umumnya, ayah enggak mau kamu terkekang oleh ayah hanya karna pekerjaan ayah." Ujar ayah tersenyum miris.

"Lho maksud ayah gimana? Akira kurang paham." Ujarku sopan.

"Akira sama sekali gak terkekang kok, soal waktu itu Kira hanya khilaf yah, Kira harap ayah gak ambil hati soal ucapan Kira." Ujarku menjelaskan.

"Tidak, tidak, ayah yang salah nak. Gak seharusnya ayah terlalu memaksakan kehendak ayah. Ayah ini hanya takut kamu terluka, karna ayah. Selama ini ayah juga menyanyangi kalian sama rata, gak ada perbedaannya. Dulu sebelum bunda meninggalkan kita, dia ingin melihatmu tumbuh dewasa, tapi tuhan sepertinya tak mengizinkan," ujar ayah tersenyum masam.

"Karena itu, ayah cuma punya kamu dan Ian. Alasan ayah hidup itu cuma kalian. Ayah ingin kalian baik-baik saja."

'Seandainya saja tuhan masih memberikanku waktu untuk berada di sisi kalian, tapi tuhan nyatanya mengirimkan kangker ini padaku.'

"Ayah harap jika nanti ayah pergi, kamu dan Ian akan hidup dengan bahagia."

"Apa maks..ud ayah?" Tanyaku semakin panik, air mataku meluncur begitu saja.

"Ayah di keluarkan dari agen rahasia, karna kesehatan ayah yang semakin menurun nak." Jelas ayah miris, sembari memberikan 3 buah buku tabungan.

"Gunakan ini sebaik mungkin,"
Aku menggelengkan kepalaku, liquid bening ini seperti rangkakan air sungai yang semakin deras.

"E..nggak yah." Tolakku histeris.

"Ayah bercanda ya? Ini gak lucu yah."

"Ayah didiagnosa kangker di saraf otak ayah, dan kemungkinan sembuh itu sangat kecil." Ujar ayah masih mengulas senyum pahit

Ian prov

Aku ingin mengunjungi adikku itu. Tapi langkahku berhenti begitu saja aku mematung ketika mendengar suara ayah dari dalam.

"Ayah didiagnosa kangker di saraf otak ayah, dan kemungkinan sembuh itu sangat kecil." Ujar ayah.

'Deg'

"Ayah.." bisikku, airmataku jatuh begitu saja. Aku tak mengira ayah akan memberitahu semuanya pada Kira.

Kira prov

Hatiku hancur begitu saja, dunia seakan di banting tiba-tiba. Otakku seakan susah mencerna kenyataan pahit ini.

"Ayah pasti bohong kan? Ayah gak mungkin! Ayah sehat? Nyatanya ayah bisa masuk agent rahasia." Tolakku histeris
"Maafkan ayah nak."
"Ba..bagaimana dengan aku dan mas Ian nanti? Ayah tega?" Tanyaku pedih
"Ayah tidak bisa mengubah takdir nak, mungkin sudah waktunya ayah bertemu dengan bunda." Ujar ayah miris.
"Ayah! Kira gak suka ayah bikin lelucon kaya gini." Bentakku kesal.

"Ayah harap kamu mau menuruti permintaan ayah untuk terakhir kalinya. Ayah ingin melihatmu bahagia, ayah ingin kamu tampil di panggung nak, persis saat kamu masih kecil dulu. Bodohnya ayah yang membuang impian kamu untuk debut." Ujar ayah tersenyum tulus tapi kini air mata itu meluncur begitusaja di pipinya.

"Maafkan ayah, ayah terlalu egois. Ayah kira jika kamu meninggalkan dunia hiburan, nasib malangmu akan hilang tapi ayah salah kamu adalah kamu, bukan ibumu."lanjut ayah pelan.

"Tapi yah... aku sudah mengubur impian itu sejak lama. Kira tau ayah tidak suka maka Kira buang jauh-jauh pikiran itu." Rengekku sesegukan.

"Tidak nak,, lakukanlah apa yang membuatmu bahagia. Sudah cukup ayah membuatmu sedih dan tersiksa."

"Tolong sekali ini biarkan ayah melihatmu naik di atas panggung."
Pinta ayah mencoba lebih tegar.

"Hiks,,hiks,, tapi jawab jujur pertanyaan Kira ini yah, ayah sakit apa?" Tanyaku mengusap air mataku, mataku menyiratkan perih

'Ku mohon penyakit itu tidak merenggut ayah dari ia dan mas Ian. Jujur ia tak sanggup.'

"Kangker,"jawab ayah pelan

'Jleb'
Hatiku seakan di hantam batu besar lalu di tusuk oleh pedang, pandanganku Seakan menghitam, lekas ku sadarkan diriku.

"Kangker? Ayah gak bercanda kan?" Tanyaku tak percaya.

"Jawab Kira yah? Kira mohon." Ujarku histeris sembari menggoncangkan tubuh ayah.

"Kira bakal nurutin apapun ucapan ayah sekalipun Kira harus melepaskan impian Kira untuk debut, atau karate sekalipun. Kira mohon ayah tetep tinggal bersama kami. Ayah gak boleh pergi! Kira,, ki,, kira janji Kira gak akan menentang apapun kemauan ayah, kira mohon tarik ucapan ayah!" Tangisku pilu

'Seandainya kebebasan dapat ditukarkan dengan kehidupan, maka aku akan melakukannya walau ku tahu akan pahit nantinya.'
.
.
.
TBC
Udah dapet feelnya? Kalo belum nanti saya perbaiki deh. Hehe
Jangan Lupa Comment dan Vote ya!!
Makasih!!

Stay Or Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang