The Mask

73 12 4
                                    

Malam itu angin mulai berhembus dengan kencang, menyapu dedaunan kering hingga bertebaran. Udara dingin mulai menyergap dan masih tak sanggup memberikan reaksi berarti pada gadis berparas cantik dengan rambut coklat bergelombang yang tergerai itu. Ia mendongak menatap ke arah dimana bulan digantungkan, tak ada ulasan senyum disana. Justru ia menunjukkan ekspresi dingin dan tenang. Tiba-tiba terdengar langkah kaki mendekat ke arahnya.
"Masuklah! Ayah memanggilmu." Ujar sosok itu prihatin.
"Sebentar lagi mas, Kira masih betah di sini." Jawab Kira masih mempertahankan posisi nyamannya enggan menuruti permintaan kakaknya itu.
"Huftt...5 menit lagi, kamu temui ayah. Mas gak menerima penolakan." Ujar Ian sembari mengacak-acak rambut Kira.
"Ck.. mas Ian! rambut Kira jadi kusut nih." Protes Kira cemberut.
Sedang Ian hanya terkikik geli mendengar penuturan dari adik tersayangnya. Kadang ia tak habis pikir kenapa ayahnya sangat membenci Akira. Gadis itu begitu baik,lugu, dan sangat manis bahkan dengan segala prestasi yang di capai ia seperti seorang dewi kecil yang dikirimkan tuhan ke keluarga kecilnya.
"Mas tunggu Kira!" Teriak Kira gaduh, karena mengejar Ian yang sudah turun ke bawah.
Langkahku melambat melihat sosok bayangan tinggi besar itu. Bahkan auranya saja sudah sangat khas, aku melirik ke arah mas Ian yang mengejekku di samping sosok itu. Aku hanya bergumam tak jelas berharap mas Ian di depanku akan aku pukul dia.
"Ehem." Suara ayah mulai memecahkan kecanggungan.
"Ayah memanggil Kira? Ada apa Yah?"
"Duduklah dulu, Ian kau juga." Ujar ayah dingin.
Aku pun menuruti perintah ayah, lalu pandanganku masih menyiratkan kebingunggan. Ada gerangan apa ayah mengumpulakan kami di sini.
"Berhentilah dari karate, Kira." Ujar ayah tanpa basa-basi
'Deg'
Aku masih mencerna kata-kata ayah barusan. Jantungku rasanya berhenti mendadak, ku coba menahan nada bicaraku agar tidak bergetar. Dengan meremas telapak tanganku yang dingin aku mulai menatap ayah.
"Ke..kenapa?" Tanyaku mencoba kuat.
"Ayah tidak mau kamu terluka." Jawab ayah tegas.
Brak! (Suara gebrakan meja kuat kini terdengar)
"Bohong!" Bentakku emosi,
"Kira!" Bentak mas Ian mengingatkan.
"Apa salah Kira Yah? Jelas bukan itu alasan ayah melarang Kira mengikuti pertandingan karate! Kenapa perlakuan kami berbeda? Apa yang salah dengan Kira? Kenapa Kira di perlakukan berbeda?" Cerca Kira emosi.
"Maafkan ayah Kira, tapi benar ini murni karna ayah tak mau kamu celaka." Ujar ayah mengelak.
"Haha...ayah tau? Selama Kira hidup kapan Kira diberi sebuah kebebasan memilih, hampir semua ayah yang menentukan, dan Kira menerima itu tanpa bertanya apapun alasannya. Sekarang satu-satunya alasan Kira hidup ayah ingin ambil juga? Karate itu nafas Kira yah! Dimana apa yang Kira pilih, dapat Kira lakukan layaknya manusia bukan seperti robot ayah! Kira mohon untuk kali ini saja biarkan Kira mempunyai nafas Yah," pintaku memelas.
"Tidak!"
"Ayah Kira mohon kali ini saja,"
"Ayah, Ian mohon biarkan Kira tetap memegang karate, Ian yang bakal tanggung resikonya jika Kira ada masalah, pleasee." Pinta mas Ian pada ayah.
"Tapi, Ada syaratnya."
"Apa itu Yah? Kira janji bakal turuti semua kemauan ayah," tukasku cepat.
"Pindah sekolah, mulai besok! Ayah akan mengurusi semua keperluanmu." Ujar ayah tegas dan segera berlalu masuk ke dalam kamar.
'Jleb'
.
.
.
.
.....
Jangan lupa Comment and Vote!!😊👍

Stay Or Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang