2: Mimpi Buruk Masa Lalu

246 80 88
                                    

[⚠️Mengandung unsur self-harm]


YUKI

Gawat! Hari ini hari jumat!

Jika hampir semua orang di dunia membenci hari senin, aku jauh lebih muak dengan adanya hari jumat. Karena, setiap hari jumat aku akan merasakan rasa takut yang luar biasa. Rasa yang dimulai sejak aku membuka mata di pagi hari dan berakhir saat aku menutup mata di malam hari.

Semua terjadi lantaran aku harus menghadapi sebuah dunia yang menakutkan. Dunia yang selalu membuatku sulit bernapas dan membuat jantungku lemas.

"Ki? Lo sakit?" Cindy melambaikan tangannya tepat di depan wajahku.

"Dy, jangan diganggu. Hari ini hari jumat," bisik Via pada Cindy. "Jangan lupa aturan di hari jumat."

Cindy mengangguk mengerti. "Jangan sering ajak ngobrol Yuki," gumamnya. "Tapi sekarang tinggal sejam lagi."

Aku mendesis pelan, menahan nyeri yang terus menyerang kepalaku. "Dy, jangan diingetin doong..."

"Mau gue antar nggak? Nanti gue bawa motor Cello."

"Nggak pa-pa, Dy. Nggak usah."

"Beneran nggak pa-pa, Ki?" Via menggenggam erat kedua tanganku. "Lo sampe mandi keringat gini, lho."

Aku menggeleng dan tersenyum, menutupi rasa sakit yang belum juga pudar. Rasa sakit ini tidak akan pernah hilang selama aku masih harus berhadapan dengan dunia itu. Ya ampun, memikirkannya saja membuatku ingin muntah.

"Gue berangkat dulu, deh, takut telat."

Dengan berat hati Via melepaskan tanganku. "Hati-hati ya, Ki. Kalo ada apa-apa langsung cerita ke kita aja," ucapnya dengan lembut.

Aku mengangguk sambil memasang masker pelindung di wajah. Meski perih, aku tetap harus menghadapinya. Sebab waktu terus berjalan dan aku tidak boleh lari. Maka aku terpaksa beranjak pergi, meninggalkan Cindy dan Via di kelas yang mulai sepi.

Setelah hampir setengah perjalanan menuju gerbang sekolah, keringat dingin mulai mengguyur tubuhku. Entah kenapa, koridor sekolah terasa lebih gelap dan jauh dari biasanya. Waktu di sekitarku pun tampak melambat.

Ketika aku berhasil sampai di depan pintu ruang piket dan berusaha meraihnya, tiba-tiba seseorang dari arah berlawanan sudah membukanya lebih dulu. Aku mendongak untuk melihat wajah cowok yang sedang berdiri di hadapanku ini. Dan begitu mata kami bertemu, ekspresinya tampak terkejut, namun sedetik kemudian berubah menjadi dingin.

Pandanganku beralih ke tangan kanannya. Dia membawa kantong berisi banyak makanan ringan serta sebotol minuman. Ternyata cowok kurus kayak dia makannya banyak juga.

Eh, ya ampun, aku sampai lupa waktu. Aku harus pergi. "Permis—" Perkataanku tertahan kala dia menghindar sebelum aku sempat selesai bicara. Kini aku cuma bisa terpegun menatap punggungnya yang semakin menjauh.

Rio jutek banget, sih.

*


RIO

"CILUKBA!!"

Jantungku tersentak saat Cindy tiba-tiba muncul di hadapanku.

"Naik tangga, tuh, jangan sambil nengok ke belakang. Kalo kesandung lo bisa mati," tanyanya. "Lo abis liat setan, ya?" Dia menatap ke balik punggungku.

Haru BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang