♪ For Just a Moment - Donny Gerrard ft. Amy Holland
RIO
Semalaman aku enggak bisa tidur. Sebenarnya itu sudah biasa terjadi. Aku sering terjaga akibat tugas sekolah yang tanpa disadari sudah menumpuk, atau terlalu asik menonton anime hingga lupa waktu. Dan, kali ini bukan karena orang tuaku. Semalam aku pura-pura terlelap ketika Ibu dan Ayah tiba di rumah. Keadaan rumah juga terlihat kembali seperti semula. Jadi, semua itu bukan penyebabnya.
Ini murni gara-gara seseorang. Oh, kupikir aku enggak perlu memberi tahu kalian siapa orangnya. Rasanya aneh jika aku harus menyebut namanya sekarang. Karena hari ini dia enggak datang ke sekolah, dan itu membuatku semakin ingin bertemu dengannya.
"Mohon perhatiannya, ya, temen-temen," seru Cindy tiba-tiba. Dia berdiri di depan kelas sambil mengetuk spidol ke papan tulis. "Berhubung sekarang lagi jam kosong, dan, gue yakin kalian nggak ada yang nyatet tulisan di papan tulis..."
"Udah gue foto kok, Dy," sela salah satu anak cowok.
"Gue juga!" Yang lain ikut menimpali.
"Iya, temen-temen. Jujur aja gue nggak peduli," balasnya ketus. "Gue cuma mau nagih uang patungan sebelum bel pulang. Hari ini perwakilan kelas mau jenguk Mamanya Yuki ke rumah sakit. Jadi, tolong kerjasamanya, ya."
"Kenapa nggak pake uang kas, sih, Dy?" sahut gerombolan yang tengah berkerumun di pojok kelas.
Cindy melipat kedua tangannya di dada, lalu merengut. "Uang kas kita 'kan buat tabungan biaya jalan-jalan kelas. Kalian lupa? Atau kalian mau rencana jalan-jalannya batal?"
"Iya, juga, ya. Jangan, deh."
"Kalo masih ada yang bawel, gue lempar pake spidol, nih," ancamnya.
"Heh, jangan, Dy..." Cello bangkit dari kursinya dan segera menghampiri Cindy. "Yang tenang, ya. Aa Cello ada di sini," katanya seraya merangkul pundak cewek itu.
"Gue mau keliling ke meja kalian. Jangan berisik." Cindy membebaskan dirinya dari genggaman Cello. "Buat pengurus kelas yang mau ikut, langsung bilang ke Cello aja."
Aku bergegas mengacungkan tangan setelah mendengar pengumuman darinya. "Gue wakil ketua kelas," ujarku lantang. Sangat lantang sampai membuat kelas menjadi hening.
"Iya, terus?" tanya Cindy. Suaranya terdengar sinis.
"Gue ikut."
Mulut Cindy membentuk huruf O dan hanya merespon dengan anggukkan kepala, sementara seluruh penghuni kelas memandangiku seolah enggak percaya. Yah, aku tahu ini aneh, karena aku baru saja mengajukan diri tanpa diminta atau dipaksa oleh orang lain. Hingga akhirnya Cello bertepuk tangan kegirangan dan Willy mendatangi mejaku.
"Rio." Dia tersenyum penuh arti.
"Kenapa?"
"It's nothing," dalihnya. "Kira-kira, operasi Mamanya Yuki berjalan lancar nggak, ya?" Willy mengalihkan pembicaraan.
Leo yang duduk di sebelahku pun menutup bukunya dan menjawab, "Gue percaya semuanya bakal baik-baik aja."
"How about you, Rio?"
Aku mengangkat alis sebelah kiri. "Sama kayak Leo," jawabku seadanya.
"I see."
Bel sekolah berbunyi lima belas menit setelah Cindy selesai berkeliling dan mengumpulkan uang patungan. Para perwakilan yang terdiri dari Cello selaku ketua kelas, aku sebagai wakil ketua kelas, Cindy bendahara, Via seksi kesehatan, ditambah Leo dan Willy kini telah berdiri di depan ruang piket untuk menunggu Rendi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Haru Biru
Teen Fiction[⚠️ʙᴀꜱᴇᴅ ᴏɴ ᴛʀᴜᴇ ꜱᴛᴏʀʏ & ᴍᴀʏ ᴄᴏɴᴛᴀɪɴ ᴀ ᴅᴇᴘʀᴇꜱꜱɪᴠᴇ ᴀɴᴅ ʙᴜʟʟʏ ꜱᴄᴇɴᴇ !!] Bagi Yuki, semua terasa menakutkan saat berbagai masalah datang bertubi-tubi ke dalam hidupnya. Ketika remaja lain melangkah menuju dunia yang baru, Yuki terpaksa harus kem...