6. Pupus di antara kebahagiaan

5.1K 249 2
                                    

Sore hari tiba waktunya karyawan bersiap-siap untuk pulang, tak terkecuali Izza.

"Za," sapa Ayu saat melewati meja kerja Izza.

"Iya, Buk?" sahut Izza.

"Besok saya ambil cuti, kamu gantikan saya ngasih pengarahan sama karyawan baru ya," kata Ayu.

"Siap, Buk," sahut Izza.

"Saya cuti cuma dua hari kok," sambung Ayu.

"Eemm kalau boleh saya tahu, Bu Ayu mau ke mana?" tanya Izza.

"Saya mau ke Semarang, itu si Rudi besok dia tunangan," sahut Ayu.

"Tu-tunangan, Buk?" lirih Izza.

"Iya." Sahut Ayu sambil mengagguk dan tersenyum.

"Sayang ya saya nggak bisa ajak kamu, kalau bisa pasti saya akan mengajak kamu. Sekalian jalan-jalan. Iya nggak sih ...." Kata Ayu sambil tertawa.

Izza tersenyum kaku menyambut senyum yang penuh keriangan dari bibir Ayu.

"Sudah ya Za, saya pulang dulu, besok saya bawakan oleh-oleh deh." Kata Ayu yang langsung keluar dari kantor karena sang suami sudah datang menjemputnya.

Izza duduk diam mematung sepeninggal Ayu. Pupus sudah harapan untuk menjadi pendamping untuk lelaki pujaannya.
Tanpa ada seorang pun yang tahu, diam-diam Izza menaruh hati pada Rudi.

***

Sampai di kamar kost Izza tak bersemangat melakukan kegiatan apapun. Hanya meratapi nasibnya, bagaimana mungkin ia jatuh cinta tanpa tahu siapa sebenarnya lelaki yang ia cinta. Ataukah milik orang ataukah tidak.
Saat sedang butuh teman bicara seperti ini hanya ibu yang telah melahirkannya lah yang ia ingat.

Ttuutt tuttt ....

"Hallo assalamualaikum, Mbak?" sapa seorang wanita yang sungguh demi apapun hanya dengan mendengar suaranya saja Izza sudah merasa nyaman.

"Wa'alaikum salam, Buk ... mbak kangen sama Ibu dan Bapak," sahut Izza.

"Kok suaranya kedengaran lesu begitu sih Mbak, Mbak lagi ada masalah?" tanya ibu Izza.

Mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir ibunya tiba-tiba saja Izza tak bisa membendung air matanya.

Nasidah, ibu Izza bingung saat mendengar isak tangis dari putrinya.

"Mbak nangis ya?" tanya Nasidah.

"Mbak, Mbak kenapa kok malah nangis sih?" Nasidah kembali bertanya pada putrinya.

"Buk ... mbak patah hati," sahut Izza.

"Oalah ... putri ibu ternyata nangis gara-gara patah hati toh ... hehee," sahut Nasidah.

"Iihh ibu kok malah ketawa sih, mbak kan lagi sedih, Buk ...."

"Iya ... iya ... masak ibu disuruh ikutan nangis juga?"

"Ya enggak gitu juga, Buk. Mbak beneran sedih ini." Izza mulai merajuk pada ibunya.

"Patah hati itu kan wajar Mbak, nggak usah di ambil pusing. Mungkin dia bukan jodoh Mbak. Diambil positifnya ajalah," sahut Nasidah.

"Memangnya dia kenapa kok nolak Mbak? kan mbak cantik, baik, pinter, sholehah lagi," Nasidah kembali bertanya pada putrinya.

"Dia nggak nolak mbak kok, Buk."

"Lha terus?"

"Ternyata dia sudah punya orang, dan besok dia tunangan, Buk."

"Hahaa oalah ... ya sudah nggak pa-pa yang naksir sama mbak kan banyak, kenapa nggak nyoba serius sama salah satu di antara mereka?" tanya Nasidah.

MERAJUT CINTA HALAL (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang