23. Pengantin baru

3.9K 262 7
                                    

Pagi-pagi sekali Nasidah sudah berkutat di dapur menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya. Pagi ini ia begitu bersemangat lantaran hari ini kali pertama ia memasak untuk menantunya. Dulu saat ia dan Maryono bekerja di rumah kost Rudi, ia memang sering memasak untuk Rudi namun kali ini beda cerita. Dulu Rudi sebagai bos namun sekarang menjadi menantu.

"Buk,  pagi sekali sudah mulai masak," sapa Izza saat mendapati ibunya sibuk di dapur.

Nasidah tersenyum pada Izza, "ibu terlalu bersemangat, Mbak. Ibu mau masak enak buat menantu ibu," sahut Nasidah.

Izza mengangguk.

"Ini ada kangkung, udang,  ikan, ayam. Banyak banget sih Buk, belanjanya," tanya Izza.

"Iya,  ibu mau masak tumis kangkung dikasih pete,  udang sama tempe yang sudah semangit," sahut Nasidah.

"Kok tempe semangit dimasak sih, Buk. Tempe yang baru kan banyak yang jual," sahut Izza yang melihat tempe yang sudah berwarna kecoklatan karena sudah dua hari di biarkan untuk menjadi sedikit busuk.

"Ishh ... ini tumis kesukaannya Mas Rudi tahu!" sahut Nasidah.

"Iya tapi kan nggak dicampur sama tempe yang sudah bau gitu, Buk," sahut Izza.

"Isshh ... ini ni yang bikin Mas Rudi jadi tambah nafsu makan. Ini resep dari keluarganya Mas Rudi. Dulu sih ibu juga jijik sama cara masak begini. Tapi setelah terbiasa enak juga kok," sahut Nasidah.

"Ibu tahu banyak tentang Mas Rudi ya, Buk?" lirih Izza.

Nasidah tersenyum pada putrinya, "kan ibu sudah bertahun-tahun ikut Mas Rudi. Jadi ya sedikit banyak tahu bagaimana Mas Rudi. Makanya dulu ibu ngotot banget nggak setuju kalian menikah itu ya karena ibu tahu persis bagaimana perjuangan Mas Rudi mendapatkan cinta Mbak Anjani," jelas Nasidah.

Izza terdiam mencerna setiap fakta yang ibunya ceritakan tentang masa lalu suaminya.

"Maaf ya Mbak,  ibu nggak bermaksud nyakitin hatinya Mbak. Maaf ibu keceplosan," kata Nasidah tak enak saat ia sadar raut wajah Izza berubah menjadi sendu.

"Iya Buk,  mbak nggak apa-apa kok.  Tenang aja," sahut Izza ceria karena ia tak mau ibunya sampai kepikiran hal buruk tentang rumah tangganya.

"Mbak kok sudah bangun?  Apa jangan-jangan Mbak nggak tidur ya ...?" celetuk Nasidah mengusir rasa sedih yang mungkin hinggap di hati putrinya.

"Ibu kok tahu kalau mbak nggak bisa tidur?" tanya Izza bingung dari mana ibunya tahu perihal ini.

"Ah ibu jelas tahu dong ... tahu banget malah ...." Sahut Nasidah centil sambil berlenggak lenggok menggoda putrinya.

"Ibu ini ngomong apa sih, mbak bingung deh ....  Sini mbak mau bantu iris sayur aja." Kata Izza sambil mengambil pisau.

"Eh,  kerudung Mbak basah. Mbak barusan mandi ya?" tanya Nasidah sambil mengamati dan memegang kerudung Izza.

"Iya mbak sudah mandi,  biar seger Buk.  Sebentar lagi kan subuh jadi nanti kalau sholat subuh jadi enak,  nggak gerah." Sahut Izza sambil memotong cabai.

Nasidah tersenyum mengamati putrinya, "iyaaa yaa biar seger ya, Mbak," sahut Nasidah.

Izza menengok mengamati ibunya yang terus terusan tersenyum, membuatnya merasa bingung.

Setelah sholat subuh berjamaah di rumah,  Rudi mengajak Izza untuk jogging di sekitar rumah.

"Tapi saya mau bantu Ibu masak sarapan, Mas," tukasnya saat Rudi mengajaknya.

"Bantu apa sih, kan sudah beres semua. Bentar lagi juga mateng kok. Sudah sana temani suamimu," sahut Nasidah menyela perkataan Izza.

Rudi pun tersenyum sambil mengulurkan tangannya pada Izza, "ayo."

Izza pun mengangguk menerima uluran tangan dari suaminya.

Rudi dan Izza jogging berkeliling desa menikmati cuaca pagi hari yang sejuk. Ia sudah tak asing lagi dengan cuaca pedesaan seperti ini karena rumah orang tuanya juga berada di desa. Cuaca di sini tidak sedingin di desa Rudi berasal. Mungkin karena di sini masih di dataran rendah, sedangkan di desa Rudi daerah pegunungan dan lebih pelosok sehingga pada saat malam dan pagi terasa sangat dingin.

"Kamu cuti berapa hari, Za?" tanya Rudi memecah keheningan.

"Delapan hari, Mas," sahut Izza.

"Lama juga ya .... Kamu mau kita kembali ke Jakarta kapan?" tanya Rudi kembali.

"Terserah Mas saja.  Memangnya Mas Rudi ambil cuti berapa hari?" tanya Izza balik.

"Saya cuma dapat cuti tiga hari," sahut Rudi.

"Kalau begitu besok kita sudah harus kembali ke Jakarta," sahut Izza.

"Iya ...  maaf ya kita nggak bisa lama-lama di sini," kata Rudi.

"Iya Mas,  nggak apa-apa," sahut Izza.

"Ayo kita pulang, sepertinya kamu sudah lelah," kata Rudi saat melihat wajah lelah istrinya.

Izza pun mengangguk.

"Kita jalan pelan-pelan saja," kata Rudi kembali.

"Iya, Mas."

"Aduhh pengantin baru ... masih bau kembang ya. Wangi ...." Celetuk ibu tetangga yang kebetulan berpapasan dengan Izza dan Rudi.

Izza dan Rudi pun tersenyum mendengar gurauan tetangganya.

"Mari Budhe, kami duluan ...," sahut Izza.

"Iya ... iya silakan," sahut ibu itu.

"Orang di sini ramah-ramah ya," kata Rudi.

"Iya."

Sampai di rumah Rudi duduk di teras depan rumah.

"Mbak, langsung ajak Mas Rudi sarapan aja.  Kita semua sudah duluan makan. Maaf ya nggak nunggu Mbak sama Mas Rudi soalnya tadi Bapak sama Ragil sudah lapar," kata Nasidah menyambut kedatangan anak dan menantunya.

"Iya Buk,  nggak apa-apa," sahut Izza.

"Ya sudah ibu mau nyusul Bapak ke sawah dulu ya. Mbak Asih dan Adek juga sudah berangkat sekolah."

"Iya, Buk."

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam," sahut Izza dan Rudi.

Nasidah pergi ke sawah menggunakan motor.

"Ayo Mas, kita sarapan," ajak Izza.

"Iya." Sahut Rudi yang langsung berjalan masuk mengikuti Izza.

Rudi duduk di kursi, sedang Izza masih berdiri untuk mengambilkan nasi juga sayur dan lauk untuk suaminya.

"Waduh baunya sedap ... tumis kangkung ya," celetuk Rudi.

"Iya, Mas," sahut Izza.

"Kita seperti pengantin baru saja ya, Za," celetuk Rudi.

"Kita kan memang pengantin baru, Mas ...." Lirih Izza yang membuat Rudi tersenyum jahil.

"Iya juga sih ya,  belum buka segel juga sih," celetuk Rudi kembali.

"Eheemm ... kan sudah," sahut Izza.

"Kapan?!" seru Rudi berlaga bingung.

"Waktu itu," sahut Izza menahan malu meladeni kejahilan Rudi.

Rudi pun tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya, "setelah menikah kan belum," sahut Rudi yang sukses membuat Izza malu setengah mati.

***

      .......bersambung......

Semarang, 17 November 2019

Salam

Silvia Dhaka

Repost 17-03-2021

MERAJUT CINTA HALAL (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang