Pagi itu, di Yogyakarta pada bulan Juli 2016, adalah hari pertama Erika mulai belajar di sekolah yang baru. Erika turun dari boncengan sepeda motor, pagi ini ia diantar oleh Papahnya, gadis itu berjalan menuju gerbang sekolah bersama murid-murid lainnya.
Sebelum memasuki kelas, Erika menuju ruang kepala sekolah untuk melakukan pendaftaran ulang dan mengisi formulir persetujuan serta mengambil beberapa seragam sekolah yang baru.
🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️
Tiba dikelas, wali kelas meminta untuk memperkenalkan diri, “ Nak, silahkan perkenalkan diri kamu sendiri.”
“ Baik, bu. Selamat pagi teman-teman, nama saya Erika Khanza, saya pindahan dari SMA Cendrawasih.”
“ Ada yang ingin ditanyakan?” ujar ibu wali kelas.
“ Nomor handphone-nya dong.” Celetuk cowok yang duduk dibangku paling ujung.
Erika hanya diam. Kikuk. Gatau mau bales apa. “ Albara Syahputra! Berani-beraninya godain anak baru.” Balas Ibu Guru.
“ Cicuiiittt, ekhem.” Goda teman-teman segerombolannya sembari bersiul, namun ada yang janggal, bola mata Erika tertuju kepada kursi yang letaknya paling pojok sebelah kanan, kepalanya ia tenggelamkan diatas meja, seolah tas adalah bantal terbaik bagi siswa ketika berada dikelas.
“ Nak, silahkan kamu duduk disisa bangku paling belakang ya.” Ya, betul bangku yang belum ada penghuninya yaitu, bangku yang terletak di paling belakang tepat dimana pandangan ku tertuju pada cowok itu.
“ Baik, bu.” Erika berjalan menuju bangku tersebut, dan mendaratkan pantat diatas kursi, ia mengamati cowok itu dalam diam-diam sebelum dirinya bersiap memulai pelajaran.
“ Hari ini adalah, hari terakhir kalian duduk disinggasana kalian, besok yang paling belakang maju kedepan. Sesuai aturan yang telah disetujui.”
“ Yaaaahh, buu...” Keluh Albara bersama gerombolannya, pasalnya bangku belakang adalah tempat ternyaman bagi para murid, karna dibangku belakang kamu bisa tidur sepuasnya, bermain handphone tanpa terlihat oleh guru atau makan sesukai hati kalian tanpa perlu mempertimbangkan apapun.
“ Ranuuu! Angkat kepalamu, dan bergegaslah ke kamar mandi, cuci muka!” Teriak bu guru dengan suara menggelegar.
Deg!
Jantung Erika berdetak dua kali lebih cepat, ibu guru memanggil Ranu? Ranu Wijaya, kah? Pikir gadis itu. Ah tidak, didunia ini yang bernama Ranu sangatlah banyak. Batin dan pikiran Erika saling beradu argumen.
“ Ranuuuuu!!!” Teriak bu guru sekali lagi, pasalnya yang dipanggil tidak memberi respon, “--Erika tolong kamu bangunkan anak paling rajin disamping kamu.” perintah bu guru.
Erika menganggukan kepala patuh kearah bu guru sembari tersenyum, “ Hei!!!” Kata Erika sembari mengoyangkan tangannya yang ia gunakan sebagai tumpuan kepalanya.
Dia mengangkat kepalanya, sedikit terkejut melihat keberadaan Erika. Wajahnya khas seperti bangun tidur dipagi hari, matanya sedikit memerah, laki-laki itu mengusap mukanya menggunakan telapak tangannya.
“ Segera ke kamar mandi sekarang, Ranu Wijaya!!! anak kesayangan ibu Heni, yang paling ganteng sedunia dan paling rajin sedunia!.” Seloroh wali kelas yang kutahui namanya bu Heni, membuat semua siswa tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Erika hanya termenung, kaget.
Dia Ranu, Ranu Wijaya, Pangeran kecilku.
“ Permisi! Mau lewat.” Katanya membuyarkan lamunanku.
“ Ohh-I-Iyaa. Silahkan.” Balas Erika terdengar gugup dicampur kaget.
“ Baik anak-anak kita lanjutkan pelajaran hari ini.” Seru Bu Heni,sehingga membuat siswa menghela napas sembaru berseru tidak suka.
🕊 🕊 🕊
Lain sisi dengan Ranu, ia berjalan keluar kelas lalu menuju ke kamar mandi. Didepan cermin kamar mandi, ia termenung. Ranu tidaklah tidur sepenuhnya, ia masih mendengarkan apa yang ibu guru katakan, dan perkenalan gadis yang bernama Erika Khanza didepan kelas tadi.
Dia, adalah Erika Khanza, si kaleng rombeng. Telah kembali.
Ia berjalan dengan riang, sembari mengetuk pintu kelas dan dipersilahkan duduk, ia berpura-pura berkenalan dengan teman baru sebangkunya itu, “ Selamat pagi!.” Sapa Ranu berbasa-basi dengan si gadis berpipi gembul, ia masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu.
“ Pagi.” Jawabnya sembari menoleh kearah ku.
“ Kamu Erika Khanza, ya?” Tanya Ranu kembali seolah-olah tak tahu namanya. Padahal sudah pasti di name tag bajunya, ada nama gadis itu. Dasar Ranu, si buaya darat. Hahaha
“ Eh?” Balas Erika sembari memasang wajah bingungg.
“ Itu, di name tag, ada nama kamu.”
“Iya” Balasnya singkat, lalu gadis itu mengalihkan pandangannya kearah papan tulis, seolah papan tulis adalah hal yang paling menarik dipandang.
Ranu memandang gadis itu diam-diam, tanpa di sadari bibirnya membentuk lengkungan bulan sabit.
“ Kenapa melihat aku begitu.” Tanyanya heran, mungkin agak terlihat risih.
“ Akhirnya, aku menemukanmu.” Seloroh Ranu terdengar seperti berbisik.
📌 Yogyakarta, 02 Juni 2020
🕊 🕊 🕊
KAMU SEDANG MEMBACA
PAUS & MATAHARI [ SELESAI✔️ ]
Short StoryRanu Wijaya, laki-laki berpawakan tinggi nan dingin. Hanya ada satu gadis yang mampu meluluhkan hatinya yang tak tersentuh dan bagaikan es, gadis yang mampu memenuhi rongga pikiran laki-laki itu, gadis semasa kecil yang hilang ketika gempa bumi dan...