→: kemungkinan ke-sekian :

787 126 41
                                    



Seumur hidup, ia hanya ingin melihat sang putra hidup sesuai kehendaknya. Ia tak mungkin tega melihat putra bungsunya menanggung beban seumur hidup. Ia ingin hidup terbebas dari ikatan balas budi pada keluarga Jung. Pun begitu dengan Jungkook. Menjalani hidup sesuai dengan keinginannya, tanpa bergantung pada siapapun.


Ia hanya ingin melihat putranya yang lain merengkuh kebahagiaan. Entah sampai kapan, Jungkook akan hidup seperti ini. Nyonya Jeon hanya berharap Jungkook bisa kembali pada jalannya sendiri.


Jung Eunbi, perempuan yang baik. Hidup seperti putri di istana emas. Dibesarkan dengan beribu kasih sayang, yang kehadirannya turut dinantikan banyak orang. Begitu lah sekilas yang bisa Nyonya Jeon ingat tentang Eunbi dulu.

Nyonya Jeon tidak menyalahkan Eunbi. Adalah hal yang wajar jika Eunbi mempunyai rasa yang lebih. Dan ia cukup terhibur dengan kehadiran Eunbi dalam hidupnya. Seperti sebuah gemuruh ombak yang memecahkan ketenangan pantai.

Terlepas dari itu, ia ingin sang putra hidup dengan semestinya, sama halnya orang lain menjalani hidup. Hanya itu. Ia bertanya demikian hanya tidak ingin Jungkook menjalani hidup dengan beban di pundaknya.


“Ibu, tolong jangan mengungkit ini lagi. Jungkook tidak ingin Eunbi tahu dan menimbulkan kesalahpahaman. Yang lalu, biarkan menjadi cerita di masa lalu. Bukankah kita hidup untuk masa depan?”

Nyonya Jeon tersenyum. Menyetujui perkataan sang anak. Ia membelai surai Jungkook dengan lembut. “Ibu mengerti. Ibu hanya ingin melihatmu bahagia dengan pilihanmu.”


“Ibu tidak perlu khawatir. Eunbi adalah pilihan hati Jungkook, bukan dari sebuah keterpaksaan.”


Ya, semoga. Beribu doa selalu Nyonya Jeon rapalkan untuk sang putra. Segala kekhawatiran semoga bisa dilegakan dengan kenyataan.


Jungkook kembali ke kamar. Dan Eunbi sudah tidur dengan memunggunginya. Biasanya Eunbi akan menunggunya dan mereka akan berbicara barang sebentar. Jungkook akan mendengarkan apapun yang Eunbi katakan. Lalu mereka terlelap bersama. Ah, mungkin Eunbi lelah sehingga rasa kantuknya lebih dulu datang.


Jungkook bergabung bersama Eunbi dan memeluk sang istri dari belakang. Jungkook tidak tahu, Eunbi pura-pura tertidur hanya untuk tidak merusak hari ulang tahun Jungkook. Matanya terpejam, tetapi hatinya masih merasakan denyut nyeri bersamaan dengan melingkarnya tangan Jungkook pada perut Eunbi.


Karena selama ini Jungkook berpura-pura. Pura-pura mencintai Eunbi. Dan yang menyakitkan adalah pura-pura bahagia bersama Eunbi. Jadi, selama ini Eunbi hidup dalam sebuah kebohongan.


Jika saja bukan karena sang ayah, mungkin Jungkook tidak akan pernah menjadi suaminya. Jika saja bukan karena sang ayah, Jungkook tidak akan ada di sini sekarang, tidur bersamanya. Dan Eunbi mungkin akan menjadi gila sebab ia mencintai Jungkook terlalu dalam. Dan Eunbi lebih memilih hidup dalam kegilaan daripada kebohongan yang menyerupai kebahagiaan.


Eunbi ingin melupakan semuanya. Hal-hal yang berkaitan dengan masa lalu. Ia ingin menutup mata kalau dia sudah mengetahui kenyataan. Jungkook bertindak pura-pura, Eunbi pun bisa juga melakukan hal yang sama. Eunbi akan bertindak seperti biasa sampai dia sanggup bertahan. Bertahan dalam hidup penuh kebohongan.


Pagi ini, ia menemani sang ibu mertua jalan-jalan pagi sekaligus pergi ke supermarket. Ia berusaha bersikap seperti biasa tanpa menimbulkan kecurigaan.


“Ibu, ingin Eunbi masak apa pagi ini?” tanya Eunbi dalam perjalanan mereka.


Eunbi menggandeng lengan Nyonya Jeon. Dan entah kenapa Eunbi merasa sedih jika mengingat kembali percakapan antara Nyonya Jeon dan Jungkook semalam. Eunbi sudah menaruh rasa kasih lebih pada orang tua ini. Dan rasanya Eunbi tidak ingin berpisah.

“Apa saja yang bisa layak untuk dimakan.”

Tak pernah berubah. Selalu berbicara terang-terangan seperti ini. Namun, Eunbi sudah terbiasa dengan itu semua. Eunbi tidak lagi mengambil hati atas perkataan Nyonya Jeon karena memang begitu lah karakter sang mertua. Terkadang Eunbi akan menimpali dengan candaan atau meladeninya sehingga menimbulkan perdebatan.


Eunbi mencibir. “Sekarang ibu tidak akan sakit perut setelah makan masakanku. Justru ibu akan merasa kuat dan sehat.”


Nyonya Jeon melontarkan tawa dan menular pada Eunbi dalam bentuk sebuah senyuman. Melihat tawa itu terdengar renyah, sungguh membuat Eunbi lega.

Seharusnya hari libur seperti sekarang ingin mengajak Jungkook juga. Namun, Eunbi tidak tega membangunkannya. Jungkook terpejam begitu lelap. Dan Eunbi tahu jika Jungkook baru bisa memejamkan mata menjelang pagi tiba. Entah apa yang dipikirkan pria itu hingga tak bisa melelapkan matanya.

Eunbi sudah meninggalkan pesan jika Jungkook mencarinya dan juga sang ibu. Jarak supermarket dari rumahnya tak begitu jauh. Meskipun rumah yang ditinggalinya sekarang tak sebesar rumah sang ayah, lokasinya cukup strategis dan tidak terpencil. Masih bisa dijangkau dengan jalan kaki jika ingin ke pusat kota.

Eunbi langsung memilih ke rak cemilan alih-alih mencari bahan makanan. Sebab tengah malah terkadang ia masih lapar dan rasanya tidak mungkin ia menyantap makanan berat. Ia langsung memasukan beberapa bungkus cemilan dalam keranjang. Melihat aksi sang menantu, Nyonya Jeon mencubit lengan Eunbi kemudian membawa keranjang itu untuk dipenuhi dengan bahan makanan.

Eunbi melayangkan aksi protes yang tak ditanggapi sama sekali oleh Nyonya Jeon. Ia masih memilih beberapa bungkus makanan sehingga dekapannya penuh dengan cemilan milik Eunbi sendiri. Lalu ia mencari keberadaan sang mertua.

Melihat presensi sang ibu yang sedang memilih daging, Eunbi menghampiri dan langsung meletakkan cemilan dalam keranjang. Ia pun ikut melihat deretan daging segar.

Eunbi ingin mengambil salah satu daging  Namun, tanpa sengaja ada tangan lain yang ingin mengambil daging juga. Matanya membola sempurna ketika menyadari sosok di hadapannya. Sosok yang paling ingin ia hindari. Sesaat tubuhnya gemetar sehingga tangannya mengepal. Lalu sebuah suara mengembalikan Eunbi dari keterbekuan.


Suara Nyonya Jeon.

“Ayo, kita pulang.”


Eunbi penuh kesadaran dengan suara itu. Namun, entah kenapa kakinya seolah tak mau beranjak pergi. Matanya pun masih menatap ke depan, di mana sosok itu pun masih terpaku melihat Eunbi.

“Sudah lama kita tidak pernah bertemu, ya,” katanya seraya tersenyum anggun.

“Ibu dengar Eunha sudah menikah ya? Sayang sekali, dia masih belum bisa melupakan kisah di masa lalunya.” Ia masih mengulas senyum dari wajah yang selalu tampak muda meskipun usianya sudah menua. “Tapi, Ibu senang Eunha sudah menikah. Itu artinya Eunha sudah berhasil bangkit.”


Eunbi merapal dalam hati agar Tuhan berpihak padanya kali ini. Jua agar sosok di depannya tidak mengungkit kembali kisah yang pernah ada. Kisah yang ingin Eunbi kubur dalam-dalam. Kisah yang ingin Eunbi lupakan dan menganggapnya sebagai mimpi buruk.

Eunha. Nama itu adalah sebuah panggilan dari masa mudanya. Sementara hanya keluarga terdekatnya yang biasa memanggil Eunbi. Dulu Eunbi sangat menyukai nama panggilan itu. Namun, kini ia tidak ingin dirinya dipanggil dengan nama tersebut. Eunbi benar-benar ingin mengubur.

Setelah berhasil mengumpulkan kekuatan, Eunbi pun menanggapi sosok itu. “Ibu apa kabar?” tanyanya mengalihkan.

Sebab topik masa lalu sangat dihindarinya. Apalagi di sini ada sang mertua, Eunbi tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman lain.

“Sebenarnya ibu tidak baik-baik saja setelah waktu itu.”

Eunbi mencoba untuk bersabar. Menekan gejolak berbagai rasa dalam dadanya. “Bu, Eunbi sudah mempunyai kehidupan sendiri. Eunbi juga yakin, Ibu bisa seperti Eunbi sekarang.” Eunbi berusaha tersenyum dengan sopan. “Kalau begitu, Eunbi pergi dulu. Ayo, Bu.” Eunbi menggandeng lengan sang mertua dan menuju kasir.


Entah apa yang dipikirkan sang mertua setelah melihat kejadian barusan. Eunbi hanya bisa berharap agar semuanya baik-baik saja.


*****

Nyonya Jeon jelas menyadari adanya perbedaan pada sang menantu setelah bertemu wanita tadi. Eunbi lebih banyak terdiam dengan tatapan kosong. Mulutnya seolah terkunci rapat dan tak bisa mengeluarkan suara. Sesekali memang akan menanggapi jika diajak berbicara dan berusaha tersenyum. Namun, tetap saja Eunbi tidak dalam keadaan baik-baik saja.


Saat ini mereka sedang menunggu Jungkook untuk menjemput. Karena tidak mungkin membawa bungkusan-bungkusan besar ini dengan berjalan kaki. Kegiatan menunggunya diinterupsi sebuah suara. Nyonya Jeon menoleh ke arah suara berasal, di sebelah Eunbi. Namun, sepertinya sang menantu tidak mendengar sama sekali sehingga tidak merespon.


“Eunbi.” Nyonya Jeon menggoyangkan lengan Eunbi. Eunbi pun menanggapi. Tetapi, dengan tatapan yang seolah menanggung beban. Nyonya Jeon mengernyitkan dahi. Sebenarnya apa yang sedang Eunbi pikirkan sehingga Eunbi seperti orang linglung.

“Ada yang memanggilmu.” Nyonya Jeon menunjuk ke sebelah Eunbi.


Tubuh Eunbi seolah membeku. Tak bisa satu pun anggota tubuhnya yang bisa digerakkan sekarang, selain gemetar hebat. Bahkan suaranya pun tertelan, hilang. Benar, pengaruh orang ini masih sangat hebat dalam hidupnya.

“Eun-woo….”

Suara itu sangat lirih. Tak ada satu pun yang bisa mendengar, kecuali Eunbi.



[]

Jadi, itu gess tamu agungnya.. kenapa tuh sama Eunwoo? :))

Btw, aku mau targetin 50 vote dan 20 komen. Bakalan lanjut kalo udah tembus target. Sedih liat sidersnya banyak banget :))

But, makasih buat yang nggak pelit votmennya /peluk banyak-banyak/


[3 Juni 2020]






Evanescent [Jungkook-Eunha]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang