Ch 45

182 4 0
                                    

Menangis bukan karena rasa sakitnya. Tapi karna sebuah kenyataan. Ya, kenyataannya aku harus bertahan lebih kuat sesakit apapun yang aku rasakan.

~Nata~

***

1 Tahun kemudian......

Nata duduk bersila di atas sofa single rumah Aryo. Sofa yang dulu selalu di duduki Freya. Sofa yang sejak saat itu Nata jadikan singgahsana.

Beberapa lembar koran berserakan di atas meja. Semua berita tentang pesawat itu Nata kumpulkan jadi satu.

Tepat setelah 2 bulan pencarian korban, black box milik pesawat itu di temukan. Nata marah, ketika tim pencarian lebih mementingkan black box dari pada para korbannya.

Nata marah karena dia tidak di izinkan ikut mencari ke lokasi, sampai Nata juga pernah mengamuk karena tim pencarian tidak berusaha mencari tahu tentang korban yang hilang.

Pencarian sudah tidak di lanjutkan setelah 4 bulan pasca pesawat itu jatuh. Sebagian korban di temukan meninggal dunia. Bahkan juga jasadnya ada yang tidak utuh.

Dan korban hilang berjumlah 19 orang. Termasuk Freya. Jasadnya tidak di temukan. Hanya ponsel yang terbakar dan beberapa barang milik Freya.

Saat itu Nata benar-benar marah dan benci. Nata mencoba melakukan upaya apapun untuk mencari Freya. Tapi hasilnya nihil.

Teringat pesan Freya saat itu. Dia tidak boleh mencari tahu tengang Freya sebelum Freya kembali. Dan Nata melakukan hal itu. Dia tidak lagi berusaha mencari Freya.

"Besok ada reuni SMA. Lo mau ikut nggak?" tanya Aryo setelah kembali dari dapur.

"Skripsi gue belum siap," jawab Nata singkat. Aryo hanya mengangguk-angguk.

Mereka kuliah lebih cepat selesai. Padahal jika di hitung mereka baru memulai skripsi tahun depan. Otak encer yang membiarkan dosen untuk mengikut sertakan mereka berdua untuk ke tahap skripsi.

Nata masih menatap layar laptopnya dengan penuh fokus. Aryo hanya menggeleng sambil terus membaca koran.

Aryo mengerti betapa terpukulnya Nata semenjak kepergian Freya. Sejak saat itu juga Nata berubah. Yang tadinya Nata rese dan petakilan, jadi Nata yang jutek dan sedikit pendiam.

"Besok gue skip kelas dulu. Absenin," kata Nata tanpa menoleh ke arah Aryo yang duduk di sofa sebelah kanannya.

"Mau kemana?" Aryo bertanya dengan satu alis terangkat heran.

"Ada urusan sama Angel." Aryo tambah menaikan alisnya lagi.

"Lo bilang nggak ada hubungan sama dia?"

"Emang nggak ada."

"Terus ngapain pergi sama dia?"

Nata menutup laptopnya dan bersandar ke belakang. "Nyokapnya sakit. Dia bilang nyokapnya pengin ketemu gue. Cuma itu aja sih," Nata mengambil ponselnya dan mulai sibuk kembali dengan benda berbeda.

"Kirain lo beneran naksir dia," sinis Aryo dengan tatapan meremehkan. Nata menoleh dan menatap Aryo dengan raut tanpa senyum.

"Nggak ada yang bisa gantiin posisi Freya di hati gue."

***

Seperti janjinya. Nata memenuhi panggilan Angel, cewek yang selama ini selalu ada untuknya, menemani Angel menengok Mamanya yang sedang terbaring sakit.

Nata hanya mengatakan hal-hal dengan singkat, padat, dan jelas. Tidak ada basa-basi seperti dulu. To the point. Nata yang sekarang tidak suka bertele-tele.

Angel bercerita heboh tentang kejadian yang di alaminya bersama Nata selama Mama Angel berada di rumah sakit.

Kanker payudara stadium 3. Itu yang memaksa Mama Angel harus hidup di rumah sakit selama berbulan-bulan lamanya.

"Angel keliatannya seneng ya, kalo bareng Nata?" Mama Angel membelai rambut putri satu-satunya itu.

"Seneng lah! Nata itu orangnya baik tau, Ma!" tampaknya Angel begitu antusias. Berbeda dengan Nata yang sedari tadi hanya tersenyum singkat, atau tersenyum malu-malu. Tidak berniat ikut bercerita, maupun bergairah untuk sekedar basa-basi.

"Nata ini pendiam, ya?" tanya Mama Angel pada si empunya nama.

Nata mendongak sedikit menatap Mama Angel dengan sopan. "Nggak juga, Tante. Saya emang jarang ngomong. Tapi nggak pendiam juga, sih," jawab Nata. Angel tersenyum ke arah Nata, dan Nata pun ikut tersenyum kecil.

"Angel suka sama Nata?" pertanyaan Mama Angel membuat keduanya serentak menoleh ke arah ibu berusia 46 tahun itu.

"Apaan sih, Ma. Ngawur, deh," Angel menunduk malu. Mata Nata beralih menatap Angel dengan raut tanpa ekspresi.

"Keliatan gitu kok," Mama Angel terkikik. "Nggak usah malu-malu, deh. Kalian cocok, loh," lanjutnya.

Nata terdiam menatap kosong ke arah Angel yang masih menunduk malu-malu.

"Nata suka Angel juga?" tatapan Nata disalah-artikan. Nata kembali menatap Mama Angel.

"Saya emang deket sama Angel, Tante. Tapi bukan deket yang gimana-gimana. Kami cuma sekedar," nada bicara Nata cukup sopan. Tapi itu membuat Angel langsung menatap Nata dengan raut kecewa.

"Nata udah punya pacar?" tanya Mama Angel kepo. Nata terdiam lagi. Selama ini tidak ada yang tahu bahwa jenazah pacarnya belum di temukan. Lebih tepatnya, orang-orang luar tidak tahu apa yang terjadi dalam kehidupan cintanya.

"Satu tahun lalu, Japan Airlines mengalami kecelakaan karna cuaca buruk," Nata mencoba menata kembali kepingan-kepingan hatinya yang sudah pecah. "Pesawat menabrak sebuah bukit karna diketahui dari black box ketinggian penerbangan rendah," Nata membuang muka.

"5 warga Indonesia jasadnya belum di temukan. Salah satunya Freya Anjani. Tunangan saya."

Angel menutup mulutnya dengan telapak tangan. Mama Angel menunduk sedih. Mata mereka berkaca-kaca. Nata tersenyum sinis dan mengejek dirinya sendiri.

"Dia bilang saya suruh nunggu dia, Tante. Sekarang saya masih nunggu dia pulang. Belum ada yang bisa gantiin dia, Tante." Nata beranjak dari duduknya. "Dan kemungkinan nggak bakal ada."

Nata berjalan keluar dengan rasa sakit di dada yang kembali menyengat. Setiap mengingat hal itu dada Nata akan merespon berlebihan. Nata akan menekan bagian itu agar denyutan nyeri di dadanya sedikit tertahan.

"Kapan kamu pulang, Fre?" gumam Nata dan terduduk lemas di luar kamar rawat inap Mama Angel.

***

SENJA NATA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang