Ch 10

130 7 0
                                    

***
     Sesampainya di tempat yang Nata tuju, Freya di buat heran sekaligus senang. Bagaimana tidak? Nata yang notabene cowok kasar, dan sedikit cuek, ternyata memiliki selera tersendiri terhadap tempat-tempat yang sering Nata kunjungi. Contohnya, taman yang biasa Nata datangi bersama Freya. Dan bukit ini. Bukit Senja.

"Dari mana lo tau tempat sekeren ini?!" Freya terkagum-kagum. Ia berdecak tak menyangka akan di bawa ke tempat sekeren itu. Sedangkan, Nata hanya tersenyum sambil menggeleng, melihat kelakuan gadis yang ia bawa.

"Ini sumpah, ya, Nat! Keren banget! Sayang gue nggak bakat ngelukis. Senja. Ih bener deh! Keren!" ucap Freya masih terkagum-kagum.

"Lo sih, pacaran mulu sama Bhakti. Paling mainnya ke caffe doang kan, sama dia?" tanya Nata dengan nada candaannya.

"Ish! Gue nggak pacaran sama Bhakti! Harus berapa puluh ribu juta sih, gue ngasih tau lo!" decak Freya kesal. Nata terkekeh sambil berjalan ke arah Freya yang sedang berdiri di pinggir pagar pembatas.

"Iya-iya ibu negara..." Tangan Nata bergerak mencubit pipi Freya yang sedikit menggembung karena kesal.

"Apa sih! Nggak usah cubit-cubit! Gue tampol pake duit, baru tau rasa!" bentak Freya semakin kesal. Nata hanya terkekeh pelan. Mereka berjalan menuju kursi panjang. Yang setidaknya bisa di duduki lebih dari dua orang.

"Menurut lo, senja itu, gimana?" tanya Nata, dengan pandangan masih menatap senja di langit.

"Gue nggak terlalu suka. Nggak terlalu bisa terlena menikmati senja. Gue bukan penikmat senja." Jawab Freya santai.

"Kenapa?" tanya Nata heran. "Biasanya cewek-cewek malah, yang kebanyakan suka sama senja. Penikmat senja yang setia nunggu senja dateng." Jelas Nata.

"Buat gue, senja itu semu. Dia cuma dateng di waktu-waktu tertentu. Setelah itu? Pergi. Dan harus nunggu 1 hari buat ketemu senja. Belum lagi kalo cuacanya nggak mendukung. Senja nggak bakalan dateng. Gue suka yang pasti-pasti aja. Kayak misal, Malam. Malam pasti dateng. Ya, kan?" jelas Freya. Nata di buat tersenyum oleh pengakuan Freya. Dan alasan mengapa Freya tidak begitu bisa menikmati senja.

"Lo salah." Freya mengerenyitkam dahi.

"Kok salah?" tanya Freya heran.

"Senja itu pasti datang. Setiap petang. Itu pasti. Karena senja nggak pernah berhianat ke alam. Meski pun cuaca nggak mendukung, tapi senja pasti datang. Dia itu menenangkan. Penikmat senja pasti tau, dimana bagian terindah dari senja. Meski senja nggak bisa di miliki setiap orang. Tapi gue berharap, suatu saat nanti, ada seseorang yang menjadi senja abadi gue. Senja yang bisa gue genggam. Kayak sekarang," tangan Nata bergerak menyentuh tangan Freya, yang sedari tadi memperhatikan Nata. Freya terkejut dengan perlakuan Nata. Senyum Nata yang tulus, terpancar dari wajahnya.

Gue.. baru kali ini kenal sama cowok kayak dia. Gue bener-bener... Nata? Ini beneran Nata? Dia nunjukin sisinya yang lain. Oh my... Nata... lo ternyata....

Freya memandang Nata dengan lekat. Senyuman tulus lo.. bener-bener bisa gue rasain. Gumaman hati Freya. Nata kembali menatap senja. Freya tersenyum penuh arti. Freya tersadar. Tangan yang masih di genggam Nata, ia tarik perlahan. Membuat Nata kembali menatap Freya. Gadis di sebelahnya hanya menunduk malu. Raut wajah Freya terlihat begitu merona.

"Fre," panggil Nata dengan suara lembut. Freya menoleh dengan wajah yang masih merona. "Lo adalah orang pertama yang gue ajak kesini. Lo harus catet itu baik-baik." ucapan Nata membuat Freya tersenyum merekah.

"Thanks, Nat. So beautifull twilight" ucap Freya pelan.

You most beautiful twilight, Freya. Gumam Nata dalam hati.

SENJA NATA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang