01-Kesepakatan Sepihak🍁

30K 357 9
                                    


Karina Adista-gadis cantik berusia dua puluh tujuh tahun itu sedang berusaha melenyapkan indra pendengarannya. Setidaknya untuk situasi seperti sekarang ini.

Situasi dimana ia sedang diomeli habis-habisan oleh kedua orang tuanya karena kejadian tadi siang.

Beberapa jam yang lalu, gadis bertubuh tinggi semapai itu diminta oleh ibunya untuk makan siang bersama seorang laki-laki yang merupakan partner perjodohannya di sebuah restoran.

Karina yang tidak punya pilihan selain mengikuti alur perjodohan yang telah di atur kedua orang tuanya pun terpaksa pergi.

Meski Karina pergi ke restoran dimana ia akan bertemu dengan partner perjodohannya, otaknya terus berpikir bagaimana cara agar ia bisa kembali menghancurkan perjodohan kali ini. Sampai akhirnya sebuah ide brilian muncul.

Dengan membawa mantan pacarnya untuk makan siang bersama laki-laki yang akan dijodohkan dengannya, Karina kembali berhasil menghancurkan perjodohannya.

Ia sadar kalau kelakuannya kali ini sudah kelewatan dan membuat kedua orang tuanya marah. Tapi mau bagaimana lagi, hanya ini satu-satunya cara agar ia dapat bertahan dari kerasnya keinginan ibu dan ayahnya untuk segera menikahkannya.

"Ini sudah yang ke dua puluh kalinya kamu menghancurkan perjodohan yang Mama atur untuk kamu, Karina!!!"

"Yang ke dua puluh satu, Ma." Koreksi Satya-ayah Karina-sambil menepuk-nepuk bahu istrinya-berusaha menenangkan.

"Yah pokoknya dua puluhan lah."
"Mau kamu itu apa sih, nak? Mama sudah carikan laki-laki yang terbaik untuk kamu, tapi kamu terus-terusan bersikap seperti ini. Apalagi yang harus Mama lakuin supaya kamu mau dengerin permintaan Mama?"

Astrid-ibu Karina-berkacak pinggang kesal. Entah apa lagi yang harus ia lakukan agar putri bungsunya yang keras kepala itu mau menuruti keinginannya untuk segera menikah.

"Simpel aja sih, Ma. Aku-cuma-gak-mau-di-jodohin." Tekan Karina disetiap perkataannya yang tegas.

"Memangnya kamu gak mau menikah? Umur kamu sudah dua puluh tujuh tahun, Karina." Ujar Astrid frustasi.

Karina menghela nafas panjang. Lagi-lagi mengungkit soal umur, apa salah kalau seorang wanita berumur dua puluh tujuh tahun belum menikah ? Toh, tidak ada peraturan manapun yang mengatakan jika seorang wanita yang menginjak umur dua puluh tujuh tahun wajib untuk segera menikah.

"Aku pasti akan menikah, Ma. Tapi bukan sekarang dan bukan dengan laki-laki pilihan Mama ataupun Papa. Aku bisa cari sendiri laki-laki yang akan jadi suamiku nanti."

Melihat putri bungsunya terus bersikeras dengan pendiriannya, Satya pun angkat bicara.

"Baiklah. Kalau itu mau kamu, Papa dan Mama akan berhenti untuk menjodohkan kamu".

"Beneran, Pa?" Kedua mata Karina berbinar mendengar perkataan Satya barusan.

"Tapi sebagai gantinya, silahkan kamu cari laki-laki yang akan jadi calon suami kamu dan bawa dia ke rumah, akhir-bulan-ini".

"Lho? Tapi, Pa...". Tak sampai tiga detik Karina merasa senang karena mengira orang tuanya sudah menyerah, ia kembali dihadapkan dengan kenyataan yang tak kalah pahit.

"Gak ada tapi-tapian. Kalau kamu memang gak mau dijodoh-jodohkan lagi, silahkan bawa laki-laki itu." Raut wajah Satya terlihat serius, sampai Karina tidak berani lagi untuk menyela perkataannya.

"Kalau kamu tidak bisa membawanya sampai batas waktu yang Papa kasih, mau tidak mau, suka tidak suka, kamu harus menikah dengan laki-laki yang kami pilihkan".

Marriage Contract🍂[Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang