Marinette Agreste Story

211 23 2
                                    

Marinette POV

Sepuluh tahun yang lalu...

"Mama, aku mau ke toko kue." Aku menarik-narik dress biru mama. Di lengan kiriku terdapat sebuah boneka kucing.

Mama yang sedang membuatkanku susu cokelat tersenyum. "Lagi? Kau mau beli cake, sayang? Cake yang kita beli kemarin masih ada, loh." Mama mengacak-acak rambut pendekku.

Aku menggeleng kuat-kuat. "Aku tidak mau beli cake."

Mama tersenyum heran. "Lalu, kau mau apa kesana?"

Aku diam. Bingung antara mau menjawab pertanyaan mama atau tidak. Boneka kucingku kudekap makin erat, menutupi sebagian wajahku. Mataku menatap ke arah lain.

Mama tiba-tiba tertawa. "Ok, mama tau apa maksudmu. Baiklah, ayo kita kesana." Mama memberikan segelas susu cokelat. "Tapi minum dulu susumu."

Aku tersenyum senang, mengambil gelas dari tangan mama dan segera menghabiskannya. "Sudah!"

Mama tertawa lagi. Meletakkan gelas bekas susu di atas meja, kemudian menggandeng tanganku.

Beberapa menit kemudian, kami sudah sampai di depan toko kue kesukaanku. Toko kue Dupain-Cheng namanya. Toko yang bagus. Begitu masuk ke dalam toko, kau akan mencium bau patisier yang harum dan masih hangat. Jangan lupakan bermacam-macam kue lainnya. Seperti macaroon, oh, itu kue kesukaanku. Dan ada juga croissant, roti khas prancis.

Aku sudah tidak bisa menghitung ini kunjunganku yang keberapa karena sudah terlalu sering. Selama setahun terakhir.

"Marinette!!" Seorang bocah laki-laki menghampiriku. "Kau datang lagi?"

Aku tersenyum. "Adrien!"

"Lihat, lihat! Aku punya mainan baru di kamar!" Bocah laki-laki itu menarik tanganku naik ke atas. Aku mengikutinya berlari, meninggalkan mama yang tertawa bersama ibu Adrien.

Di kamar Adrien, aku duduk di karpet. Menunggu Adrien yang ingin menunjukkan mainan barunya padaku.

"Tadaa!" Adrien mengangkat sebuah yo-yo berwarna merah dengan 5 polkadot berwarna hitam. Pattern-nya sama seperti yang dimiliki kumbang ladybug.

"Wow! Bagus sekali, Adrien!" Aku bertepuk tangan.

"Lihat, yo-yo ini juga ada lampunya kalau dimainkan." Adrien mulai memainkan yo-yo tersebut. Melemparkannya ke bawah. Saat berputar, tampak lampu warna-warni yang menyala di sisi yo-yo itu.

"Waaahh!" Aku berteriak senang.

"Aku punya satu lagi." Adrien kembali ke box mainannya. Mengeluarkan sebuah yo-yo lagi. Kali ini berwarna hitam dengan gambar paw kucing berwarna hijau di kedua sisi. "Untukmu!"

"Wahh... Merci, Adrien!" Aku mengambil yo-yo itu.

"Lampunya ada di paw itu." Adrien menunjuk.

Aku mengangguk. Baik. Aku mencoba memainkan yo-yo itu. Melemparkannya ke bawah.

SERRRRRRR..... terlihat lampu warna hijau berpendar-pendar.

Aku berusaha menariknya kembali. Tapi aku gagal.

"Yaahh..." aku sedih.

"Tak apa, Marinette. Coba lagi." Adrien menyemangatiku.

Aku mengangguk. Mencoba sekali lagi. Tapi lagi-lagi aku gagal.

"Aku tidak mau main ini lagi!!" Aku melemparkan yo-yo itu ke lantai dengan keras setelah beberapa kali mencoba. Membuat mainan tersebut hancur. Bautnya lepas. Penutupnya lepas. Lampunya pecah. Tak jelas lagi bentuknya.

Aku menangis. Berlari menuruni tangga, mencari mama. Adrien di belakangku mengikuti.

"Marinette!" Jerit Adrien.

"Mamaaa!!!" Aku memeluk Mama.

"Marinette? Ada apa, sayang?" Tanya mama.

"Aku mau pulang!! Aku mau pulang!!" Jeritku.

"Memangnya kenapa?" Mama heran. Padahal kami belum lama berada di sini.

"Adrien menyebalkan!! Dia menyebalkan!!" Kali ini aku menangis.

"Adrien! Kau apakan Marinette?" Tanya ibu Adrien.

"A...aku tidak melakukan apapun, bu. Aku hanya memberinya sebuah yo-yo dan dia tidak bisa memainkannya. Lalu dia kesal dan..." Adrien tidak melanjutkan kalimatnya. "Aku minta maaf, Marinette. Harusnya aku tidak memaksamu memainkannya." Adrien menunduk.

"Tidak apa, Adrien. Marinette hanya kesal kalau tidak bisa melakukan sesuatu. Besok dia pasti sudah baikan." Mama mengelus kepala Adrien. "Kami pulang dulu kalau begitu. Sabine, terima kasih. Maaf aku justru merepotkanmu."

Ibu Adrien mengangguk. "Oh iya, ini. Untuk Marinette. Kau suka macaroon bukan?" Ibu Adrien mengulurkan sekotak macaroon warna-warni padaku.

Aku menggeleng. Aku tidak mau macaroon. Aku mau pulang!

"Terima kasih, Sabine." Mama yang mengambil kotak macaroon itu. "Sampai jumpa." Mama akhirnya menggendongku keluar toko.

Besoknya, mama mengajakku ke toko kue itu lagi.

"Tidak mau!" Aku menggeleng kuat-kuat.

"Tidak mau? Kenapa?" Tanya mama. Kali ini dia bemar-benar heran.

"Pokoknya aku tidak mauu!!!"

Jadilah kunjungan itu sebagai kunjungan terakhirku.

Hinggalah hari ini. Saat aku tanpa sengaja kembali menengok masa lalu itu.

*****

Selama beberapa chapter kedepan, tokoh utamanya Marinette dulu ya. Biar kisah Adrien makin jadi misteri, hehehe...

Penasaran sama kelanjutannya? Baca terus dong! Jgn lupa vote n komen jugaa💙

With Love,
CoCo

Adrien's Another DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang