Temporary Solution

201 22 4
                                    

    Perkakas dan benda yang sebelumnya melayang di udara berjatuhan ke lantai karpet. Kertas berserakan di mana-mana. Portal yang menghilang meninggalkan kamar dengan keadaan kacau.

    Begitu kesiur angin berhenti, keadaan menjadi hening. Tidak ada yang berani bergerak selama beberapa detik.

    "....Yeah, setidaknya kita tau benda itu bekerja, kan?" Marinette berusaha mencairkan suasana. Ia keluar dari tempat berlindungnya, menatap Max dan Adrien bergantian.

    "Ini benar-benar kacau." Max memperbaiki letak kacamatanya. Lantas memungut barang-barangnya yang berserakan di lantai. Adrien dan Marinette bergegas membantu.

    Setelah kamar itu rapi, Max meminta kembali alat pembuka portal antar dimensi miliknya. "Kau tidak akan menggunakannya sebelum aku memperbaikinya, Adrien. Itu baru portal kecil yang kita buka dan sudah mengacaukan seisi kamarku. Sedangkan untuk menuju dimensi lain, portal yang kita butuhkan ukurannya harus dua kali lebih besar." Adrien bergeming. Dia seakan tak mau mengembalikan alat yang dipegangnya. Benda di tangannya adalah satu-satunya cara agar dia bisa pulang. Tadi dia sudah berharap agar bisa pulang sesegera mungkin. Dia yakin Max sudah menyelesaikan alatnya. Tapi, kenapa?

     Max mendengus. "Atau kau lebih memilih untuk mempertaruhkan keselamatan dua dimensi? Aku tau kau berharap bisa pulang hari ini, tapi dengan efek samping yang ada, itu tidak mungkin. Bahkan bisa jadi kekacauan yang disebabkan akan menjadi berkali lipat lebih dahsyat kalau kau keras kepala. Bukan hanya dimensiku, tapi kau juga membahayakan dimensimu. Dan seingin apa pun aku membantu dirimu, aku tidak akan pernah mempertaruhkan dimensiku. Kau merasa aku egois? Silakan saja. Tapi jika dengan membantumu akan menghancurkan hidupku dan orangtuaku, maka lebih baik aku tidak membantumu, Adrien."

    "Hey, Max! Kalimatmu berlebihan!" Tegur Marinette.

    "Lantas kenapa? Bukankah ini semua salahmu, Marinette? Setidaknya aku sudah berbaik hati ingin menolongnya." Max berseru. Marinette tertegun mendengar kalimat Max.

    Terpujuk, akhirnya Adrien mengembalikan benda di tangannya kepada Max. Max segera meletakkan benda tersebut di atas sebuah pemindai yang terletak di samping meja belajarnya. Seberkas cahaya muncul dari proyektor di atas alat pemindai tersebut. Dan dengan segera, data terkini alat itu terpampang di salah satu layar hologram milik Max. Dia mengeluh saat melihat data tersebut.

    "Tenaganya berkurang drastis, sekitar delapan puluh tiga persen. Kita harus memikirkan suplai tenaga baru yang memungkinkan untuk alat ini. Tidak akan cukup jika hanya menggunakan tenaga yang ada sekarang."

    "Tenaga apa yang kau pakai?" Tanya Marinette.

    "Untuk saat ini aku masih menggunakan tenaga surya. Tapi kita tidak akan bisa mendapatkan tenaga besar hanya dengan itu. Apalagi kapasitas penyimpannya yang belum memadai. Aku harus membuat penyimpan tenaga baru dan mencari sumber tenaga yang lebih kuat." Max mengeluh lagi. "Semoga ada sumber lain yang sama kuatnya dengan tenaga nuklir, karena kita tidak mungkin menggunakan sumber tenaga berbahaya itu."

    Sepuluh menit kemudian ruangan itu hening. Max sibuk memikirkan rancangan baru untuk alatnya. Dia menghitung semua variabel yang memungkinkan dan menuangkannya di atas kertas. Adrien duduk di kasur Max, memikirkan kata-katanya. Benar, dia tidak akan mempertaruhkan keselamatan dua dimensi hanya untuk bisa pulang. Dia yakin Max pasti bisa menyelesaikan masalahnya dan dia akan sabar menunggu. Marinette memperhatikan koleksi aneh milik Max yang tersimpan rapi di lemari kaca dan rak kayu besar. Ada berbagai macam mineral warna-warni. Peralatan elektronik yang entah apa fungsinya, dan beberapa botol larutan yang ditempeli stiker berbahaya. Dia menggeleng. Bahkan perkakasnya pun memakan tempat hampir satu laci besar.
 
    Sedang asyik dengan pikiran masing-masing, akhirnya Max memutar kursinya ke arah Adrien.

Adrien's Another DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang