Part 7

29 9 4
                                    

Happy Reading😉😘
~~~~~

"Lihat cowok yang sedang bermain gitar, salah satu titik kelemahan gue"

*****

Icha dan Ana berjalan menuju toilet. Tidak ada panggilan alam bagi Icha, yang menyebabkannya pergi ke toilet. Icha hanya ingin menghindar dari Rey yang mulai mengganggu kenyamanan Icha.

Icha merasa dia bakal keluar dari zona nyamannya, jika Reyhan terus bersikap aneh di depannya. Tentu Icha tidak akan membiarkan siapapun menariknya keluar dari zona nyaman tersebut kecuali si cinta pertamanya.

Ana tahu apa yang terjadi. Ana juga merasa bahwa Rey bersikap sedikit berlebihan di depan Icha. Tapi Ana tidak mau mengurusi yang bukan urusannya.

Sesampai di toilet, Icha dan Ana tidak melakukan apapun. Mereka hanya berdiri saja di depan pintu toilet tanpa berniat masuk ke dalam.

Debby dan seorang temannya berjalan menghampiri mereka berdua. "Nggak di rumah, nggak di kampus. Lo selalu lawan gue kalo ke kamar mandi, " sewot Debby ketika melihat Icha berdiri di depan pintu toilet dengan melipat kedua tangannya.

Ana tertawa geli mendengar ucapan Debby barusan. Sementara Icha tidak menanggapinya.

"Lo lagi kenapa Cha? Ngambek? Masih lapar?" tanya Debby pada Icha. Karena Icha sama sekali tidak menanggapi ucapannya. Debby bisa tahu bahwa Icha sedang memikirkan sesuatu.

"Iya lapar. Tiba-tiba gue pengen makan orang," ucap Icha secepat kilat.

Debby tertawa kencang mendengar hal itu.
"Malas gue ngomong sama lo," ucap Debby di sela-sela tawanya.

"Eh Ana, gimana kabar lo?" tanya Debby pada Ana yang berdiri tepat di samping Icha.

"Baik Bi, lo gimana?"  tanya Ana balik.

"Seperti yang lo lihat, gue nggak bakal pernah baik-baik saja kalo gue selalu jumpa sama manusia yang satu ini," ucap Debby sambil menunjuk Icha. Icha tidak meresponnya.

"By the way, itu cowok yang di samping lo, sengaja mau nemani lo kesini ya?" tanya Ana to the point, sambil menunjuk cowok yang berdiri tepat di samping Debby, yang sedari tadi hanya diam mendengarkan percakapan mereka.

Debby mengangguk kuat sambil tertawa. Ana dan Icha otomatis memandang mereka berdua secara bergantian. Sementara cowok itu hanya tersenyum tipis. Dia merasa dia tidak melakukan sebuah kesalahan.

"Santai aja kali, nggak usah mandangin kita gitu. Kebetulan tadi kami ke kantin bareng. Karena gue lihat lo Cha ada disini makanya kita mampir bentar," jelas Debby.

Ana dan Icha hanya ber'oh' ria. "Bilang aja lo rindu sama gue, makanya lo mampir ke sini kan?" ejek Icha.

"Iya gue rindu, rindu banget malah. Saking rindunya gue pengen meluk lo sampe tulang lo patah," ucap Debby jengkel.

"Rindu yang menyakitkan," ucap Ana dramatis.

"Udah ah, kami mau pergi, malas berdebat sama lo." Icha mulai menarik tangan Ana.

"Eh Cha, jangan pergi dulu." Debby menahan tubuh Icha. "Gue mampir ke sini karena gue mau ngomong sesuatu."

"Apa?" tanya Icha cepat.

"Nanti lo balik kemana? Ke rumah lo atau ke mess? Soalnya nanti semua pada pulang ke rumah masing-masing. Tapi kalo lo nggak pulang ke rumah lo. Siap-siap sendiri di mess."

Tanpa berpikir panjang Icha memutuskannya. "Nanti gue balik ke rumah gue." Icha dan Ana meninggalkan Debby dan temannya itu disana setelah mengatakan hal tersebut.

*****

Di dalam kelas Peter sempat marah pada Rey, pasalnya Rey dengan sembarangan mengambil gitar dari tangan Peter, ketika Peter sedang asyik bermain gitar.

Tetapi ketika Peter melihat Rey melakukannya untuk menghibur Icha, Peter tidak mengatakan apapun. Peter merasa kasihan melihat Rey, ketika Icha langsung keluar dari kelas. Ketika Rey sedang bermain gitar di depannya.

Ketika Peter sedang bermain gitar, Peter menyadari bahwa Icha memperhatikannya dengan lekat. Tapi Peter mengabaikannya karena memang dia terlalu percaya diri, setiap wanita akan terpesona, jika mereka melihat Peter sedang bermain gitar. Jadi hal itu wajar baginya.

Peter menghampiri Rey yang terdiam sejak kepergian Icha. "Sabar ya bro," ucapnya sambil menepuk pundak Rey.

Rey hanya diam termenung. Hatinya memang sedikit sakit mendapat perlakuan yang demikian. Tetapi dia tidak akan menyerah mendekati Icha.

Rey mengangkat kedua sudut bibirnya dan menyakinkan dirinya sendiri. "Gue nggak akan nyerah. Pasti bisa," gumamnya pelan dan pastinya bisa di dengar oleh Peter.

"Lo langsung bilang aja sama Icha, bahwa lo punya rasa sama dia," saran Peter.

Rey menggeleng kuat. Tentu Rey nggak akan langsung nembak Icha. Melihat perlakuan Icha padanya barusan, membuatnya yakin bahwa Icha pasti akan menolaknya mentah-mentah.

Rey akan mencoba meluluhkan hati Icha terlebih dahulu.
"Terserah lo deh," putus Peter lalu meninggalkan Reyhan sendiri.

Peter berniat keluar kelas mencari udara segar. Di depan kelas dia bertemu dengan Icha. Tiba-tiba Peter mengingat wajah Icha yang sangat menikmati permainan gitarnya tadi.

"Lo tadi terpesona ya nengok gue main gitar?" tanya Peter bangga. Mood Icha yang belum membaik, tiba-tiba makin diperburuk oleh Peter.

"Jangan kepedean ya, lo pikir gue merhatiin lo tadi!" ucap Icha ketus.

"Selain tukang palak, tukang tipu, lo juga tukang bohong ternyata." tuduh Peter sambil menghitung jarinya.

Icha terdiam mendengar ucapan Peter yang asal menuduh dirinya. Icha menatap Peter marah. "Tadi gue hanya bilang bahwa gue suka lihat cowok yang sedang bermain gitar." Icha mengatakannya secepat kereta api yang sedang melaju.

Peter terkejut mendengar Icha yang berbicara cukup cepat. "Oo... Jadi lo tadi ngomong gitu, pantasan Rey langsung ngambil gitar dari tangan gue."

Icha menutup mulutnya terkejut dengan apa yang baru di ucapkannya.

"Dan itu berarti lo memang terpesona sama gue." Peter menarik kesimpulan dari apa yang diucapkan Icha barusan.

"Terserah lo deh mau bilang apa, gue nggak peduli." Icha langsung masuk ke kelasnya, ketika dia melewati Peter, Icha langsung menginjak kaki Peter kuat melampiaskan kekesalannya hari ini dan langsung berlari cepat masuk ke kelas.

Peter mengaduh kesakitan, Peter ingin berteriak, tapi dia takut semua orang memperhatikannya. Ana hanya tersenyum canggung melihat Peter yang sedang kesakitan dan dengan cepat Ana masuk kelas.

Peter masuk ke kelas dan langsung menuju meja Icha. Kakinya masih sakit tapi dia masih bisa menahannya. Dia ingin sekali menjambak rambut manusia ajaib itu.

"Lo ngapain kesini, mau marah sama gue?" ucap Icha lembut, sebelum Peter menjalankan misinya. "Udah deh Peter jangan balas dendam sama gue, gue lagi nggak mood meladeni lo, gue minta maaf udah nginjak kaki lo," Icha sengaja memperhalus suaranya supaya permintaan maafnya menyakinkan. Dan Icha melemparkan senyum manisnya pada Peter.

Peter mengurungkan niatnya untuk menjambak rambut Icha. Peter mendelik sebal. Dia menatap Icha tajam lalu beranjak menuju mejanya di belakang. "Untung aja lo cewek," gumamnya.

"Ratu drama deh lo Cha, takut kan Peter lakuin sesuatu sama lo," gumam Ana.

Icha terkekeh mendengar hal itu, Ana memang tau banget sama sifat Icha.

~~~~~

Jangan lupa tekan tanda bintang trus kasih komen😁

Thank u😘

Senyum hangat dari saya😊
~Ma_Cha

Gadis LangkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang