Part 11

23 7 15
                                    

Happy Reading😉😘
~~~~~

"Aku rindu masa masa bersama mu, kamu yang selalu membuatku tertawa bebas"~ Alvaro

*****
Semenjak Varo mengirim pesan terakhir pada Icha, Varo tidak tidur. Varo tidak mengantuk seperti yang dia katakan. Varo hanya ingin menghindari pertanyaan Icha yang belum saatnya dia jawab. Varo berencana memberi kejutan pada Icha malam ini.

Sepuluh menit sebelum pukul 12.00, Varo keluar dari kamarnya, semua orang yang ada dirumahnya sudah tertidur lelap. Jadi tidak ada yang melihat Varo keluar dari kamarnya.

Varo melangkahkan kakinya menuju dapur. Dia telah membeli kue ulang tahun Icha kemarin, walupun kuenya berukuran kecil Varo tersenyum bahagia mengambilnya dari dalam kulkas. Varo kembali lagi ke kamarnya untuk mengambil jaketnya.

Ternyata Varo lupa menutup jendela kamarnya. Varo meletakkan kue itu diatas nakas dan pergi untuk menutup jendelanya. Saat Varo ingin menutup jendela tersebut, ada mobil lewat rumah Varo. Varo penasaran siapa malam-malam datang ke desa mereka dengan membawa mobil mahal.

Varo memperhatikan dengan lekat ke arah mana mobil itu melaju. Mobil itu parkir tepat di dua rumah sebelum rumah Icha. Rumah Varo dan Icha memang dekat. Hanya berjarak 200 ratus meter. Dan melewati beberapa rumah.

Walaupun lumayan jauh, Varo masih bisa melihat siapa orang yang keluar dari mobil. Varo melihat ada tiga cowok dan dua cewek. Dan tentunya Varo mengenal mereka, salah satunya teman karibnya yaitu Leo. Dan yang lainnya adalah teman sekelas Icha.

Melihat mereka membawa kue besar, Varo mengurungkan niatnya untuk pergi. Varo malu jika berhadapan dengan mereka yang sekarang berstatus mahasiswa. Sedangkan Varo sendiri tidak memiliki status yang jelas. Varo merasa dia hanya seseorang yang pengangguran.

Varo menutup jendela dan mendesah berat. Varo mengembalikan kue kecil itu ke tempat semula. Akhirnya Varo memutuskan untuk tidur dan berharap Icha bahagia dengan kejutan yang dia dapatkan di umurnya yang kedua puluh.

*****

"Varo... buka pintunya nak," teriak seorang wanita paruh baya di depan pintu kamar Varo.

Sudah lima menit wanita itu mengetuk pintu Varo, tetapi pintu itu belum terbuka sejak tadi. Dan yang di dalam kamar itu, masih setia dengan dunia mimpinya.

Tidak. Varo sudah terjaga sejak ibunya mengetuk pintu. Tapi Varo tidak ingin membukanya, Varo belum ingin berjumpa dengan ayahnya lagi untuk saat ini.

"Varo... Mau sampai kapan kamu tidur hah,"  ucap seorang lelaki dengan suara tinggi sambil menggedor pintu dengan kuat. Varo akhirnya membuka matanya, tapi dia tidak menjawab perkataan ayahnya itu.

Suara gedoran pintu semakin kuat, akhirnya Varo memutuskan untuk membuka pintu daripada pintu kamarnya rusak akibat gedoran yang begitu kuat itu.

Saat Varo membuka pintu, Varo mendapati ayahnya Edo memasang muka marah padanya. Sekarang adalah hari minggu, dan hari spesial buat Icha. Varo tidak ingin merusak hari ini dengan membalas kemarahan ayahnya.

Dengan cepat Varo mengubah ekspresinya. Dari perasaan marah yang bercampur dengan kesal, berubah menjadi ekspresi pura-pura terkejut dan tersenyum ramah pada ayah dan ibunya. Ralat. Senyum terpaksa.

"Maaf ayah, ibu... Ada apa? Semalam Varo ketiduran sambil dengar musik pake headset. Varo lupa matiinnya, jadi Varo nggak dengar ada yang ngetok pintu," bohong Varo.

Edo tidak menggubris alasan Varo, Edo langsung masuk ke kamar Varo dan duduk diatas kasur empuk milik Varo. Sementara Varo mengikuti ayahnya masuk ke dalam kamarnya. Tapi Varo lebih memilih bediri sambil bersandar ke lemari pakaiannya sambil menghadap ayahnya yang sedang duduk.

"Barusan kakekmu nelpon ayah," ucap Edo dengan suara yang mulai halus. Edo menarik napas panjang sebelum melanjutkan penjelasannya. Varo hanya terdiam mendengarkan perkataan ayahnya.

"Kakekmu bilang, kamu lah yang akan menggantikan posisi kakek dalam mengurus segala bisnisnya. Tapi karena kakek tahu kamu tidak punya basic yang kuat dalam bisnis, kakek akan mengirimmu terlebih dahulu ke luar negeri, supaya kamu bisa belajar di sana."

"Kenapa harus di luar negeri?"

"Supaya kamu bisa lebih cepat paham dan kebetulan kakekmu juga punya perusahaan di sana, kakek ingin kamu yang menanganinya, karena kakek tidak ingin lagi bolak balik ke luar negeri."

"Hanya itu yang ingin ayah sampaikan?" tanya Varo mulai dingin.

"Iya, kamu hanya punya waktu 2 minggu lagi disini, kamu akan ke Jakarta terlebih dahulu sebelum berangkat ke luar negeri untuk sekolah sambil bekerja di sana."

Varo hanya mengangguk, tapi hatinya sudah hancur. "Ayah aku mau mandi," ucap Varo dengan maksud mengusir ayahnya secara halus dari kamarnya.

Tentulah Edo bukan orang bodoh yang tidak mengerti apa maksud Varo. Edo mulai berdiri dan mendekati Varo. "Ayah harap kamu menuruti permintaan kakekmu," ucapnya sambil menepuk pundak Varo.

Varo mengabaikannya. Varo menarik napas panjang dan mendesah berat. Saat Varo ingin mengunci pintunya,  Deo selaku ibu Varo masuk ke dalam kamar Varo. Varo tidak melarangnya.

Varo membiarkan semua orang melakukan apa saja terhadap hidunya. Inilah yang Varo benci, jalan hidupnya diatur oleh keluarganya

"Varo sini duduk nak, dekat sama ibu," ucap Deo halus. Varo menuruti perkataan ibunya. Varo begitu sayang pada ibunya. Bagi Varo hanya ibunya yang bisa mengerti keadaan Varo.

Deo mulai mengelus rambut Varo yang duduk di atas lantai dan bersandar ke tempat tidur. Sementara Deo duduk diatas tempat tidur, hal itu menyebabkan Deo dengan mudah menyentuh kepala Varo.

"Ibu tau kok kamu nggak pengen kerja di perusahaan karena kamu selalu bersikeras jadi polisi." Deo mengucapkannya sambil mengelus-elus rambut hitam Varo.

"Dan kamu tidak ingin ke luar negeri karena kamu tidak ingin jauh dari Icha kan?"

Varo langsung menatap ibunya lekat, Deo tersenyum bahagia. "Ibu benar kan?" Varo tidak menjawab, Varo kembali memutar tubuhnya menghindari tatapan ibunya.

"Sebelum kamu masuk SMA dulu, kamu nggak pernah setuju sekolah disana. Bukan karena sekolahnya berada di luar kota, tapi karena kamu tahu Icha SMA di sekolah dekat desa ini. Kamu nggak bisa jauh dari Icha dulu. Karena semenjak kita pindah ke sini, waktu kamu kelas empat SD, hanya Icha yang selalu bisa membuatmu tertawa bebas."

"Semenjak kamu SMA, ibu tidak pernah melihatmu tertawa seperti itu lagi. 2 minggu lagi kamu akan pergi ke tempat yang lebih jauh Varo, dan kita tidak tahu kapan kamu bisa balik lagi ke rumah ini."

Sesekali Deo menghela napasnya panjang. Jujur hatinya sedih mengingat bahwa Varo akan pergi jauh mengejar masa depannya. Tapi Deo tidak bisa melarangnya untuk pergi, karena Deo yakin itu semua demi kebaikan Varo.

"Ibu tau kamu pasti akan merindukan kami, dan ibu yakin kamu akan lebih merindukan Icha. Ibu tidak tahu bagaimana hubunganmu dengan Icha sekarang, karena sejak SMA ibu tidak pernah lagi melihat kalian bersama seperti dulu."

"Dulu kalian tidak pernah bisa terpisahkan selalu bersama setiap hari, walaupun kamu beda kelas dengan Icha. Dan meskipun umurmu sama Icha sama, Icha adalah kakak kelas kamu," ucap Deo sedikit geli mengingat hal itu.

Varo hanya diam mendengar semua perkataan ibunya yang dianggapnya semua itu adalah benar. Kenangan manisnya dulu bersama Icha.

"Kamu dan Icha sudah seperti saudara ibu lihat, kamu pasti bingung kenapa ibu malah membahas Icha."

Varo baru sadar kenapa ibunya malah asyik bercerita tentang Icha. Ibunya mendekatkan mulutnya ke telinga Varo. Dan membisikkan sesuatu.

Akibat bisikan itu, senyum Varo mengembang dan perasaan Varo sedikit lebih baik setelah mendengar bisikan ibunya barusan.

~~~~~

Apa yang dibisikkan ibu Varo?

Ada yang kepo?🤣🤣

Makasih buat yang masih baca
Jangan lupa tekan tombol bintangnya ya
Yaya😁

Senyum hangat dari saya😊
~Ma_Cha

Gadis LangkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang