Part 14

41 5 4
                                    

Halo masih adakah yang mau baca🤗
Maaf sekitar 2 minggu nggak post
Yes I am really busy in this time🙏🙏
Semoga tidak lupa dengan Icha, Varo sama Peter😁

Happy Reading😘😘

~~~~~

"Merindukanmu sudah hal biasa bagiku, jadi aku tidak takut jika itu sering terjadi, karena aku sudah terbiasa dengan rindu ini"

*****

"Dan yang pastinya gue nggak mau menerima penolakan hari ini."

Pemikiran Icha menjadi liar setelah mendengar kalimat itu. Icha deg-deg an setengah mati mengingat kalimat itu. Apakah waktu yang tepat itu sudah tiba? Setelah sepuluh tahun menunggu, apakah hari ini penantian Icha akan berakhir? Apakah di umurnya yang kedua puluh ini Icha benar-benar akan melepas status sebelumnya? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu memenuhi otak Icha sekarang.

Icha menggeleng-geleng kepalanya sembari memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu.

Varo bingung melihat tingkah Icha, setelah mendengar kalimat itu.
"Cha lo mikiran apa?" Varo memegang bahu Icha pelan membuat Icha tersadar kembali ke dunia nyata.

"Eh..." Icha menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Icha benar-benar salah tingkah dan Icha belum siap mendengar apa yang akan Varo katakan.

Varo mempersiapkan hatinya untuk mengungkapkan permintaan nya pada Icha. Varo takut jika Icha tidak mau menerima ajakannya. Satu harian ini Varo memikirkannya, makanya Varo tidak langsung mengunjungi rumah Icha hari ini. Varo hanya ingin mempersiapkan dirinya, jika Icha tidak menerima permintaannya.

"Icha..." panggil Varo sekali lagi. Icha menoleh dan berusaha fokus pada Varo. Tapi jantung Icha berdegup kencang. Icha melihat wajah Varo yang serius membuat Icha semakin gugup dengan situasi seperti ini.

"Lo dengar gue kan Cha." Icha mengangguk cepat.

"Cha, gue gagal lagi," Varo langsung menundukkan kepalanya. Icha terdiam bukan terkejut tapi bingung.

Tingkat penalaran Icha yang masuk kategori lambat, membuat Icha butuh beberapa menit untuk memahami apa maksud ucapan Varo.

Setelah nalar Icha dan berpikir panjang. Otomatis kedua mata Icha membulat sempurna. "Gagal masuk polisi," ucap Icha setengah berteriak.

Varo mengangguk lemah lalu memperhatikan wajah Icha yang begitu terkejut. Raut wajah Icha otomatis berubah setelah yakin bahwa Varo benar-benar gagal masuk polisi.

Icha menatap Varo sedih dan Icha merasa bersalah. Tadi malam Icha masih sempat memikirkan perasaanya sendiri. Tanpa bertanya bagaimana hasil tes kepolisian Varo. Dan hari ini Icha sempat kecewa pada Varo karena Varo sempat tidak mengucapkan apapun padanya.

Sekarang Icha yakin bahwa Varo sedang dilanda kesedihan sekarang. Icha semakin menyalahkan dirinya sendiri. Seharusnya hari ini Icha lah yang menghibur Varo bukan sebaliknya.

Varo semakin bingung melihat raut wajah Icha yang berubah-ubah. Varo tidak bisa membaca pikiran orang lain. Tapi dari wajah Icha, nampak bahwa Icha begitu sedih. Membuat Varo merasa bahwa dia telah mengecewakan Icha.

"Cha, gue minta maaf ya, gue gagal lagi."

Icha terkejut mendengar permintaan maaf Varo. Icha bingung kenapa jadi Varo yang minta maaf.

"Harusnya gue yang minta maaf sama lo, harusnya tadi malam gue nyemangati lo pas gue nge chat lo, eh malah gue bahas yang lain. Harusnya gue tanya hasilnya gimana, satu harian ini gue hampir marah nunggu kedatangan lo ke rumah gue, harusnya gue yang datang ke rumah lo buat nyemangati lo." Icha mengatakan kalimat itu dengan begitu cepat membuat Varo tertawa kecil.

Tadinya Varo merasa sedih, tetapi melihat tingkah Icha yang begitu menggemaskan baginya membuat kesedihannya hilang seketika.

Varo tersenyum pada Icha lalu memegang kedua bahu Icha. "Cha, lo nggak salah kok, kan gue yang nggak mau cerita sama lo. Maaf Cha, gue belum bisa nepati janji gue buat jadi polisi Cha, dulu kalo lo masih ingat gue pernah janji kan bakal jadi polisi buat lindungin lo. Tapi sekarang tanpa menjadi seorang polisi pun gue bakal berusaha lindungi lo." Varo mengucapkannya dengan tulus membuat Icha tak berkedip.

Icha sedikit menjauh dari Varo, sehingga pegangan Varo lepas dari bahunya. "Varo... Jangan sedih ya, mungkin polisi bukan lah takdir lo. Tuhan pasti punya rencana lain buat lo. Tetap semangat ya Taro nya Merica." Icha menepuk pelan lengan Varo.

Varo tersenyum lebar mendapat perlakuan seperti itu. "Iya Mericanya Taro," ucap Varo sambil mengacak acak rambut Icha.

"Jadi lo udah punya rencana ke depannya?" tanya Icha berusaha mengalihkan topik yang berkaitan dengan polisi.

Varo terdiam cukup lama, ini lah pertanyaan yang dia takutkan. Varo tidak tega mengatakannya pada Icha. Satu harian ini Varo memikirkan hal itu.

"Cha, dua minggu lagi gue bakal pergi ke luar negeri." Varo mengatakannya dengan berat hati.

Icha begitu terkejut tapi dia memilih diam. Membiarkan Varo melanjutkan ceritanya.
"Gue terpaksa pergi ke sana Cha, kakek gue yang maksa. Itu karena gue gagal polisi. Mau tak mau gue harus mengikuti perintah kakek. Lo tau kan Cha, permintaan kakek gue nggak bisa di bantah."

Icha kembali terdiam memikirkan semuanya. Mendengar Varo bakal pergi ke luar negeri membuat Icha begitu sedih. Icha merasa, saat kebahagiaan yang sudah lama dia tunggu hampir menghampirinya, tiba-tiba kebahagiaan itu lenyap dengan begitu cepat.

Tapi Icha tidak mungkin melarang Varo pergi. Tidak ada hak bagi Icha buat melakukannya, Icha sadar bahwa dia bukanlah siapa-siapa bagi Varo. Hanya sebatas teman saja. Lagi pula selama ini Icha juga menikmati hidupnya tanpa ada hadirnya Varo di sisinya. Jadi Icha tidak terlalu memikirkan masalah rindu.

Sebuah senyum manis terukir manis di wajah Icha. Icha melihat wajah sedih Varo. Varo terkejut melihat ekspresi Icha yang di luar dugaannya. "Varo, itu merupakan kabar bagus dong, supaya lo bisa kejar masa depan lo. Kenapa lo jadi sedih kayak gini?" tanya Icha menutupi kesedihan yang menjalar di hatinya dengan menampakkan senyum manis itu.

Varo ternganga mendengarnya. Varo tidak menyangka Icha bakal mengatakan hal demikian, Varo kira Icha bakal memintanya untuk tidak pergi. Varo sedikit kecewa akan hal itu. Untuk menutupi kekecewaannya, Varo memutuskam untuk mengatakan langsung apa rencananya.

"Gue nggak sedih kok Cha, lo aja yang terlalu serius menanggapinya."

"HA..." teriak Icha, Varo dengan cepat membekap mulut Icha. "Udah diem Cha, dengarin penjelasan gue dulu." Varo melepaskan tangannya sementara pipi Icha sudah seperti kepiting rebus karena tindakan Varo tersebut.

"Karena lo bilang itu kabar bagus buat gue, jadi gue mau minta bantuan lo."

Sebelum Icha membuka mulutnya, Varo langsung membuat kode menyuruh Icha tetap diam.

"Seperti yang gue bilang tadi, gue nggak menerima penolakan. Cha, bahasa inggris gue nggak bagus, sementara gue mau ke luar negeri, lo harus ngajarin gue sebelum gue kesana. Titik nggak pake koma."

Sebelum Icha berkomentar, Varo langsung menarik tangan Icha menuju parkiran dan mengantar Icha ke terminal.

Sesampai di terminal Icha masih bergelayut dengan pemikirannya. Ada rasa kecewa, bahagia, sedih yang mengisi perasaan Icha sekarang. "Cha minggu depan lo kan libur, jadi gue tunggu kepulangan lo." Ucap Varo sebelum Icha naik bis. Icha hanya mengangguk pelan masih belum bisa memahami apa yang sedang terjadi.
Resiko punya otak dengan sedikit RAM.

~~~~~

Jangan lupa pencet tanda bintang dan berikan komentarmu😁

Thank u😘

Senyum hangat dari saya😊
~Ma_Cha

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gadis LangkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang