Chapter 8

1.2K 233 39
                                    

Karena hukuman yang diberikan Pak Yoga kemarin, Yuki yang terbiasa berangkat siang mau tidak mau terpaksa sudah stay di sekolah sejak pukul enam pagi. Amit-amit deh berduaan dengan Nana, bisa-bisa mereka saling mencakar lagi. Tapi begitu Yuki membersihkan toilet hingga setengah jam berlalu, cewek itu tidak juga muncul. Paling-paling dia mangkir, alasan sakit terus absen. Ini sih akal-akalan Nana, Yuki yakin seratus persen. "Emang bangsat si Nana!"

"Lo ngejalani hukuman yang ikhlas napa sih?" Sudah persis sekali, Stefan dan Setan sama-sama memperburuk suasana hati. "Nana mana?"

"Ya mana gue tahu, lo pikir gue Maknya?"

Stefan malas menjawab, beringsut mengambil ember kosong yang kemudian dia isi dengan air. Yuki yang sedari tadi berada di posisi sama diam saja, sambil menunggu apa yang akan dilakukan Dima Oktara Stefano. "Kalau ngepel tuh sepatu dilepas."

"Males banget, kaki mulus gue bisa kotor dong nanti?" Ini nih, kelakuan tengilnya bikin jengkel setengah mati. Stefan menghela napas sembari menyipitkan mata, alhasil Yuki bisa cukup lama mamandang rupa cowok itu. Seperti tempo lalu, Stefan mengenakan ikat kepala yang membuat kadar ketampanan doi kian meningkat. "Eh Beb, lo hari ini ganteng banget deh."

"Emang kemarin-kemarin gue nggak ganteng gitu?" Owalah, sok kecakepan mampus!

"Nggak, muka lo kalau mode jutek tuh persis banget kayak pantat panci."

Yuki, astagfirullah.

"Ngomong mulu, ngepel yang benar gih." Kelihatannya memang tengah membantu, tapi Stefan sebenarnya tidak benar-benar melakukannya. Berlaku menyuruh ini itu seolah dia merupakan juragan sedangkan Yuki menjadi babu. "Sebelah kaki lo tuh masih kurang bersih."

Bodo amat!

Selagi Stefan berkomentar, Yuki melihat jam arlojinya yang mendekati pukul tujuh. Ia menghela napas, kemudian mengingat-ingat tugas dari Pak Winarno yang belum juga rampung. Sebenarnya Yuki bukannya tidak berniat mengerjakan, tapi otak kecilnya sangat sensitif jika menyangkut matematika. Jujur nih, Yuki tidak mau dikatakan tong kosong nyaring bunyinya meski kenyataannya demikian. Dari pada mendapat hukuman dari Guru galak itu, Yuki mending beralasan tidak enak badan hingga bisa dengan leluasa tiduran di UKS.

Atau...

Kabur saja.

"Mikirin apa lo? Bokep mulu."

Mendadak Yuki jadi keki sendiri. "Terus?"

"Gue heran gimana bisa elo ngebajak status gue dan ngeposting foto lo disertai caption yang bikin gue mual?"

"Mual? Bilang aja lo langsung horny lihatnya." Cuih! "Ya gue emang seksi sih."

Berbicara dengan Yuki seringkali memancing emosi, setiap harinya Stefan ingin mengumpat. "Sebentar lagi bel, lo buruan deh selesain keburu ada anak-anak ada yang masuk sini."

"Kenapa?"

Begini pun masih bertanya?

"Lo nggak mikir? Ini tuh toilet cowok."

Namanya manusia, banyak salah dan khilaf. "Ya biarin aja, gue juga pengen tuh bisa lihat sebatang kayu sama semak belukar."

Ambigu banget! Tapi Stefan tahu betul apa yang dimaksudkan cewek itu. "Lo mau lihat?"

"Iya dong, biar pas married nanti nggak terkejoed." Ampun! "Lo punya itu memangnya Beb? Kok tanya-tanya?"

Kodratnya, semua cowok normal pun punya. Yuki yang senewennya astagfirullah membuat Stefan geleng-geleng kepala. "Jangan ngomong ngawur, kesambet jin baru tahu rasa."

Annoying VibesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang