Chapter 15

1.4K 246 52
                                    

Miyuki Sanae berubah menjadi pribadi kalem, itu yang sekarang terlintas di kepala Titi. Heran juga sebenarnya, ketika ditanya pun cewek itu hanya tersenyum simpul sambil mengatakan tentang masa depan.

"Kebanyakan gaul sama Stefan makanya elo jadi kayak gini." Betul. "Lo jadian sama dia?"

"Enggak."

"Lah kalau nggak jadian ngapain lo sama Stefan cipokan?"

"Ya normal aja sih, siapa yang nggak mau dicipok cowok ganteng."

Rusak! Bicara dengan Yuki sama saja bercermin pada batu. Yang Titi tahu, teman ceweknya satu ini beberapa bulan terakhir selalu dengan Stefan. Pulang pergi ke sekolah bersama, main dan jajan berdua, asumsinya mereka jelas memiliki hubungan khusus. Ya gimana sih, namanya hidup harus santuy. Yuki masa bodoh pada asumsi orang-orang dan tetap menjalani hidup nya dengan normal meski pun ada saja tuntutan dari Stefan resek. Mulai dari berpenampilan lebih sopan, meminimalkan kebiasaan mengumpat dan misuh-misuh segala jenis makhluk di kebun binatang. Apa lagi bicara dengan embel-embel 'Tot' di belakangnya. Norak dong ya? Tapi semua itu sudah cukup membuktikan jika Stefan peduli padanya.

"Sudah dulu ya Ti, gue mau ke kantin."

"Nitip pop mie."

Yuki lantas mengangguk santai sambil lalu berjalan keluar kelas. Sebenarnya doi tidak begitu lapar, mungkin ia akan membeli minuman saja nanti. Kebetulan hari sedang panas, heran sendiri kenapa anak cowok banyak yang memilih berada panas-panasan di lapangan. Entah itu untuk bermain sepak bola atau sekedar nontonin doang di pinggir. Ketika melewati koridor, Yuki menemukan Adek dan Yasa berada di kerumunan sana, ikut jadi penonton teman-temannya yang bermain sepak bola. Dibandingkan Titi, dua teman cowoknya itu tampaknya tidak begitu terganggu tentang kedekatannya dengan Stefan. Kalau kata Yasa, wes sekarepmu lur.

Yuki tiba ketika siswa-siswi telah banyak yang memenuhi kantin, harus mengantri terlebih dulu nih. Coba kalau Titi tidak menitip pop mie, Yuki hanya tinggal mengambil sprite di lemari pendingin lalu langsung membayarnya di kasir.

"Mas, pop mie satu sama fanta dong gue."

Lah dia siapa kok tiba-tiba langsung menyerobot ke depan? Tepat di sebelah Nana. Nyari masalah. "Heh! Ngantri!"

Sudah cukup tahu bagaimana sikap cewek itu, Yuki hanya bisa menghela napas selagi Nana mulai melontarkan sumpah serapah.

"Gue buru-buru."

"Anjirr, lo kira kita-kita ngantri begini iseng?"

"Apa sih gak jelas lo?!"

"Bangsat!"

"Stttt! Berisik!" Tidak lucu jika sesama cewek bertengkar di kantin begini, sukses menjadi tontonan orang-orang. Yuki merasa dirinya harus menengahi. Kalau dilihat-lihat, siswi yang berdebat dengan Nana cukup asing. Yuki memandanginya dari atas hingga bawah. "Lo anak kelas berapa?"

"Sepuluh." Terang-terangan menatap tanpa takut, boleh juga nih jadi calon penerus Yuki.

"Oh pantesan bocah!"

"Sssstttt!" Nana ini benar-benar berisik, lihat saja anak-anak lain sejak tadi hanya diam menjadi penonton setia. Yuki tersenyum kecut sembari mengeluarkan kertas kecil dan bullpoint di saku roknya, menuliskan sesuatu selagi melihat name tag anak kelas sepuluh itu. "Karena elo sudah membuat keributan, lo sekarang ke ruang bimbingan dan konseling ya? Ketemu langsung sama Pak Yoga, ini."

Gegayaan sekarang.

Yuki mah sombong sejak gaul sama Stefan!

"Mampus lo!"

Annoying VibesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang