"Siswa nomor satu di sekolah kita kan..."
Alexa menggantungkan kata kata nya sembari terus berfikir. Saira semakin dibuat kalut, baiklah daripada teman temannya berfikir yang tidak tidak lebih baik ia duluan saja yang memberi tahu mereka.
"Bukannya Ar-"
Perkataan Rayyna terpotong berkat ucapan Saira yang tiba tiba.
"Ardhan. Ja.. Jas itu punya dia"
Saira menggigit bibir bawahnya gugup menatap kedua sahabatnya yang menunjukkan ekspresi terkejut.
"Oh punya Ardhan"
Alexa bergumam lancar lalu menganggukkan kepala diikuti Rayyna yang melakukan hal yang sama pula.
3 detik kemudian..
"Whaatt?!"
Alexa dan Rayyna serempak memekik kaget. Bahkan suara mereka berdua terdengar nyaring sampai ke seluruh penjuru rumah.
"Demi apa Ardhan kesini..? Dia jenguk kamu? Kok gak bilang bilang sih"
"Bukannya anak osis ada pertemuan sama anak anak Garuda?"
Acara makan mereka akhirnya harus ditunda berkat kejadian ini. Alexa dan Rayyna terus menghujani Saira berbagai pertanyaan. Jas milik Ardhan membuat para jiwa jiwa penasaran bergejolak.
Sudah menjadi rahasia umum jika Saira adalah gadis yang dekat dengan seorang Ardhan, meskipun dirinya bernotabene kekasih orang. Termasuk Alexa dan Rayyna juga sangat mengetahui dengan jelas hal tersebut.
Cacian dan kata kata pedas selalu menjadi makanan sehari hari Saira setiap kali berpapasan dengan fans club Ardhan. Tak sedikit pula anak anak osis yang turut membenci Saira.
Mereka menganggap Saira adalah hama yang menganggu hubungan Ketua Osis dan Sekretaris kebanggaan mereka.
Alexa dan Rayyna tak begitu ambil pusing dengan hal tersebut. Namun jika orang orang yang membenci Saira sudah melakukan hal yang kelewat batas, mereka berdua sanggup pasang badan untuk melindungi gadis itu. Itulah gunanya teman bukan?
"I.. Iya tadi Ardhan kerumah. Terus dia ketiduran di sofa, pas bangun udah malem jadi buru buru pulang ampe lupa ngambil jas nya lagi"
Penjelasan Saira membuat Rayyna dan Alexa kurang puas.
"Ketiduran sampe malem? Kalian gak ngapa ngapain kan? Kamu gakpapa kan? Terus mesti ada acara lepas jas gitu?"
Rayyna berceloteh panjang lebar yang langsung disambut jitakan kepala oleh Alexa.
"Eh mulut lu kebiasaan nyerocos mulu"
Sergah Alexa memutar bola matanya malas lalu kembali lagi menatap Saira.
"Ra.. Duduk dulu aku mau ngomong serius"
Alexa menarik kursi mempersilahkan gadis yang memakai piyama beruang itu untuk duduk. Tepat disebelahnya Alexa dan Rayyna nampak mengikuti dan saling adu pandang.
Alexa menghela nafas.
"Ra.. Kita gak masalah kamu deket sama Ardhan, masalahnya... Kamu gak capek disakitin terus sama dia?"
Jujur saja Alexa mulai lelah setiap kali ia harus melihat Saira terus terusan menahan sakit dihatinya berkat seseorang bernama Ardhan.
Ayolah, ada banyak sekali laki laki di sekolahnya yang jauh lebih baik dari dia. Kenapa harus Ardhan? Kenapa harus laki-laki yang sudah jelas sudah memiliki kekasih.
"Dia gak pernah nyakitin aku kok gi.."
Saira berusaha tersenyum menenangkan sahabat nya yang mulai khawatir dengan hubungan tidak jelas antara dirinya dan Ardhan.
"Iya dia gak pernah nyakitin kamu,lebih tepatnya kamu yang nyakitin diri sendiri. Ardhan udah bahagia sama Sherlyn ra.. Udah kelihatan kan kalo Ardhan serius sama hubungan mereka berdua. Terus ngapain kamu masih aja berharap sama dia?"
Rayyna merasa kasihan dengan sahabatnya yang satu ini. Tidak salah jika perempuan jatuh cinta dengan laki laki yang mampu membuat dia bahagia.
Bagian yang salah adalah ketika laki laki itu juga sumber bahagia gadis lain.
"Maaf.."
Hanya itu kata kata yang keluar dari bibir tipis Saira. Dirinya bahkan tidak tahu apa yang harus dikatakannya ketika hari ini tiba.
Hari dimana teman temannya akan menanyakan kesungguhan perasaannya.
"Jika suatu hari kamu merasa sudah cukup. Gak usah diterusin ra.. Buat apa mengharapkan dia yang mencintai gadis lain? Kamu gak serendah itu buat ngemis cinta sama dia"
Alexa menambahkan dengan kalimat yang cukup pedas. Namun jika tidak begini, Saira mungkin tidak akan sadar siapa dia di posisi nya yang sekarang.
Saira mengangguk menyetujui ucapan Alexa. Gadis itu benar.
Ia harus melupakan Ardhan, harusnya dirinya sadar diri selama ini.
Saira sudah memberatkan Ardhan dengan selalu bergantung pada laki laki itu. Mungkin tanpa sadar dirinya juga telah menyakiti Sherlyn.
Sudah cukup Saira sudah lelah sekarang seiring dengan sesuatu didalam hatinya yang berdenyut menyakitkan.
"Kamu bener Lexa.. Aku udah nyusahin Ardhan sama Sherlyn. Terus kayak cewek bodoh yang masih aja berharap sama Ardhan. Aku bakal ngelupain dia.."
Ucap Saira bersungguh-sungguh meskipun ia tahu hatinya menolak dengan keras.
Melupakan Ardhan?
Apa ia sanggup..
Rayyna dan Alexa tersenyum tulus.
"Pelan pelan aja ra.. Kita tahu ini gak mudah buat kamu. Setiap keputusan kamu kita pasti dukung, kita juga ngelakuin ini buat kebaikan kamu ra.. Semoga kamu ngerti ya"
Rayyna menenangkan Saira yang sepertinya mulai bergetar menahan tangis.
"Aku ngerti kok Rayyna.. Terimakasih ya"
Alexa dan Rayyna pun merangkul Saira. Menenangkan gadis itu dari perihnya di jatuhkan oleh cinta.
Mereka berharap setelah ini akan ada cinta yang jauh lebih baik dan cinta yang tidak akan menyakiti sahabatnya lagi.
***
"Sebenarnya kamu itu hanya pelarian baginya. Tempat mengistirahatkan luka,tempat meringankan beban yang ada di hatinya.."
"Dia tidak mencintaimu,dia hanya sedang berlari dari cintanya yang tak bisa mencintainya.."
Farel menghembuskan nafas nya kasar, matanya memandang lurus kearah langit malam yang nampak mendung nan berbintang. Beberapa tetesan air nampak jatuh dari ujung rambutnya yang basah.
Tertiup angin malam yang terasa dingin menusuk kulitnya. Farel memakai kaos abu-abu pendek plus celana panjang berwarna gelap.
"Bagaimana kabarmu...."
Farel meraih handuk lalu mengeringkan rambutnya yang masih basah. Ia baru saja pulang kerumah dan bergegas mandi.
Disinilah laki laki itu sekarang, berdiri sendirian di balkon kamarnya di lantai dua.
Baiklah scene nya sangat pas dengan suasana. Persis seperti adegan galau di berbagai drama.
"Apa kau baik baik saja..?"
Tanya Farel lebih tepatnya bergumam pada dirinya sendiri.
Masih sama.
Farel menatap lekat benda pipih persegi panjang di tangannya.
Lebih tepatnya memandang layar handpone yang menampilkan gambar seorang gadis bersurai gelap yang tengah tersenyum kearah kamera.
Hal yang dilakukan Farel setiap hari
Terus menerus
Hari demi hari..
Bulan demi bulan..
Sampai tahun demi tahun berlalu..
"Aku selalu menunggumu.. Meski kamu sendiri tak tahu.. Meski aku tahu kau takkan kembali padaku"
Farel mengusap wajahnya pelan lalu mengeratkan genggaman pada ponselnya.
Menundukkan kepalanya dalam lalu berkata lirih..
"Aku merindukanmu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANCE
Teen Fiction"Hidupku begitu gelap.. layaknya langit malam yang tak dapat menunjukkan warna lain selain hitam. Luka ini terlalu dalam.. layaknya jurang yang tak berdasar dan mimpi buruk yang tak pernah usai. Namun semua tak lagi sama, ketika kau hadir dalam lemb...
