Saira dibuat bungkam untuk kedua kalinya. Mata nya tidak mungkin salah lihat, jika sekarang sudah berdiri seorang laki-laki yang tengah memayungi dirinya.
Gadis itu dibuat merinding dan berusaha melihat situasi di kanan dan kirinya. Apakah sekarang ia tengah bermimpi atau justru tak sengaja menjadi tokoh utama film sinetron?
"Untuk apa kau kemari Revan..?"
Keheningan itu dipecahkan oleh suara berat Ardhan. Dari sorot mata gelapnya bisa dipastikan lelaki itu sangat tak suka dengan keberadaan Revan.
Melihat aura tak bersahabat dari Ardhan membuat sudut bibir Revan sedikit terangkat.
"Memangnya pemakaman ini tempat tinggalmu? Sampai aku harus diundang terlebih dahulu baru bisa kemari.." sungut Revan sedikit terkekeh.
Dalam situasi ini Saira bisa melihat sendiri
Tatapan tajam dari sang pemilik mata gelap Ardhan bertemu dengan sorot teduh menenangkan milik Revan.
"Jangan menguji kesabaran ku Revan.. Silahkan kau pergi jika masih sadar diri"
Ucap Ardhan dingin
Glek
Saira menggigit bibir bawahnya gugup. Aura di sekitar nya berubah menjadi panas padahal harusnya dingin karena hujan.
Mata gadis itu melirik kearah Revan yang yang tersenyum miring.
"Ngomong-ngomong soal sadar diri, tidak kah kau berfikir bahwa kau lebih tidak sadar diri dibanding aku..? Ketua Osis yang terhormat"
Revan makin tersenyum kala melihat Ardhan yang mengepal kedua tangannya kuat. Seraya akan segera menghajar nya di depan Saira.
Revan sangat paham jika sekarang Ardhan hanya menahan diri agar tidak menghabisi nya di hadapan Saira.
Menarik sekali
"Bagian mana dari diriku yang kau sebut tidak tahu diri itu hah..?"
Balas Ardhan
"Bukankah rasa nya begitu lucu melihat mu yang begitu menjaga Saira namun tak ingat akan keberadaan Sherlyn..?"
Saira menunduk dalam ketika telinga nya dibuat panas mendengar Revan menyebut nama gadis itu.
Gadis yang menduduki posisi teratas dalam hati nya Ardhan.
Sangat jauh berbeda dengan dirinya.
Jangankan untuk menggeser posisi Sherlyn..
Untuk sekedar mengharapkan ruang kecil di hati Ardhan pun ia tak berani.
"Jangan bawa-bawa Sherlyn dalam urusan kita. Jika memang kau berani-"
Lagi-lagi perkataannya dipotong oleh Saira.
Ardhan dan Revan mengalihkan pandangan kearah gadis itu.
"Sudahlah. Lebih baik kalian pulang sekarang"
Saira berkata pelan namun menunjukkan segala makna dari raut wajahnya.
Ia sedang sangat tidak mood jika harus melihat kedua mahluk menyebalkan yang menyandang title Ketos tapi terlihat seperti kucing dan anjing yang tak pernah akur.
Saira mau pulang
Bermaksud ingin berbalik namun lengan nya justru di tahan Revan.
"Kalau begitu kau tak keberatan kan jika aku membawa Saira dalam urusan kita..?"
Tantang Revan
"Re.. Revan hentikan!"
Kesal Saira karena Revan benar-benar tak mengerti situasi nya sedang buruk sekarang.
"Hanya aku kandidat terkuat yang bisa menggantikan posisi Ardhan. Ya kan Saira...?"
Tatapan Revan beralih kearah mata coklat gadis itu. Ia sengaja menahan Saira agar gadis itu tak pergi begitu saja.
"Jangan bercanda Revan"
Balas Saira dingin.
Ya tuhan.. Tolong selamatkan aku
Batin Saira
"Kalau begitu kau tinggal jawab maka aku akan sadar akan posisi ku.."
Suara lirih itu mengiris tajam hati Saira.
Ardhan berkata dingin namun terlihat penuh kesungguhan di dalamnya.
"Aku atau Dia...?"
Saira terkejut dengan pertanyaan yang keluar sendiri dari Ardhan.
Bagaimana bisa dia memberikan pertanyaan berat seperti itu. Saira tahu jika Ardhan tak pernah main-main dengan perkataannya.
Gadis itu bingung
Apa yang kau lakukan Saira?
Bukankah ini kesempatan bagus untukmu agar segera melupakan Ardhan?
Ardhan harus tahu jika kau bukan budak cinta yang akan selalu berharap bodoh dengan lelaki yang sudah memiliki kekasih.
Iya benar begitu
Saira terdiam menatap Ardhan dan Revan bergantian. Memang benar jika ia ingin melupakan Ardhan.
Namun jika ia diharuskan memilih salah satu. Tidak kah sudah jelas jika Saira akan memilih Ardhan.
Gadis itu menatap Revan.
Saira sudah pasti memilih Ardhan. Namun ia tak ingin menyakiti perasaannya Revan.
Saira bukan gadis sejahat itu
Namun
"Tidak perlu dijawab.. Aku sudah tau jawabanmu"
Suara berat itu menarik Saira dari lamunan singkat nya. Belum paham akan situasi yang kini berubah secara drastis.
Ardhan hanya mengucapkan kata itu lalu berbalik dari sisi Saira. Meninggalkan gadis itu dengan pertanyaan yang belum sempat ia jawab.
"Ardhan..? Kau.. Kau mau kemana?"
Saira refleks bergerak karena Laki-laki itu mulai menjauh dari tempatnya. Kenapa lagi ini?
"Kau memilih nya kan..? kalau begitu aku yang akan mundur."
Setelah mengatakan itu Ardhan kembali melangkah kan kakinya menjauhi Saira dan Revan.
Tak sadar kaki Saira bergerak ingin mengejar sosok Ardhan yang kini makin menjauh. Tak kuat melihat punggung laki-laki itu yang semakin jauh dari pandangannya.
Tanpa ingin menoleh sedikit pun kearah Saira yang terasa ingin menangis. Ardhan tetap berjalan dan masuk kedalam Lexus Hitam yang terparkir tak jauh dari sana.
"A.. Ardhan"
Saira bergerak berniat menyusul laki-laki itu. Namun lagi-lagi tangannya ditahan Revan dengan cepat.
"Untuk apa mengejarnya Saira. Ardhan sendiri yang meninggalkan mu."
Ucap Revan dingin
Sudah terlambat. Mobil itu sudah pergi dari pemakaman tempat Saira berdiri.
Ardhan sudah pergi..
Untuk pertama kali nya Ardhan meninggalkan Saira sendiri di tengah hujan..
Sakit
Ardhan tak pernah sekalipun meninggalkannya di saat seperti ini..
Bahkan laki-laki itu tak sedikitpun menoleh kearah nya..?
Mengapa ia memilih pergi
Apa salah Saira..
Tidak
Ardhan bukan hanya pergi
Karena kenyataan nya ia tak pernah benar-benar datang..
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANCE
Teen Fiction"Hidupku begitu gelap.. layaknya langit malam yang tak dapat menunjukkan warna lain selain hitam. Luka ini terlalu dalam.. layaknya jurang yang tak berdasar dan mimpi buruk yang tak pernah usai. Namun semua tak lagi sama, ketika kau hadir dalam lemb...
