ASPIA 02

44.7K 5.1K 217
                                    


Aku memijit kakiku yang rasanya pegal. Apalagi jempol kananku lecet karena tadi gak pakai sepatu. Duduk berselonjor di atas kasur dengan memegang salep pereda rasa nyeri. Badanku juga rasanya remuk, tanganku pegal, telingaku apalagi terasa ada yang berdengung.

"Bakpiaaa isi jamur, mabar yuk."

Teriakan Kenan langsung membuat aku menatap pintu kamar yang langsung terhempas. heran sama itu anak, tenaganya kuat banget.

"Males, mbak abis ini mau bobok. Capek." Aku meletakkan salep dan kini mulai menarik selimut saat Kenan tiba-tiba sudah duduk di tepi kasur. Adik bungsuku itu kini mengernyit lalu menatap kakiku.

"Emang di kantor disuruh lari 5 kilo meter apa? Itu kaki kok bengkak kayak gitu?"

Tentu saja aku langsung melotot ke arah Kenan. "Enak aja kaki bengkak, udah dari sononya gede Kenaaaaaan."

Tawa Kenan langsung terdengar, tapi kemudian dia bersedekap layaknya pria dewasa yang sedang serius. Persis ayah lagi marahin aku lagaknya.

"Tadi Mas Dimas kecewa loh bakpia nanas gak ikut pulang. Malah Mas Dim bilang sama Ken, suruh mbak keluar aja dari kerja. Kasihan gitu katanya lihat lembur terus. Ecieeee perhatian ih kakak ipar."

Aku langsung memberengut mendengar ledekan Kenan. Kuhela nafasku dan kini menyandarkan kepalaku di atas bantal. Dimas itu memang baik, pria yang mapan juga. Dari keluarga baik-baik. Dan alasan aku menerima perjodohan ini ya karena aku patuh sama ayah. Pilihan ayah yang terbaik buatku itu aja. Cuma aku belum sreg sama Dimas ini. Apalagi sekarang bilang aku suruh keluar kerja, lha belum jadi istri aja udah ngatur-ngatur.

"Emang bakpia goreng gak suka ya sama Mas Dimas?"
Kenan kini malah makin kepo dengan tidur di sebelahku dan mencondongkan tubuhnya. Suka kepo akut dia ini.

"Bukan urusan kamu anak kecil."

Kuacak rambutnya dan membuat Kenan langsung menggerutu, paling tidak suka kalau aku acak-acak rambutnya.

"Ken udah gede tahu."

"Iya tapi masih suka ciumin pipi Caca yang gembil. Udah gede kok masih buat anak kecil nangis."

Kali ini ucapanku malah membuat Kenan tertawa, "Habisnya adiknya Alvin itu pipinya kayak bakpao, kalau dicium bikin nagih. Mentul-mentul gitu."

Dih ini anak. Dia emang jahil kalau sama Caca, anaknya Om Zain dan Tante Rumi, sahabatnya ayah dan bunda. Jadi mereka punya anak yang seumuran Kenan, namanya Alvin sama yang bungsu si Caca, masih kecil tapi lucu emang. 5 tahun dan menggemaskan.

"Udah aha sono, mau bobok. Ngantuk."

Aku mendorong Kenan yang masih kekeh aja tidur di sebelahku.

"Mau tidur sini aja."

Aku langsung mendorong tubuhnya lagi.

"Kagak pake tidur sini, kemarin malam ninggalin pulau kapuk kamu. Bau lagi."

Kenan menjulurkan lidah saat aku mendorongnya untuk berdiri. Tapi kemudian ketukan di pintu kamar membuat kami teralih.

"Pia, ada bos kamu nyariin diluar."

Bude mengatakan itu saat muncul dari balik pintu.

"Bos?"

Bude menganggukkan kepala dan tersenyum "Iya, ih ganteng loh bos kamu."

Astaga.

****** 

Ini udah malem, kaki pegel dan rasanya mengantuk. Tapi dua cowok di sebelahku malah asyik main game. Bos Aslan ke rumah, memberikan ponselku yang ternyata tertinggal di kantor. Aku juga ceroboh tadi saat meninggalkan kantor. Habisnya si bos nyiksa aku dengan suruh ketik panjang kali lebar laporan selama satu tahun ini. Mana aku suruh pulang sendiri lagi, cuma ngasih ongkos buat naik taksi udah gitu doang. Kejem emang. Aku jadi ragu kalau dia ketua OSIS yang pernah aku taksir dulu. Cuma namanya aja kali yang sama, tapi kelakuan minus.

"Ini makanan udah habis, mau pulang jam berapa?"

Aku menunjuk dua mangkuk besar di atas meja yang isinya tadinya ramyeon. Jadi si bos itu ngajakin aku dan Kenan buat makan di sini. Katanya lapar, kebetulan juga deket rumah bude ada restoran korea yang instagramable banget. Sejak kapan hari aku pingin ke sini cuma belum sempet. Ya udah deh aku seret bos ke sini eh tahunya dia mau loh. Makanya kami sekarang ada  di Chingu cafe, restoran bergaya korea yang sangat korea banget. Bahkan menunya aja tertulis dengan harga won. Rasanya enak, dan yang pasti buat yang berkunjung senang karena di samping tempat makan ada tempat untuk foto-foto yang kece abis. Aku tadi udah foto-foto sendirian tapi, abisnya si duo cowok gamers itu langsung sibuk sendiri. Setelah pembicaraan mereka nyambung tentang games.

"Bakpia es lilin, bentaran ah. Lagi nanggung ini, apalagi ada free wifi."

Itu celetukan Kenan dan membuat Si bos kembarannya ketua osis yang aku taksir kini menatapku.

"Kamu udah ngantuk?"

Kuanggukan kepala "Banget."

Si bos kini meletakkan ponselnya lalu bersedekap dan menatapku.

"Kerja kamu gak becus, tadi ketikannya salah semua. Terpaksa aku harus ulangi semua. Bisa gak sih kerja yang bener?"

Lah dia malah nyolot? Nyebelin emang ini bos brewok. Ih itu cambangnya yang lebat gitu bikin aku merinding.

"Namanya juga udah capek pak, suruh lembur, ya maaf kalau buat salah."

Aku mengaduk-aduk ramyeonku. Aku memang gak lapar dan kesal karena si bos mengganggu waktu isitirahatku.

"Ya udah kita pulang."

Si bos sudah beranjak dari duduknya tapi Kenan yang mendesah kecewa.

"Yah kok pulang si mas bos, ini lagi nanggung ih bentar lagi dapat poin."

Tuh kan si Ken ken ini emang rese. Dan tentu saja si bos dengan senang hati malah megang ponselnya lagi dan menuruti keinginan Kenan. Dasar.

***** 

"Si Ken Ken ngorok  itu?"

Aku melongok ke jok depan, dan beneran Kenan sudah tidur pulas. Ini udah pulang dari restoran, tapi entah kenapa si bos malah ngajak putar-putar. Katanya suruh nganterin ke apotik yang buka 24 jam buat beli obat. Lah tapi dari tadi cuma muter-muter gak jelas.

"Biarin, dia kecapekan."

Jawaban si bos membuat aku bersandar di jok belakang lalu menguap lagi. Beneran aku capek ini.

"Sofia.."

"Heeemmm."

"Tadi yang jemput siapa?"
Aku menguap lagi dan kini menatap spion depan. Bos tidak menatapku dan fokus ke kemudi.

"Siapa?"

Aku malas jawabnya, habis kayaknya dayaku cuma tinggal 15 persen. Kalau baterei ponsel itu udah warna merah dan perlu di cas.

 "Yang jemput pake Fortuner hitam."

Mataku langsung melek seketika lalu menatap belakang kepala si bos. Dia kok ngamatin ya?

"Ehmm dokter Dimas."

Tidak ada jawaban lagi darinya, yang membuat aku kembali memejamkan mata. Mobil berhenti tapi aku sudah ke alam mimpi. Saat terdengar suara memanggil namaku aku kembali dibawa ke alam nyata. Kantuk masih menderaku.

"Udah sampai rumah, dan ini aku belikan vitamin  dan plester buat kakinya.."

Suara itu beneran buat aku terbangun. Si bos sudah menghadap belakang lalu mengulurkan satu tas kresek warna putih dengan logo apotik. Aku menerimanya.

"Bos beliin saya?"

Dia hanya menganggukkan kepala dengan datar. Lalu kami saling bertatapan dan aku benar-benar melihat sosok Kak Atma dari matanya.

"Bapak beneran Kak Atmanya Pia kan?"

Dia mengernyit saat mendengar aku mengatakan itu tapi kemudian dia beralih ke depan lagi. Membuka seatbeltnya lalu turun dari mobil. Membangunkan Kenan yang malas untuk tapi akhirnya bangun juga. Saat aku mengikuti turun dari mobil dan melangkah ke teras rumah bude, Kenan sudah masuk terlebih dahulu. Kini si bos berbalik lalu bertemu lagi denganku.

"Kalau aku kak Atma nya kamu, aku menagih janji setia kamu."

BERSAMBUNG


SIAP MAS BOS! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang