ASPIA 40

25.4K 4K 121
                                    


Sejak tersebarnya undangan di kantor, semuanya menjadi heboh. Setiap kali aku lewat misalnya, di bagian marketing pasti anak-anak akan menggodaku. Atau bertemu anak-anak di bagian administrasi, juga sama. Sampai akhirnya aku bertemu dengan Mas Dino, saat aku habis ambil data di Rani. Kami bertemu di koridor deket tangga.

"Sofia."

"Mas Dino."
Aku menganggukkan kepala mendengar panggilannya. Mas Dino tampak menatapku lekat. Lalu bersedekap dan kini mulai bertanya "Kamu beneran udah mau nikah sama Pak Aslan ya?"

Tentu saja pipiku terasa begitu panas, topik satu ini masih saja membuatku tersipu.

"Iya Mas."

Mas Dino tampak terkejut, tapi kemudian tersenyum "Wah pantesan Pak Aslan sama aku kayak yang gimana gitu. Padahal aku malah nggak ngerti salah apa aku ini. Ternyata, selera kita sama. "

Deg

Aku menatap Mas Dino yang kini tersenyum canggung.

"Aku tuh suka sama kamu Pia, tapi yah sayang udah kedahuluan sama Pak Aslan. Selamat deh ya. Semoga lancar sampai hari H."

Ucapan tulus itu membuat aku menganggukkan kepala, Mas Dino itu pria yang baik.

"Makasih Mas. "

"Ya udah sana gih, entar dikira aku nawan istri bos lagi."

Mas Dino menyeringai dan memberiku jalan. Aku sendiri menganggukkan kepala lagi dan menaiki tangga yang membawaku ke ruanganku. Tapi sebelum sampai di kantor, langkahku terhenti. Benar-benar yang mendadak begitu, karena aku melihat sosok yang memunggungiku itu dan seorang wanita yang ada di sebelahnya sedang...

"Mas.."

Aslan tampak terkejut mendengar panggilanku. Dia langsung berbalik, dan langsung melepaskan tangan wanita yang tadi ada di lengannya. Aslan langsung menyugar rambutnya dan melangkah ke arahku. Tapi aku sudah melihat semuanya.

******

GRUP NARNIA

Asih: Pia kamu ngambek beneran ini? Nggak balik kantor lagi? Duh si Bos galau loh

Melly: Ih aku kalau jadi Mbak Pia juga pasti marah lah. Masa suaminya diam aja di gandeng ama si centil Noni itu. Tahu sendiri kan, Noni itu cuma anaknya Manajer gudang. Tapi gayanya sok. Lagian dia darimana datangnya gitu langsung pegang-pegang tangan Pak bos?

Nino: Hust gibah aja... kerja! Eh tapi beneran nih tadi Pak Bos pegangan tangan sama Noni? Masa?

Asih: Iki malah do nambah emosi, kasian Pia. Enggak kok, tadi tuh aku yang lihat sendiri, jadi si Noni itu tiba-tiba datang gitu. Pak Bos kan lagi mau masuk ke ruangan terus mau bicara sama aku soal produk baru yang belum aku pelajari itu. Eh tahu-tahu si Noni langsung pegang tangan Pak Bos. Kayaknya Pak Bos tuh belum sadar, pas Pia lihat. Gitu loh Pia. Jangan ngambek dong ya, sumpah demi bulu mata kuda liarku nih, kalau aku bohong nanti pada mruthuli siji-siji [lepas satu-satu]

Aku menghela nafas saat membaca pesan dari grup wa. Tadi memang aku langsung menghindar, dan mengambil tas lalu langsung pulang. Aslan mengejarku sampai tempat parkir hanya saja dia memang tidak bisa mengikutiku karena masih jam kerja. Dia itu profesional, iya memang aku yang kekanakan kayaknya. Harusnya aku ngomong baik-baik ama Aslan, tapi aku malah ngambek. Dan sekarang pulang ke rumah Bude.

Untung Kenan belum pulang sekolah, dan Bude tidak bertanya kepadaku. Aku langsung masuk ke dalam kamar. Ternyata memang begini kalau menikah satu kantor, semuanya akan kacau kalau ada masalah. Aku memahami ini semua. Kurebahkan kepalaku di atas bantal. Masalah ini membuat aku pusing, aku perlu tidur.

******

Usapan lembut di keningku membuat aku terjaga. Dan aku bisa melihat kalau Aslan sudah duduk di tepi kasur. Wajahnya muram, rambutnya acak-acakan dan bajunya kusut. Aku mengernyit melihat dirinya seperti itu.

"Iam sorry."

Ucapan itu terdengar begitu lirih, ingin rasanya aku langsung memaafkan karena melihat Aslan begitu kacau saat ini. Tapi aku masih terluka saat tadi melihat wajah Aslan yang merasa bersalah.

"Udah pelukin aja terus."

Ucapanku membuat Aslan kini menghela nafasnya, dia menyugar rambutnya dan kini menatapku. Lalu mengulurkan tangan untuk membantuku duduk. Aku membenarkan rambutku yang berantakan, tapi Aslan juga melakukan itu.

"Aku nggak tahu siapa cewek itu Pia. Dia tiba-tiba nyamperin dan langsung gandeng. Padahal aku sedang bicara sama Asih. Kalau nggak percaya kamu tanya Asih deh."

Ucapan Aslan membuat aku menghela nafas, Mbak Asih memang sudah menjelaskan kepadaku, tapi aku memang masih kesel aja sama Aslan. Entah apa itu.

"Mas, Pia nggak suka mas mau aja dipegang tangannya gitu."

Akhirnya kuucapkan hal itu membuat Aslan malah kini tersenyum tipis.

"Kamu beneran cemburu ya?"

"Maasss ini serius."

Aku melotot ke arah Aslan, dia langsung menghentikan senyumnya dan berubah serius lagi.

"Ok. Aku jelasin ya, aku gak seneng dipegang tangannya. Nah pas apesnya kamu lihat, itu tuh belum ada seperkian detik dia pegang tanganku, terus kamu lihat. Aku memang mau melepaskannya Pia."

Aku menatap Aslan yang kini tampak putus asa untuk menjelaskan sesuatu yang sebenarnya masalah kecil kepadaku. Tapi akunya memang masih keras kepala. Sebel rasanya.

"Kalau nggak percaya, kamu telepon cewek tadi, terus boleh deh kamu maki-maki. Udah godain suami kamu."

Aslan mengeluarkan ponselnya dan menyerahkan kepadaku. Tapi aku hanya menggelengkan kepala. Toh buat apa? Aku malah terlihat kekanakan kalau melakukan hal itu.

"Mas punya nomernya?"
Aslan kini memejamkan mata seperti menahan emosi, lalu kemudian membukanya lagi.

"Dari dua hari yang lalu ada nomer cewek yang masuk, nanya-nanya macem-macem. Eh tahunya emang dia.  Males juga lihatinnya. Kamu aja yang balesin sana."

Aslan membuka tanganku dan meletakkan ponselnya di tangan. Tapi aku malah menggelengkan kepala lagi.

"Enggak mas. Nggak mau. Pia jadi kayak anak kecil. Udah mas aja."

Akhirnya aku mengatakan hal itu membuat Aslan sepertinya terkejut. Dia membuka mulut tapi kemudian menutupnya lagi. Tidak jadi untuk berbicara.

"Serius?"

Kuanggukan kepala lagi dan membuat Aslan langsung mengecup keningku. Rasanya itu begitu damai saat tersentuh oleh bibirnya yang hangat itu. Dengan tangan merangkul bahuku, Aslan kini menelepon cewek yang bernama Noni itu.

"Halo. Maaf saya tidak kenal anda dan jangan ganggu lagi. Saya sudah beristri dan tidak berminat berteman dengan wanita manapun."

Aku terkejut dengan ucapan tegas Aslan.  Aslan mematikan ponselnya lalu meletakkan ke atas nakas. 

"Udah?"

Aslan menganggukkan kepala lalu merengkuh tubuhku dan membuat aku terkejut.

"Mas.."

"Husst. .aku rasanya ingin segera pulang tadi pas lihat wajah sedih kamu. Tapi kerjaan kantor kan gak boleh ditinggal. Tapi aku kacau kalau lihat kamu kayak tadi. Jangan buat aku bingung lagi ya?"

Wajah Aslan kini menyuruk di leherku. Nafasnya terasa hangat, dan kemarahanku menguap sudah. Pria ini memang manis.

BERSAMBUNG 

HOHOHOHO ASPIA BALIK LAGI






SIAP MAS BOS! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang