ASPIA 26

23.6K 4K 189
                                    


"Cantik."

Aku menggumam di depan Mbak Nisa yang baru saja selesai dirias. Dia mengenakan gaun pengantin warna putih tulang, serasi dengan hijab yang dipakainya. Tiara mungil bertengger di kepalanya. Mbak Nisa benar-benar seperti putri raja.

"Kamu juga cantik Pia.."

 Mbak Nisa mengucapkan itu kepadaku membuat aku menatap diriku sendiri di cermin. Aku memang pagi ini memakai seragam keluarga. Yaitu kebaya warna merah muda, yang membebat tubuhku dengan cantiknya. Tadi sih sudah melihat sepupuku juga dirias dengan baju yang sama. Tapi mereka semua memakai kebaya warna merah, bukannya merah muda sepertiku. Kalau bunda bilang, aku kan adiknya Nisa jadi dibedakan.

Aku berbalik dan melangkah ke arah Mbak Nisa. Menemaninya duduk di tepi kasur. kamar yang sudah dihias sedemikian rupa menjadi kamar pengantin. Ada tebaran bunga mawar di atas kasurnya, ada kelambu yang dihiasi dengan bunga-bunga cantik. 

"Mas Rifat udah datang?"
Mbak Nisa menganggukkan kepala dan menunduk. Aku melihat wajahnya tersipu malu. Ih dia kok masih malu-malu gitu ya? Efek memang belum saling mengenal. Gak kayak aku yang sekarang malah banyak berantemnya sama Aslan. Dia makin jahil kepadaku. Tapi setelah dipanggil ayah kemarin, aku tidak melihatnya lagi. Bahkan saat pengajian sore hari, Aslan juga sibuk membantu bersama para pria. Sedangkan aku ada di dalam rumah bersama para wanita.  Aslan juga tidak berpamitan kepadaku saat dia pulang ke rumahnya. Ngeselin emang.

"Sah."

Suara itu terdengar begitu lantang. Kamar yang kami tempati ini memang bersebelahan dengan ruang tamu yang digunakan sebagai akad nikah pagi ini. Mbak Nisa langsung menoleh ke arahku. Matanya berkaca-kaca.

"Selamat ya mbakku sayang."

Aku memeluknya erat. Aku juga merasa bahagia.

**** 

"Ganteng banget sih bun suaminya Mbak Nis?"

Aku menggelendot manja di lengan bunda. Setelah akad nikah dan acara makan-makan untuk tamu undangan yang hadir di acara akad nikah. Kami akhirnya bertolak ke sini. Balroom hotel tempat diadakannya resepsi pernikahan Mbak Nisa dan Mas Rifat. Saat tadi pertama melihat suami Mbak Nisa aku sampai melongo. Beneran mereka itu serasi. Cantik dan ganteng.

"Gak gantengan Aslan gitu?"

Tuh kan bunda menggodaku. Aku memberengut dan kini menegakkan diri.  Duduk di sebelah bunda karena kecapekan tadi menerima tamu. Bunda juga berpamit turun dari pelaminan karena ingin minum es. Posisi kami ada di ujung ruangan. Tertutup dengan meja-meja prasmanan dan stand-stand makanan yang tersedia.

"Emang bunda udah liat? Dari pagi juga dia belum datang."

Bunda meminum es buah di tangannya, lalu menatapku.

"Loh kamu belum ketemu? Lha Aslan udah datang sejak tadi subuh kok. Masa kamu belum ketemu?"
Mataku membelalak mendengar ucapan bunda. Aku langsung mengedarkan mataku ke seluruh balroom. Tapi memang tidak ada Aslan. Di barisan penerima tamu juga cowok-cowoknya ada sepupu-sepupuku, Kenan, Alvin dan Om Zain. Di sebelahnya aku malah melihat Tante Rumi dan juga Caca, yang tampak imut dengan gaun warna merahnya itu.

"Bunda bohong nih."

Bunda kini merapikan kerudungnya dan sudah beranjak dari kursinya.

"Enggak kok. Dia ada tadi bantu-bantu ayah malah. Dia jadi asistennya ayah. Udah,  bunda mau ke pelaminan dulu. Gak enak masa ibu mempelai wanitanya ilang."
Bunda langsung bergegas meninggalkanku. Aku hanya menghela nafas, malas untuk ikut bergabung lagi ke deretan penerima tamu. Kakiku tuh lecet, gak biasa pakai high heels kayak gini.

"Nyariin aku?"
 

"Astaghfirullah."

Aku mengusap dadaku dengan tangan saat mendengar suara itu. Aslan sudah ada di sampingku. Lalu menyeret kursi lipat yang ada di depannya. Meletakkan agak jauh dariku lalu duduk. Aslan mengenakan jas warna cream sesuai dengan seragam keluarga. Tapi kalau lainnya dasinya warna merah marun, dasi yang dikenakan Aslan kini berwarna pink. Serasi dengan kebaya yang aku kenakan.

"Aih siapa yang cariin coba?"

Aku menatap depan dan mengamati tamu yang masih antri berbaris untuk bersalaman dengan mempelai. Lantunan lagu dari wedding singer membuat aku ikut terhanyut.

"Ya udah, aku yang cariin kamu."

Ucapannya itu membuat aku langsung menoleh ke arah Aslan. 

"Memang nyariin Pia mau apa?"
 Aslan menghela nafasnya dan kini diam. Dia hanya mengamati wajahku, tapi kemudian mengalihkan tatapan.

"Astaghfirullah. Lama-lama aku yang dosa sendiri ini. Kamu terlalu cantik untuk ditatap."

Ucapannya itu tentu saja sukses membuat rasa panas di  wajahku terasa. Aku langsung menangkup wajah dengan kedua tangan.

"Emang cantik? Yang ada Mbak Nisa tuh cantik. Kayak putri raja."

Aslan kembali menoleh ke arahku dan tersenyum.

"Kamu kayak putrinya ayah Kafka yang selama ini aku cintai."

Aih... dia ini belajar gombal darimana sih? Dari kemarin tuh buat jantung terus berdegup kencang tak karuan.

"Ih, gombal."

 Kali ini aku bisa mendengar tawa yang terdengar begitu renyah. Aslan dalam suasana hati yang baik.

"Pia.."

Aku langsung menoleh ke arahnya. Dia tampak menatapku serius kali ini.

"Kita nikah aja yuk sekarang."

BERSAMBUNG


SIAP MAS BOS! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang