ASPIA 39

24.2K 3.7K 138
                                    


SUAMI SAH-NYA SOFIA POV

Pertanyaan. Itulah yang sedang aku hadapi saat ini. Sejak memberikan pengumuman kalau aku akan menikah dengan Sofia semuanya heboh. Termasuk dari kantor pusat.

"Kamu kok nggak bilang dulu kalau akan menikah, terlebih dengan Sofia. Anak buah kamu dan satu divisi."

Suara berat di ujung sana membuat aku mengusap wajah. Pak Bani, atasanku sudah menginterogasi.

"Maaf Pak. Bukan begitu, tapi kontrak kerja saya satu bulan lagi juga habis. Sudah bilang sama Bu Eli, saya akan mengundurkan diri. Bapak juga tahu itu."

Aku memang sudah berniat mengundurkan diri sebenarnya. Tapi semua belum tahu, termasuk Pia. 

"Aku tahu tapi belum menyetujui pengunduran kamu itu. Cabang Yogya berkembang dengan adanya kamu, dan kenapa kamu ngeyel mau keluar?"

Aku kembali menghela nafas, selalu saja alot kalau ditelepon Pak Bani, dia tidak setuju aku mengundurkan diri.

"Kalau saya tidak mengundurkan diri, sama saja saya dan Sofia tidak satu divisi lagi."

"Ya udah Sofia saja yang mengundurkan diri. Aku belum menerima kamu untuk mengundurkan diri. "

Setelah mengatakan hal itu Pak Bani langsung menutup sambungan. Kuhela nafasku lagi dan kini bersandar di kursi. Pusing kalau harus seperti ini. Suara ketukan di pintu membuat aku teralih.

"Masuk."

Sofia membuka pintu dan melangkah masuk. Wajahnya kini tampak cemberut.

"Mas, ponsel Pia mana?"

Dia mengulurkan tangan untuk meminta ponselnya yang memang sejak tadi aku sita. Wajah Sofia tampak menggemaskan kalau seperti itu.

"Kamu pakai ponselku ajalah. Nanti kalian gibah lagi."

Mendengar hal itu Sofia kini menarik kursi dan duduk di depanku. Dia makin terlihat lucu dan imut kalau seperti itu. Aku tuh sayang banget sama kamu Pia..

"Ih Mas. Siapa yang gibah coba? Orang itu lagi ngobrol."

Tuh dia masih membela teman-temannya. Dasar balakurawa Narnia. 

"Gibah. Kenapa Nino nanyaian keperawanan kamu segala? Aku aja belum nyentuh kamu kok."

Mendengar ucapanku itu pipi Sofia benar-benar memerah dan membuat aku ingin mengecupnya sekarang juga.

"Ih Mas..."

Sofia kini menghentakkan kakinya. Seperti anak kecil yang sedang minta es krim. Pia, kamu sudah membuat aku sesayang ini sama kamu.

"Nanti, pulang ke rumah baru aku kasih."

Sofia kini masih cemberut, tapi aku segera keluar dari balik meja dan melangkah ke arahnya. Kini duduk di tepi meja dan menatap Sofia.

"Kenapa cemberut terus coba? Nggak tak ajak ke  shabu gin loh."

Aku tahu dia lagi pingin makan shabu, merengek terus dari kemarin. Mengatakan dia lagi ngidam. Lha aku aja belum nyentuh dia gimana bisa ngidam coba?

Mata Sofia langsung membulat "Ah ya mau. Ya udah shabu gin, di Hartono mal. Habis itu nonton di cgv ya?"

Tuh kan merajuk lagi, tapi kugelengkan kepala "Enggak. Kamu nanti malah muji-muji yang main film bukan aku."

Mendengar ucapanku itu Sofia kini mendesah "Ha orang mau tak ajakin nonton makmun gimana bisa memuji, setannya maksud Mas?"

Aku hampir tersenyum tapi aku masih memasang wajah galak.

"Kirain mau nonton itu si Iqbal. Bumi Manusia."

Mendengar hal itu Sofia malah kini menepuk keningnya sendiri.

"Owh iya, yang itu udah main ya di bioskop. Ah mau... pengen lihat dedek gemes Iqbal main."

Nah aku salah ngomong kayaknya. 

"Enggak."

Tapi Sofia sudah beranjak dari kursinya  "Yeeaaa makasih Mas-ku."
Setelah mengatakan hal itu Sofia pergi begitu saja. Emangnya apa yang buat dia senang coba?

******

"Kenyang?"

Sofia langsung menganggukkan kepala mendengar ucapanku. Akhirnya kami jadi ke Shabu Gin. Makanan ala jepang ini. Ada kompor listrik yang untuk menghangatkan sup  kaldu ayam dan sapi. Makananya all you can eat. Jadi kita bisa mengambil apapun dan nanti dimasukkan ke dalam sup di atas kompor. Makan dengan cara ini membuat aku sendiri merasa kenyang.

"Kenyang dong. Enak banget nih beef nya.."

Aku hanya tersenyum melihat Sofia menyantap semuanya dengan lahap.

"Jadi habis ini pulang kan?"

Aku ingin sampai rumah dan memeluk Sofia. Duh.

Tapi Sofia menggelengkan kepala "Katanya mau nonton.. ih."

Aku menghela nafas dan menggelengkan kepala.

"Lihat aku aja kenapa sih?"

Kali ini Sofia mencibir "Gantengan dedek Iqbal -lah."

Apa dia bilang tadi? Aku melotot ke arahnya dan membuat Sofia kini tertawa.

"Habis galak banget, tahu gak tadi tuh sampai buat bulu mata Mbak Asih yang warna merah jadi berubah biru loh.."

Aku melongo mendengar ucapan Sofia "Masa?"

Kali ini tawa Sofia makin renyah terdengar. Aku benar- benar sudah merasa sangat semangat hanya mendengar tawanya saja.

"Iyalah. Kan bulu matanya ajaib tuh. Aku jadi pingin."

Aku begidik mendengar ucapan Sofia. Nanti kalau dia memakai bulu matanya Asih masa wajahnya jadi kayak Asih? owh Big No.

"Ih kenapa Mas, jijik gitu?"

Sofia kini malah menatapku lekat, tapi aku langsung menggenggam jemarinya. 

"Menikahlah denganku..."
Tuh ucapanku malah membuat mata Sofia yang bulat itu makin membulat. 

"Ih kan udah.."

"Belum Pia. Ini itunglah lamaran resmi aku. Percuma aku bayar 350 per porsi kalaunggak ada momen spesial."

Kali ini Sofia mencibir "Ih pelit."

Tawaku meledak mendengar ucapannya. Biarin dikatain pelit juga, sama wanita yang sudah bisa membuat aku bisa sesayang ini sama dia. Sungguh ini adalah keberuntunganku.

Bersambung


SIAP MAS BOS! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang