Dijodohkan

22K 335 21
                                    

Hanafi menatap Datuak Sutan Bandaro dengan dada bergemuruh. Ucapan mamaknya barusan bahwa Hanafi harus menikahi Arini benar-benar seperti petir di siang bolong. Sementara Halimah, Umi Hanafi hanya bisa menundukkan wajahnya semakin dalam. Tidak jauh berbeda dengan Arini, gadis cantik itu hanya bisa meremas jari tangannya dengan resah.

"Mak, Hanafi telah punya pilihan sendiri. Hanafi sudah berencana untuk menikahinya tahun depan." Hanafi berkata dengan suara selunak mungkin.

"Selagi ijab Kabul belum dilangsungkan, maka tidak tertutup kemungkinan untuk mengalihkan pilihan Hanafi." Datuak Sutan Bandaro menjawab dengan suara tegas.

"Tetapi, Mak, Hanafi mencintainya. Kami saling mencintai. Sementara pada Arini, Hanafi tidak punya perasaan apa-apa."

"Kelak dengan selalu bersama kau dan Arini juga akan saling mencintai."

"Hanafi tidak bisa, Mak. Hanafi tidak bisa menikah dengan perempuan yang tidak Hanafi cintai." Kali ini suara hanafi terdengar menghiba.

"Untuk kau ketahui Hanafi, Mamak kau ini mengeluarkan biaya sampai ratusan juta untuk membiayai kuliah kau di kedokteran sampai kau mengambil spesialis, tidak lain adalah untuk masa depan kau berdua dengan Arini." Suara Datuak Rajo Baso terdengar mulai meninggi. Hanafi hampir terlonjak mendengar ucapan adik kandung uminya itu.

"Umi, tolong katakan jika yang diucapkan oleh Mamak barusan itu tidak benar." Hanafi menatap uminya dengan tatapan tak percaya. Umi Halimah mengangkat wajahnya dan Hanafi tertegun melihat wajah paruh baya uminya telah basah oleh air mata.

"Maafkan Umi, Nak. Beberapa tahun terakhir, panen selalu gagal. Ditambah lagi Harun adikmu juga masuk universitas. Umi benar-benar kewalahan, dan Mamakmu dengan iklas telah menawarkan bantuan, mengambil alih tugas Umi untuk membiayai kuliahmu."

"Umi..." Hanafi mengepalkan tinjunya menahan gejolak amarah dan kekecewaan yang berkecamuk di dalam dadanya.

"Maafkan Umi, Nak." Umi Hanifah terisak.

"Kenapa Umi tidak jujur pada Hanafi kalau Umi sudah tidak punya biaya lagi untuk kuliah Hanafi? Hanafi lebih baik berhenti kuliah Umi daripada harus menjual harga diri Hanafi." Suara Hanafi terdengar lemah.

"Kau tidak menganggap aku ini Mamakmu? Sehingga kau merasa tidak terima kalau Mamakmu ini yang membantu biaya kuliahmu?" Datuak Sutan Bandaro memandang Hanafi dengan tatapan kecewa.

"Mamak? Mamak kah namanya yang membiayai kuliah kemenakannya dengan pamrih pernikahan?" Hanafi membalas tatapan mamaknya dengan tatapan dingin.

"Mamak iklas melakukannya, kau harus percaya itu Hanafi."

"Iklas? Lalu kenapa Mamak harus memaksa aku menikahi Arini? Mamak ingin menjual anak Mamak atau ingin membeli aku dengan uang Mamak yang banyak itu kan?"

"Hanafi! Jaga bicaramu!" Datuak Sutan Bandaro berteriak marah. Dada laki-laki berusia 50 tahun itu terlihat sesak. Wajahnya merah padam menahan amarah.

"Kenapa, Mak? Apa ucapanku salah?" Hanafi menatap Mamaknya dengan tatapan menantang.

"Yah, ayo kita pulang." Arini bangkit dan mendekati kursi ayahnya. Diraihnya tangan laki-laki yang teramat menyayanginya itu dengan pelan. Umi Halimah ikutan bangkit dan menjatuhkan dirinya di hadapan kursi Hanafi.

"Hanafi, Umi tidak pernah minta apa-apa selama ini kepadamu, Nak. Tapi untuk kali ini, tolonglah jangan mempersulit keadaan, Nak." Suara Umi Halimah bergetar. Hanafi bangkit dan memeluk tubuh Uminya. Ia tidak pernah bisa melihat wanita mulianya ini bersedih seperti ini.

"Bangun Umi." Hanafi mengangkat tubuh Uminya untuk bangkit.

"Baiklah, aku akan menikahi Arini. Tetapi jangan pernah berharap aku akan mencintainya." Hanafi berkata pada Datuak Sutan Bandaro dengan sinis. Datuak Sutan Bandaro merasa dadanya semakin sesak, darah di tubuhnya serasa bergulung-gulung naik ke puncak kepalanya. Laki-laki paruh baya itu bangkit dan memeluk pundak anak gadisnya dengan lembut. Tetapi mendadak, Datuak Sutan Bandaro merasa tubuhnya limbung. Matanya berkunang-kunang. Sekuat tenaga laki-laki itu menguatkan dirinya. Ia harus terlihat kuat demi anak gadis tersayangnya. Satu-satunya harta paling berharga yang masih dimilikinya.

Arini Bias RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang