Ayah Arini Sakit

11.9K 205 7
                                    

Arini memandang wajah ayahnya yang tertidur dengan mata berkaca-kaca. Dari rumah sakit umum Bukit Tinggi, sang ayah dirujuk ke rumah sakit stroke di kota Bukit Tinggi juga. Datuak Sutan Bandaro mengalami stroke ringan. Beruntung, Arini cepat membawa ayahnya ke rumah sakit sehingga sang ayah mendapatkan penanganan dengan cepat juga. Tidak ada yang mengkhawatirkan kata dokter yang merawat ayahnya. Arini sedikit lega mendengarnya.

Saat-saat seperti ini, Arini baru merasa sendirian. Tidak punya siapa-siapa selain ayahnya. Ibunda Arini meninggal dunia ketika Arini masih duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar. Sejak saat itu, Datuak Sutan Bandaro mengurus Arini dengan dibantu Etek Pia. Etek Pia masih kerabat jauh dari Datuak Sutan Bandaro. Perempuan paruh baya itu juga sudah lama menjanda. Ia memiliki dua orang anak laki-laki yang tinggal di rantau. Mereka tinggal bertiga di rumah yang lumayan besar dan megah.

Tiga tahun setelah sang ibunda meninggal, Datuak Sutan Bandaro menikah lagi. Tetapi pernikahan itu tidak berlangsung lama. Hanya dua tahun, mereka bercerai karena merasa tidak memiliki kecocokkan. Namun, saat ini Arini mengerti, ayahnya bercerai karena perempuan itu tidak pernah bisa menyayangi Arini dengan tulus.

Untuk ukuran di kampung mereka, Datuak Sutan Bandaro adalah seorang pengusaha yang sukses. Laki-laki berusia 50-an tahun itu memiliki toko bahan bangunan, memiliki heler penggilingan padi, puluhan hewan ternak yang dijaga oleh petani di sekitar kampung mereka. Belum lagi sawah dan ladang yang lumayan luasnya. Meski menjadi seorang yang kaya dan terpandang di kampung mereka, tidak menjadikan Datuak Sutan Bandaro seorang yang sombong dan tinggi hati. Malah sebaliknya, laki-laki yang masih terlihat gagah itu adalah orang yang dermawan. Rumah mereka selalu menjadi tempat mengadu bagi masyarakat setempat. Meminjam uang atau pun meminta bantuan lainnya.

Ketika Arini masih duduk di bangku sekolah dasar, ayahnya itu selalu menemani Arini kecil belajar dan membuat PR. Mengantar dan menunggui Arini mengaji di surau. Sampai Arini duduk di SMA, sang ayah masih selalu menemani Arini belajar dan membuat PR. Oleh sebab itu, tidak heran jika Arini sangat menyayangi ayahnya dan mengidolakan sang ayah.

Beberapa bulan lalu, Arini telah menyelesaikan sarjana SI nya di Universitas Andalas, jurusan Gizi. Selama Arini kuliah di Padang, ayahnya selalu bolak balik mengunjungi Arini ke tempat kos Arini sekali dua minggu. Sementara Arini selalu rutin pulang ke Bukit Tinggi sekali dalam sebulan. Jadi hampir setiap minggu mereka bisa bertemu. Dan agar tidak terlalu sepi, Datuak Sutan Bandaro mengajak ponakan etek Pia yang masih duduk di kelas dua SMP untuk tinggal di rumah mereka.

Arini bangkit, gadis cantik itu teringat belum melaksanakan sholat duha. Tetapi sebelum ia sampai di kamar mandi, terdengar ketukan di pintu. Arini bergegas menuju pintu dan membukanya dengan pelan. Terlihat Etek Pia dan Etek Halimah. Arini langsung menghambur memeluk Etek Pia. Etek Pia memeluk dan mengusap kepala Arini yang tertutup jilbab.

"Sudah, jangan menangis. Nanti ayah sedih melihat gadis cantiknya menangis seperti ini." Etek Pia menepuk-nepuk pundak Arini.

"IYa, Tek. Kasihan Ayah." Arini merenggangkan pelukannya dan mengusap air matanya dengan ujung lengan bajunya. Lalu Arini menyalami Etek Halimah.

"Sabar, ya, Nak." Etek Halimah mengusap lembut pundak Arini.

"Iya, Tek. Insyaallah." Arini mengangguk dan mempersilakan kedua wanita itu masuk ke dalam. Datuak Sutan Bandaro terlihat bergerak dan membuka matanya.

"Ayah ... ayah sudah bangun?" Arini mendekat dan mengusap lembut kepala ayahnya. Bibir sang ayah terihat bergerak-gerak. Tetapi suara yang keluar tidak terdengar dengan jelas.

"Ini Etek Halimah dan Etek Pia datang melihat Ayah." Arini memberikan tempat kepada Etek Halimah dan Etek Pia untuk mendekat kepada ayahnya.

"Datuak, ini kami bawakan pangek ikan kesukaan Datuak. Nanti makan ya." Etek Halimah berkata seraya memperlihatkan rantang di tangannya pada Datuak Sutan Bandaro. Datuak Sutan Bandaro hanya menggerakkan kedua matanya. Setelah itu, Etek Halimah meletakkan rantang yang dibawanya di atas meja, di samping ranjang.

Arini Bias RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang