Harus Kuat

15.3K 422 51
                                    

Arini menjalani hari-hari yang cukup berat. Ia harus menjalani kehamilan tanpa didampingi suami. Tetapi, memasuki trimester kedua, kondisi tubuhnya mulai membaik. Arini tidak lagi merasakan mual dan muntah. Nafsu makannya juga meningkat. Dona dan Sandra menjadi sahabat yang paling banyak membantu Arini. Mereka berdua selalu ada jika Arini membutuhkan bantuan.

Adrian pun begitu. Dokter muda itu selalu datang setiap bulan hanya untuk menemani Arini kontrol ke dokter kandungan. Tetapi, mereka tidak pernah pergi berdua saja. Dona dan Sandra selalu ikut menemani.

Kehadiran Adrian, Dona dan Sandra cukup mengobati nestapa di hati Arini. Namun, jika malam tiba, ketika ia merabahkan tubuhnya di pembaringan, kesedihan itu selalu saja menghampiri. Apalagi sejak janin di dalam perutnya mulai bergerak, sekedar memberi tahu jika ia ada di sana, Arini tidak dapat menahan air matanya. Meski perempuan cantik ini tahu, wanita yang sedang hamil harus menjaga psikologisnya dari perasaan-perasaan yang tidak baik. Seperti kesedihan, emosi yang berlebihan, kecemasan, dan pikiran-pikiran negatif.

Namun, sekuat apapun Arini menahan kesedihannya, sekuat itu juga air mata jatuh membasahi pipinya. Dengan pipi yang basah, Arini mengelus perutnya yang sudah mulai membuncit. Lirih ia bercerita pada bayinya tentang ranah Minang, tentang sang kakek yang telah tiada, tentang ayah Hanafi yang belum mengetahui kehadiran calon bayi mereka. Lelah bercerita tentang banyak hal pada si buah hati, Arini akan menghidupkan murotal Muzamil. Dan Arini akan tertidur diringi lantunan ayat-ayat suci Alquran.

Arini baru saja selesai salat tahajud ketika sebuah pesan masuk ke ponselnya. Arini bangkit dari atas sajadah dan menjangkau benda pipih itu dari atas meja belajarnya. SMS dari Etek Pia. Kening Arini berkerut. Ada apa gerangan. Selama ini, hanya Arini lah yang menghubungi Etek Pia. Dengan dada berdebar, Arini membuka pesan dari eteknya itu.

"Etek Halimah masuk ICU. Kondisinya memprihatinkan. Jika memungkinkan, pulanglah, Nak."

Arini tercekat. Berita yang baru didengarnya benar-benar membuat perempuan berhati lembut ini merasa sesak. Etek Halimah telah dianggapnya sebagai pengganti ibunya. Pesan dari Etek Pia benar-benar membuat Arini cemas.

Pulang? Ya Allah, sudah siap kah ia menjejakkan kaki di kampung halamannya? Sudah siap kah ia bertemu dengan Hanafi? Dalam kondisi seperti ini?

Apa yang akan dipikirkan laki-laki itu nanti jika bertemu dengannya dalam keadaan perut buncit seperti ini? Akankah laki-laki itu percaya bahwa hubungan yang mereka lakukan satu kali itu akhirnya membuahkan hasil? Bagaimana jika Hanafi tidak mempercayainya dan menolak mengakui janin yang ada di perutnya sebagai anak?

Tetapi, mengabaikan begitu saja pesan dari Etek Pia rasanya membuat Arini menjadi seorang anak yang durhaka. Walau bagaimanapun, Etek Halimah adalah mertuanya. Dan mertua yang dipelajarinya dalam kajian-kajian fiqih wanita, sama dengan ibu kandung kita. Amat berdosa rasanya andai ia tidak datang untuk menjenguk. Bagaimana jika ini adalah kesempatan terakhirnya untuk bertemu sang ibu mertua?

Dalam kegalauannya, akhirnya Arini memesan tiket juga melalui aplikasi di ponselnya. Baiklah, ia akan pulang. Apapun yang akan dialaminya nanti di Bukit Tinggi, Arini telah siap.

Setelah salat subu, Arini mengetuk kamar Dona. Dona membuka pintu kamarnya masih dengan memakai mukena.

"Don, aku mau pulang ke Bukit Tinggi."

"Pulang? Kenapa? Kenapa begitu mendadak?"

"Mertua aku sakit Dona. Aku ingin melihatnya."

"Oh, baiklah. Tetapi, apa dalam kondisi hamil seperti ini kamu bisa naik pesawat?"

"Ya ampun, aku lupa, Don. Aku hubungi dokter Sandra bentar, ya."

Arini berbalik kembali ke kamarnya. Dona mengikuti dari belakang. Sesampai di kamarnya, Arini mengambil ponsel dan segera menelepon dokter Sandra. Hanya satu kali panggilan, dokter cantik itu sudah bicara di ujung telepon. Ada nada khawatir di suaranya. Mungkin Sandra mengira terjadi sesuatu pada Arini karena menelepon di waktu subuh begini.

Arini Bias RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang