Ngidam?

14.4K 409 31
                                    



Vote dari sahabat Arini adalah semangat untuk uni. Love you. Jangan lupa tinggalkan jejak ya.




Sudah satu minggu Arini berada di Jogja. Adrian telah pulang ke Bukit Tinggi sejak tiga hari lalu. Arini akhirnya menerima ajakan Dona untuk bergabung kos dengan Dona. Entah mengapa Arini merasa nyaman berteman dengan Dona dan merasa nyaman juga berada di rumah kontrakan sepupu Adrian itu.

Ujian pascasarjana untuk program gizi dan kesehatan masyarakat masih satu bulan lagi. Untuk menghabiskan waktu, Arini mengikuti les toefl dan membeli beberpa buah buku teori tentang ilmu gizi. Di sore hari, Arini menjelajahi Malioboro seorang diri. Ada saja pernak pernik yang dibelinya. Mulai dari sandal batik, dompet pandan, miniatur sepeda, becak, Borobudur, sampai rok dan daster batik.

Meski hanya seorang pendatang baru, tetapi Arini menyukai kota pelajar ini. Menurut Arini, kota ini tenang dan penuh keramah tamahan.

Terkadang Arini ikut dengan Dona ke kampus. Selama Dona berada di kelas, Arini akan duduk di perpustakaan universitas. Perempuan yang memang hobi membaca ini, betah duduk berjam-jam di perpustakaan. Jika bosan dengan buku teori, ia akan melahap buku fiksi.

Siangnya, Dona akan datang menjemput. Lalu mereka berdua pulang ke kontrakan, setelah membeli makan siang.

Arini sengaja menyibukkan diri agar ia bisa melupakan Hanafi. Tidak bisa dipungkiri, diam-diam ia merindukan sosok tampan suaminya itu. Meski laki-laki itu tidak pernah bersikap baik padanya, tetapi Hanafi adalah laki-laki pertama yang pernah dekat dengannya. Setiap malam, Arini menangis mengingat suaminya. Mengingat semua yang telah dialaminya. Arini tidak dapat lagi mengingkari, ia mencintai Hanafi. Ia telah menyerahkan seluruh hatinya untuk laki-laki itu.

Sebelum tidur, Arini selalu membuka galeri di ponselnya. Dipandanginya satu demi satu foto Hanafi yang tersimpan di sana. Semua foto pernikahan mereka lengkap di sana. Arini tersenyum melihat wajah kaku suaminya itu. Tidak ada senyum, tidak ada pancaran kebahagiaan di matanya. Sedetik kemudian air mata akan membasahi pipi mulusnya. Sedih kembali menggayuti ruang hatinya mengingat penolakan sang suami terhadap dirinya. Mengingat tidak ada cinta dan kasih di hati laki-laki itu untuknya.

Setelah puas memandang foto-foto Hanafi, Arini akan meletakkan ponselnya dan segera tidur dengan satu untaian doa, agar ia bisa mengiklaskan Hanafi dan mengiklaskan pernikahan mereka.

Hari ini Arini akan mendaftar di pascasarjana UGM. Arini telah mempersiapkan semua persyaratan yang dibutuhkan. Tetapi, begitu ia akan bangun untuk sholat malam seperti biasanya, Arini merasakan pusing yang membuat ia berbaring kembali. Sampai azan subuh berkumandang, perempuan bertubuh ramping itu masih saja tidak bangkit dari tempat tidur.

Setelah azan berakhir, Arini memaksakan dirinya untuk bangun dan turun. Namun, tiba-tiba rasa pusing di kepala menimbulkan rasa mual yang mendorong sesuatu ke luar dari mulut Arini. Untung saja, perempuan berkulit putih itu telah berada di pintu kamar mandi. Sisa makanan yang dimakannya tadi malam, tumpah di atas lantai. Air mata Arini sampai ke luar karena beberapa kali ia memuntahkan isi perutnya.

"Arini, ada apa?" Dona yang mendengar suar hoek-hoek Arini telah berdiri di pintu kamar. Arini memalingkan wajahnya seraya mengusap sudut bibirnya yang basah oleh bekas muntahannya.

"Nggak tahu, Dona. Tiba-tiba aku merasa pusing dan mual." Arini menjawab lemah.

"Ya, sudah. Kamu berbaring lagi, ya. Biar aku bersihin kamar mandinya." Dona masuk dan berdiri dibelakang Arini.

"Aku mau sholat subuh, Don." Arini mengambil air dengan gayung dan menyiram lantai bekas muntahannya.

"Kamu kuat, Rin?" Dona mengurut punggung Arini dari belakang.

Arini Bias RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang