Cemburu kah?

14.8K 304 48
                                    

Malam ini, jatahnya Annisa untuk menunggui Etek Halimah. Sore pukul lima, Annisa telah sampai di rumah sakit. Etek Halimah menyuruh Arini untuk pulang agar bisa beristirahat. Setelah pamit pada ibu mertuanya dan juga Annisa, Arini ke luar dari kamar menuju lantai satu. Tidak butuh waktu lama, Arini sampai di parkiran.

Arini masuk ke mobilnya dan menghidupkan mobilnya. Beberapa kali mencoba, tetapi mobil hadiah ulang tahun dari ayahnya itu tidak juga bisa hidup. Arini ke luar dari mobil dan hanya bisa memandang mobilnya dengan bingung. Selama ini, Arini hanya tahu memakainya saja, servis dan semuanya, diurus oleh sang ayah. Duh, apa yang harus dilakukannya? Arini bersandar ke pintu mobilnya dengan resah.

"Sudah mau pulang?" Tiba-tiba sebuah suara mengagetkan Arini. Suara yang akhir-akhir ini semakin sering didengarnya. Dokter Adrian.

"Ya, Dok." Arini mengangguk.

"Lagi nunggu seseorang?" Dokter Adrian menatap Arini penuh selidik.

"Nggak, Dok." Arini menggeleng.

"Lalu? Atau nunggu saya, ya?" Dokter Adrian menatap Arini dengan tatapan mata menggoda. Wajah Arini langsung memerah.

"Ish, Dokter geer aja. Ini mobilnya nggak mau jalan, Dok." Arini mencibir. Dokter Adrian terkekeh melihat ekspresi wajah Arini.

"Sini, aku lihat." Adrian meminta kunci kontak pada Arini. Arini menyerahkannya dengan perasaan ragu. Tetapi akhirnya, karena merasa tidak ada lagi orang yang bisa dimintai tolong, Arini menyerahkan juga kunci mobilnya.

Dokter Adrian membuka kap mobil Arini. Memeriksanya beberapa saat. Kemudian kepalanya kembali menyembul dari balik pintu mobil.

"Sepertinya akinya sudah nggak bisa dipake lagi." Adrian berkata pada Arini.

"Oh." Mulut Arini membulat.

"Sudah lama nggak diganti ya?"

"Nggak tahu juga, biasanya Ayah yang urus semuanya."

"Pantesan. Jadi kamu Cuma bisa makenya aja? Sekarang kamu juga harus belajar mengurusnya, membawa servis ke bengkel, memeriksa air akinya, air radiatornya." Adrian berkata panjang lebar.

"Iya, Dok. Lalu sekarang gimana?" Arini menatap Adrian dengan bingung.

"Kamu aku anta raja pulang. Nanti aku bantu belikan aki baru, aku pasang di mobilmu. Besok kamu bisa ambil mobilmu lagi ke sini." Adrianmenutup kembali kap mobil Arini. Arini merasa bimbang. Tidak baik juga kalau ia menerima tawaran Dokter Adrian. Meski bagaimanapun, laki-laki ini bukan siapa-siapanya. Apalagi sekarang ia telah berstatus seorang istri.

"Nggak usah, Dok, terima kasih. Saya pulang naik taksi saja." Arini menolaknya dengan halus. Adrian menarik napas panjang.

"Ayolah, Cuma ngantar sampai rumah. Aku sudah diberikan mandat oleh almarhum Datuak untuk menjaga dan membantumu jika kamu mendapatkan kesulitan."

"Iya, Dok. Tetapi, ini belum terlalu sulit. Saya masih bisa mengatasinya, Dok." Arini tersenyum pada Adrian.

Namun Adrian tidak menjawab. Laki-laki itu berdiri di samping mobilnya seraya membukakan pintu untuk Arini. Arini hanya berdiri mematung.

"Ada apa ini?" suara itu hampir saja membuat Arini terlonjak. Entah datang dari mana laki-laki yang berstatus sebagai suaminya ini. tiba-tiba ia telah berada di antara Arini dan Adrian.

"Mobil aku mogok, Da." Akhirnya Arini menjawab juga.

"Lalu?" Hanafi menatap Arini dan Adrian bergantian.

"Dokter Adrian menawarkan tumpangan." Arini menjawab dengan menunduk.

"Oh begitu? Terima kasih Dokter Adrian atas kebaikan hatinya. Tetapi, Arini pulang dengan saya aja." Hanafi mendekat dan meraih tangan Arini. Arini bergetar. Seakan ada aliran listrik yang menjalari jemari tangannya. Hanafi lalu menarik tangan Arini menuju motornya. Arini mengikuti meski hatinya merasa bingung dan juga aneh.

Arini Bias RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang