BELLA PERGI

13.8K 407 19
                                    

JADILAH PEMBACA YANG BIJAK. SILAKAN TINGGALKAN JEJAK / VOTE SETELAH MEMBACA.

TERIMA KASIH. LOVE YOU ALL

Ngarai Sianok senja ini tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa pasang anak muda yang sedang duduk menikmati keindahan suasana sore hari. Di bawah sana, lembah yang begitu dalam terlihat seperti lukisan alam yang amat sempurna. Lalu ujungnya berbatas lagi dengan tebing tinggi menuju daerah seberang. Di atasnya terdapat juga perkampungan yang tidak kalah indahnya karena berada tidak jauh dari Gunung Merapi.

Berapakah ke dalaman ngarai ini? Seratus meter atau dua ratus meter? Entahlah, yang jelas orang-orang yang sedang berada di dasar ngarai terlihat amat kecil seperti titik-titik yang sedang bergerak atau berjalan.

Hanafi menatap jauh ke ngarai di bawah mereka. Bella masih juga belum bicara apa-apa. gadis itu tadi mengajak Hanafi untuk bertemu di sini. Tidak biasanya Bella memilih tempat seperti ini. Biasanya dokter cantik ini lebih suka duduk di kafe. Pastilah ada sesuatu yang amat penting yang ingin disampaikannya. Hanafi jadi berdebar-debar membayangkan apa yang akan dibicarakan oleh kekasihnya ini.

"Ada apa? Kenapa tiba-tiba kamu ingin main ke sini?" Hanafi menatap Bella dengan tatapan penuh tanya.

"Aku memilih untuk pergi." Suara Bella terdengar amat datar.

"Pergi?" Hanafi merasa gamang mendengarnya. Apalagi membayangkannya.

"Ya. Aku merasa sudah cukup semuanya. Jika Arini tidak menyerah, maka biarkan aku yang menyerah." Dada Bella terasa sakit ketika mengatakannya. Matanya mulai terasa panas. Tetapi Bella sudah bertekad untuk kuat. Ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan laki-laki ini.

"Kemana?" Suara Hanafi mendadak terdengar parau.

"Aku mau mengambil spesialis. Karena aku merasa sudah tidak dibutuhkan lagi di sini." Bella memalingkan wajahnya. Bulir bening mulai mengambang di pelupuk matanya.

"Kenapa begitu mendadak?" Hanafi merasa separuh jiwanya terbang membayangkan Bella akan segera meninggalkannya.

"Aku sudah memikirkannya sekian lama. Dan ini juga merupakan impianku sejak dulu. Berjodoh ataupun tidak denganmu, aku tetap ingin melanjutkan pendidikan." Bella berkata dengan mantap. Hanafi tercekat. Bella seperti sudah tidak bisa dibantah lagi.

"Lalu bagaimana dengan kita. Bukankah kita telah sepakat?" Hanafi menatap Bella dengan tatapan menghiba.

"Bukankah kamu pernah meminta waktu dua tahun? Kini aku berikan waktu empat atau lima tahun. Waktu yang cukup panjang untuk kamu menentukan pilihan."

"Jadi maksudmu kita tidak berakhir, kan? Aku masih boleh menganggapmu sebagai kekasih?"

"Aku tidak tahu. Biarlah semua berjalan menurut apa yang telah ditetapkan-Nya. Jika kita memang berjodoh, maka kelak kita pasti akan bersama. Jika tidak, maka marilah kita saling mengiklaskan." Kerongkongan Bella terasa amat sakit. Dan tak dapat lagi ditahannya air mata yang mulai membasahi pipi.

"Aku akan tetap menunggumu." Hanafi berkata dengan yakin.

"Jangan terlalu cepat berjanji. Nanti kamu berbeban jika tidak bisa menepatinya."

"Tidak, aku akan menunuggumu kembali. Percayalah padaku." Hanafi mengambil tangan Bella dan menggenggamnya erat. Bella seperti tidak punya tenaga untuk menolak atau pun membalas genggaman tangan Hanafi. Andai menurutkan kata hati, ingin sekali Bella memeluk laki-laki di hadapannya ini. Menyandarkan kepalanya di dada bidangnya.

"Kapan kamu akan berangkat?" Hanafi masih tidak melepaskan genggaman tangannya.

"Secepatnya." Bella mencoba untuk tersenyum, meski senyumnya terlihat amat patah. Hanafi pun merasakan matanya mengabur.

Arini Bias RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang