Komuter itu penuh seperti biasa. Baik saat pergi kerja atau pulang setelahnya. Mike Butler termasuk yang cukup sering menaiki kendaraan memanjang dan berjalan cepat di atas lintasan rel besi itu. Sampai hafal setiap penumpang rutin dan para petugas yang suka melubangi tiket sesuai tujuan yang dimiliki penumpang.
Tujuan Mike dan arah pulangnya, ujung pukul ujung. Ia akan jadi yang pertama naik dan terakhir turun. Hari itu kerjaannya selesai dengan tepat seperti biasa, tapi karena diminta atasan untuk menemani pertemuan mendadak, ia jadi telat sepuluh menit dari jadwal biasa. Mike selalu memilih duduk dekat gerbong keluar dan mulai membaca buku kesukaannya. Novel tua yang hampir seratus kali dibaca ulang kalau bahan bacaannya belum ada yang baru. Namun, sore itu tidak ia lanjutkan. Bahu dan sekujur kakinya pegal, memaksanya sampai terkantuk-kantuk selama perjalanan. Mata yang berat, kepala yang sedikit pusing, mendorong Mike begitu saja pulas beberapa menit kemudian.
Sampai, mau tak mau terbangun karena berat di bahunya tambah membuat pegal. Begitu berpaling, hidungnya digelitik aroma manis seperti gulali. Rasa gatal samar dari helai rambut kepala yang halus, membuatnya menggaruk ujung hidung sejenak sembari memroses apa yang terjadi.
Seseorang ternyata terjatuh tidur di bahunya. Padahal kursi di depannya kosong. Sosok itu memeluk tas ransel bercorak tumpahan cat, mengenakan setelan sweter cokelat muda, dan celana jins robek lutut warna hitam. Kulit seperti lelehan madu miliknya tampak mengintip di bagian leher yang berpotongan rendah, memamerkan tulang selangka mulus.
Mike menelan ludah tanpa sadar. Lalu, buru-buru berdeham saat sosok yang bersandar seenaknya itu menggeliat.
Namun, naas. Mike baru saja mau menegur malah dibuat beku. Wajah tidur berhidung bangir yang pulas itu tengadah. Hampir menyusup ke lehernya.
Wajah damai yang tertidur itu, mau bagaimana dibangunkan? Sulit. Terlalu indah. Astaga.
Menghela napas pasrah, Mike berpaling ke jendela. Langit di luar sudah berubah jingga, sebentar lagi gelap gulita. Mungkin, bocah di sebelahnya juga terlalu lelah sehabis kuliah dan tidak sadar dengan yang—
Erangan samar memaksa Mike berpaling, tepat ketika sepasang mata berbulu lentik menarik terbuka. Mereka saling bertatapan, mengerjap beberapa kali, lalu yang lebih muda menggulum senyum.
"Akhirnya ketemu. Sebentar lagi seperti ini, boleh, ya?"
Mike mendengkus. "Beri nama, baru boleh."
"Panggil saja, V," jawab sekenanya yang lalu kembali memejam, mengabaikan ujung hidung mereka yang hampir bersentuhan saking dekatnya.
"Tak mau tahu namaku?" Mike terfokus ke bibir ranum yang terbuka menjawabnya.
"Tahu, kok. Tuan Butler dari Springfield. Dosen honorer. Aku penggemarmu ... tadi ... kau tampan sekali ...," jawabnya semakin pelan, terjatuh dalam tidurnya lagi.
Mike hanya tersenyum dan bertanya-tanya. Bisa-bisanya lupa pada anak didik semanis itu.
**** *
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Prompts | Vottom ✔
FanfictionVictory Kim dan Mike Butler sehari-harinya. Hal-hal sederhana yang mereka lakukan untuk bahagia. Nikmati saja. . . ( Victory Kim a.k.a Kim Taehyung - Mike Butler a.k.a Gerard Butler, bukan milik saya, kecuali plot dan isi cerita. ) ( Crack pair. LG...