Masa Depan?

2K 98 1
                                    

Hari yang dinantikan oleh siswa kelas 12, setelah 3 tahun mereka belajar dan hari ini adalah puncak dari berjuangnya untuk mendapat ijazah SMA. setelah lulus, mereka pasti akan sibuk dengan jalan pilihan masing-masing, entah itu kuliah, kerja, atau bahkan menikah.

Uliya sudah siap dengan seragamnya. Berjalan menuju dapur.

"Selamat pagi Ibuku yang cantik nan sholihah" Sapa Uliya dengan nada cerianya

Ibu Uliya menggeleng tersenyum melihat tingkah Uliya "Pagi, ayo cepat sarapan"

"Siap laksanakan Ndan."

"Heh bocah ini yah, mau ujian tapi masih bisa bercanda" Ucap Ibu Uliya sembari mengambil nasi untuk ayah dan adik Uliya pasti. Ayah dan adik Uliya pasti juga sedang bersiap ke sekolah.

Uliya tertawa menanggapi ucapan Ibunya, dia segera melahap sarapan di hadapannya.

"Alhamdulillah selesai.. Bu, Uliya berangkat yah do'ain semoga lancar ujiannya"

Ibu Uliya yang sedang menyalakan kompor pun segera berbalik menghampiri sang anak. "Iya, Ibu selalu mendo'akan anak-anak Ibu, hati-hati di jalan, jangan ngebut"

Uliya tersenyum mengangguk "Assalamu'alaikum"

Dijawab salam oleh Ibu.

***

Sampai di sekolah, tampaknya masih sedikit sepi. Dilihatnya jam tangan Uliya, masih pukul 06.35 pantas saja masih sedikit sepi, hanya ada beberapa motor di parkiran tadi Uliya lihat. Ujian dimulai 07.30.

Uliya menaiki tangga menuju ke ruang ujian yang berada di lantai dua. Uliya duduk di kursi panjang yang ada di depan ruangan, karena ruang ujian masih ditutup.

Uliya baru ingat, semalam ada pesan masuk dari dr. Akbar dan Uliya belum sempat membaca. Oh bukan, tapi memang Uliya sengaja tidak membacanya semalam karena moodnya masih buruk mengingat kejadian kemarin.

Uliya nyalakan data seluler, lalu Uliya buka pesan dari dr. Akbar

dr. Akbar
Kamu sudah sampai rumah?

Kamu sudah sampai rumah belum?

Jangan keluyuran malam-malam

Ingat besok ujian

Selamat istirahat

Uliya tersenyum hambar, pesan dari dr. Akbar menurut Uliya seperti perhatian laki-laki untuk kekasihnya. Sweet.
Tapi Uliya sadar, perhatian ini pasti hanya karena seorang mentor kepada anak privatnya.

Uliya hanya membaca tanpa membalas. Namun, dr. Akbar kembali mengirim pesan. Ah Uliya menyesal kenapa harus menyalakan data seluler.

dr. Akbar
Selamat dan semangat berjuang:)

Uliya bimbang, balas atau tidak pesan dari dr. Akbar? sedangkan Uliya masih sedikit marah dengannya.

Uliya
Makasih.

dr. Akbar
Dari cara mengetik kamu, sepertinya kamu masih marah sama saya yah?

Bodoh! tidak seperti biasanya Uliya akan tersenyum girang mendapat dan membalas pesan dari dr. Akbar, tapi sekarang kentara sekali cara Uliya mengetik balasan untuk dr. Akbar menandakan Uliya masih marah.

Uliya
Hehe enggak kok Dok, udah ya saya mau masuk nih

dr. Akbar
Ingat, minta petunjuk juga sama Allah:)

Ya Allah, rasanya Uliya ingin terjun dari lantai 2 hingga jatuh ke taman bawah. Ya ini mungkin terlalu berlebihan, karena mendapat perhatian dari seorang yang dikaguminya, disukainya, atau bahkan dicintainya?
Uliya tersenyum membacanya. Dan oh? dr. Akbar tampaknya jadi seorang yang religius.

"Woi, belum juga ujian lo udah kesambet aja" Nuzulitha datang dari tangga disusul Annisa dan Annasya di belakangnya.

"Kenapa lo, Uliya?" Annisa penasaran

"Ah iya, gue tau. Dapet semangat dari dr. ganteng yah hahaha"

Pernyataan Annisa membuat Nuzulitha dan Annasya juga penasaran. Tiba-tiba telepon Uliya dirampas oleh Nuzulitha.

Dilihatnya pesan dari dr. Akbar
"Cieeee jangan lupa minta petunjuk juga sama Allah yah sayang" Suara Nuzulitha yang dibuat-buat, ditanggapi gelak tawa oleh Annisa dan Annasya.

"Lo beneran deket sama dr. ganteng itu? " kini Annasya yang penasaran.

Pipi Uliya bersemu merah "Apaan sih lo pada, udah gue jelasin di grup kan kemarin-kemarin kalo gue deket karena privat sama dia. Iya gue emang kagum sama apa yang dia miliki, dan gue sadar kayanya emang suka sama dia. Tapi, gue sadar diri kan dia udah ada doi" Uliya mengambil teleponnya dari Nuzulitha.

"Jadi, lo nyerah?" Annisa bertanya

"Nggak penting bahas itu, mending masuk yuk pintu udah dibuka. Kita harus berjuang untuk masa depan kita di dalem selama empat hari kedepan" Uliya berdiri dan melangkah masuk

"Ini kita juga lagi bahas masa depan lo" Saut Nuzulitha, namun Uliya memilih masuk ke ruang ujian, tidak membahasnya lagi.

***

Satu persatu siswa-siswi keluar meninggalkan ruang ujian. Hari pertama UN tampaknya raut wajah para murid belum terlihat kusut, karena mapel UN yang pertama diujikan adalah bahasa Indonesia.

Banyak murid yang menyepelekan bahasa Indonesia, mereka pikir bahasa Indonesia paling mudah karena tidak menggunakan rumus rumit. Namun, sebenarnya bahasa Indonesia justru lebih banyak membutuhkan komprehensi dalam membaca soal dan jawaban.

"Gimana tadi? gampang-gampang kan soalnya?" Tanya Amila yang sudah berdiri di depan ruang ujian Uliya.

"Hm Alhamdulillah"

"Kayanya nilai UN gue yang paling tinggi bahasa Indonesia deh" Ucap Amila

Mereka berlajan menuruni anak tangga

"Sok tau lo, belum juga ngerjain soal mapel yang lain"

"Gue mah yakin nilai bahasa Indonesia bakal paling tinggi, lo tau sendiri kan kalo dibandingkan nilai gue saat ulangan harian matematika, bahasa Inggris, apalagi kimia, mentoknya juga pas KKM" Jelas Amila

Mereka melewati ruang guru putra

"Gue juga takut Mil"

Amila menyerngit heran "Takut kenapa?"

"Ya takut nilai UN gue ancur lah"

"Lo yang lumayan pinter aja takut, gimana gue Li"

"Takut nanti seleksi masuk perguruan tinggi juga Mil"

"Apalagi gue, sodara gue yang pinter banget aja gagal dua kali masuk ke STAN, gimana nanti gue ya? Ya Allah gini amat ya jadi orang bodoh" Tanggap Amila wajahnya menjadi lesu

"Hus, jangan gitu. Semua sebenarnya pintar, tapi mereka memiliki kapasitas dan daya ingat di otak mereka masing-masing"

"Yah sama aja, itu bahasa halusnya Li" Amila mencabik

"Hehe, ya udah lah yang penting kita ikhtiar, masalah hasil biar Allah yang menentukan. Kalau pun Allah berkehendak lain, Allah pasti punya rencana yang lain. Allah Maha tau apa yang terbaik untuk kita"

"Iya ustadzah Uliya Zain" Amila terus menganggukkan dagunya.

Melihat tingkah jail Amila, Uliya menjitaknya dan dijawab pekikan Amila "Aw, ustadzah mah nggak ada yang jahat kaya lo Li"

"Ya emang gue bukan ustadzah mbak Amila ndak ayu" Uliya meledek Amila

Amila pun membalas Uliya "Iya deh mbak Uliya sarap hati "

Mereka sudah sampai di parkiran motor

"Hhh besok mematikan" Ucap Amila seraya memakai jaketnya

"Mematikan?" Tanya Uliya tidak tahu maksud Amila

"Matematika maksud gue"

"Udah tau mematikan, belajar lo yang bener-bener"

"Heh, ingetin diri lo juga mbak Uliya sarap hati"

"Udah lah, yuk pulang. Semoga Allah selalu memberi kemudahan untuk kita dan teman-teman aamiin"

    KEMBALI (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang