last warning!
super-crack-ship
Han Seungwoo x Lee Jinhyuk
Jinhyuk duduk bersandar pada kursi putar, arloji di tangan kiri menunjuk delapan dan sebelas. Delapan lima puluh lima. Lantai tempatnya bekerja sudah melompong, sisakan dirinya sendiri dengan kertas yang berserakan dan sekaleng kopi sisa seteguk. Siapa juga yang mau lembur di hari jumat? Hanya Jinhyuk sepertinya. Meregangkan ototnya yang kaku, segera ia rapikan bilik kerjanya sebelum nanti jam sembilan tepat listrik dimatikan petugas keamanan. Ia tidak mau jika harus turun via tangga darurat dari lantai delapan. Bikin pegal kaki katanya.
Langkahnya santai toh tidak ada yang menunggu di rumah. Terlalu santai sampai halte yang harusnya ditempuh dalam sepuluh menit memakan lebih dari dua puluh menit untuk dicapai. Jumat malam selalu ramai, Jinhyuk suka. Paling tidak meski ia pulang terlambat perjalanan tidak akan sepi. Terbukti bus yang tiba cukup penuh hingga mau tak mau Jinhyuk harus merelakan kaki pegal berdiri.
Satu pemberhentian sebelum halte terdekat dari tempat ia tinggal, kini hanya ada perempuan berkemeja kuning di belakang dan seorang pelajar sekolah menengah duduk di belakang pengemudi. Juga seorang pria berponi panjang dengan masker yang hanya menutup bibir sedang menunduk tepat di seberang ia duduk. Orang aneh, kiranya. Denting pengeras suara bus beri tahu Jinhyuk sudah sampai halte tujuan, ia buru-buru berdiri dan melangkah turun hati-hati.
Ayun kaki panjang Jinhyuk mulanya santai berteman redup lampu jalan, sebelum kuping mendapati derap langkah lain di belakang. Berhenti berjalan, ia putar leher menoleh ke belakang dan menemukan laki-laki berponi yang duduk bersamanya di bus ikut berhenti tak jauh darinya. Ia tidak yakin tapi pria berponi panjang tadi seperti sedang mengikutinya. Tak mau berprasangka, Jinhyuk hanya mengangkat bahu dan lanjutkan langkahnya.
Sudah banyak belokan ia lewati namun Jinhyuk rasa pria yang kira-kira setinggi dirinya itu masih mengekor di belakang. Ia menelan ludah kikuk, mendadak jadi takut sendiri. Apalagi banyak isu penguntit di sekitar sini, biarpun Jinhyuk laki-laki dan berbadan cukup besar jika penjahatnya bawa senjata tentu ia tidak bisa bersikap biasa. Setengah berlari ia berharap segera sampai rumah yang hanya beberapa puluh meter di depan. Pemuda dua puluh tiga itu sempatkan melirik lewat ekor mata, dan pria berponi panjang masih saja ada di belakang. Oke, Jinhyuk jadi benar-benar takut sekarang.
Tungkai dipacu cepat memasuki gedung, lantas perlahan berhenti untuk menyapa penjaga keamanan. Napasnya masih satu-dua. Jinhyuk daratkan pantatnya pada kursi panjang dekat tangga sekadar ambil napas sejenak sembari berharap si poni tidak punya nyali ikut masuk gedung. Pandangnya kembali ke luar, namun ia malah dapati pria itu berbincang dengan penjaga kemanan. Pria itu bahkan dengan gestur sangat alami melambai padanya seakan mereka kenal dekat membuat Jinhyuk bergidik ngeri.
Sungguh sekarang Jinhyuk ingin mengumpat, ah tidak ia sudah menyumpah serapah. Bagaimana orang aneh itu bisa sangat santai berbincang dengan petugas keamanan? Detik berikutnya secepat mungkin ia meraup satu demi satu anak tangga, jika orang itu bisa mengelabuhi Tuan Jung mungkin saja ia akan dapat menyusul Jinhyuk. Gema tumbukan sol sepatu dengan keramik lantai nyaring terdengar, Jinhyuk tidak peduli bahkan jika ia membangunkan seisi gedung—malah itu yang ia hati kecilnya harapkan. Jika seisi gedung ada di pihaknya, pasti laki-laki itu akan pergi.
Si Lee memutar kunci secepat yang ia mampu tetapi bayangan tinggi yang muncul dari arah tangga membuatnya semakin gemetar. Helai kelam pria itu sudah terlihat ketika Jinhyuk berhasil memutar kunci dan hilang dibalik pintu bernomor tujuh. Jinhyuk bersandar pada pintu mengatur ulang napasnya. Tangannya bergerak cepat mengunci, memasang gerendel pintu lalu merosot terduduk memeluk ranselnya. Akhirnya, ia sedikit lega.
Namun bahagianya tak bertahan lama. Jinhyuk bisa dengar dengan jelas langkah kaki mendekat, tegas dan tidak terburu-buru dan sialnya berhenti ketika sudah terdengar sangat dekat. Tidak bisa ia pungkiri organ vitalnya kini berdetak sangat cepat, memejam mata, bibirnya berbisik merapal doa semoga laki-laki itu tidak lihat di balik pintu nomor berapa ia bersembunyi.
Dua kali enam puluh detik tidak terdengar apa pun, benar-benar senyap. Jinhyuk bahkan tidak dengar langkah menjauh. Apa orang itu di depan pintunya? Apa jangan-jangan bukan orang? Jinhyuk jadi merinding sendiri.
Ttok. Ttok.
Sepasang ketukan sanggup membuat Jinhyuk tersungkur ke depan. Matanya memandang cemas pintu bercat putih itu, tapi tidak ada ketukan lagi terdengar.
Ttok. Ttok.
"Jinhyuk-ah?" Satu kata berlabel namanya dan Jinhyuk beranjak dari duduk, mendekati lubang intip pada pintunya. Lelaki itu berdiri di sana, maskernya ia turunkan memperlihatkan garis rahang menawannya yang terasa familiar. Seperti tahu Jinhyuk melihatnya dari balik pintu, pria itu menyungging senyum.
"Do you wanna build a snowman?
Come on, let's go and play!"Kelopak matanya melebar, ototnya kaku merespons nyanyian yang sangat dikenalnya.
"I never see you anymore
Come out the door
It's like you've gone away—"Jinhyuk terburu melepas gerendel.
"We used to be best buddies
And now we're not
I wish you would tell me why!"Memutar kunci searah jarum jam.
"Do you want to build a snowman?"
Menekan pegangan pintu, menarik napas dalam-dalam.
"It doesn't have to be a snowman."
Jinhyuk menyambung lirik. Membuka pintu bagi pria berponi panjang yang tersenyum semakin lebar.
"Masuk!" Laki-laki itu terkekeh dan melangkah masuk ketika Jinhyuk dengan gertaknya membuka pintu kian lebar.
"Jangan tertawa Han Seungwoo!" Wajahnya tertekuk masam juga merah padam. Pintu ia tutup keras-keras limpahan kesal pada pria yang ternyata bermain-main dengannya.
"Jangan marah Hyuk." Nadanya main-main, bikin Jinhyuk makin kesal ke ubun-ubun. Lelaki itu melepas sepatunya namun tak sambar sandal rumah, biarkan kaos kaki hitam yang ia pakai jadi satu-satunya alas kaki telanjangnya diikuti si Lee di belakang.
"Kau menakutiku sialan!"
Tawa Seungwoo makin nyaring terdengar seiring mantelnya yang dilempar begitu saja pada sofa ruang tengah. Pria dengan poni panjang itu berbalik masih dengan tawa kecil yang berusaha ia tahan lalu merentang lengannya lebar-lebar.
"Kau tidak mau peluk?" Rautnya begitu menyebalkan tapi Jinhyuk masuk juga dalam lingkar lengan berhias bisep cantik itu. Telapak tangan besar itu mengusap punggung si Lee sayang lalu menggoyang-goyangkan pelukannya bak penguin.
"Jangan kekanakan deh." Jinhyuk melepas taut jemarinya dari balik punggung kokoh Seungwoo, menatap jengah sepasang iris coklat pekat itu. Yang lebih tua menyibak helai kelam di dahi, menyematkan ikat rambut kecil yang selalu ia bawa.
"Jadi kau mau yang lebih dewasa?"
Alisnya terangkat, bibir terbitkan seringai. Detik kemudian seakan tidak izinkan Jinhyuk menolak, belah bibir keduanya berbenturan. Kepalang tanggung, keduanya berlomba mendominasi. Kecup, jilat, hisap, gigit seperti hiena yang rakus. Meraup semuanya.
"Aku beruntung puteri Elsaku mau membuka pintu."
Di tengah napasnya yang hampir putus, senyumnya terkembang. Lalu Han Seungwoo didorong jatuh terlentang pada sofa, ditindih si kurus yang merah padam. Jinhyuk mengikis jarak, mendekat, menggigit gemas bibir Seungwoo. Lantas berbisik pelan.
"Kau beruntung aku sedang ingin."
1k words.
Endingnya adalah bagian tersulit yang pernah ku tulis.
Maaf berantakan dan terima kasih sudah datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
marshmallow [hsw x ljh]
Fanfic(n.) a confectionery made from sugar, water and gelatin whipped to a squishy consistency, molded into small cylindrical pieces, and coated with corn starch. soon to be an intercontinental cruise: Han Seungwoo x Lee Jinhyuk