24. Why not?

1K 152 84
                                    

Seulgi menghela napas berat sebelum membuka pintu rumahnya. Di ruang tengah udah ada Haneul sama Ayah lagi nonton tv, serius banget sampe Seulgi ngira mereka nggak sadar kalo dia udah nyampe rumah. Napas Seulgi berubah lega, dia tutup pintu pelan-pelan, terus jalan super hati-hati tanpa suara menuju kamar.

Tapi... waktu Seulgi baru putar knop pintu, Ayah berdehem keras. Seulgi terlonjak kaget dan diam membeku di tempat.


"Mana Jimin?"

Mata Seulgi langsung melotot, perlahan dia mutar badannya menghadap dua laki-laki Kang itu.


"H-hah?" Seulgi mendadak salting, gugup, gagu. "K-kenapa Jimin?"

"Dia yang nganterin kamu pulang, kan?" pertanyaan Haneul ngebuat Seulgi merasa dia sedang berada di dalam ruangan introgasi bersama dua intel di hadapannya.


"Ya kan Abang yang minta." Seulgi berusaha santuy, aslinya jantung lagi disko.


"Jimin nggak mampir dulu?"


Seulgi menelan ludahnya dengan susah payah. Kenapa ayahnya nanya gitu?!


"E-emang harus mampir?"


Ayah sama Haneul kompak ngangguk-ngangguk.


"Besok suruh dia mampir dulu sebelum kalian berangkat sekolah." kata Ayah, menatap Seulgi serius. Muka Haneul juga ikut-ikutan serius. "Jangan kamu usir lagi kayak tadi."



Seulgi tersentak. "Tahu dari—"


Ayah sama Haneul kompak ngangguk-ngagguk lagi.


"Kami tahu semuanya."


Seulgi cuma bisa menghela napas berat sambil berusaha menabahkan hati. Kalo ada lelangan anggota keluarga, mungkin ayah sama abangnya udah lama Seulgi lelang.


Seulgi mau langsung masuk aja ke kamar.


Tapi Haneul berhasil membuat Dek Ugi berhenti waktu mau tutup pintu. "By the way, selamat ya Dek."


"Anak ayah udah besar ternyata." kata Ayah dengan mata berbinar, Seulgi cengo. "Udah kenal cinta-cintaan."


Haneul ngangguk, nggak kalah dramatis dari sang ayah. "Udah ditembak-tembak." katanya. "Udah bisa matahin hati cowok, dan—"


"ABANG SAMA AYAH BISA NGGAK SIH PURA-PURA NGGAK TAHU AJAAA?!!!!"

Brak!

Seulgi langsung banting pintu kamarnya.

Haneul sama Ayah saling pandang, terus ketawa-ketiwi, gemes sama Seulgi.

"Eh, ada apa nih?" Bunda baru muncul dari dapur, taro sepiring bakwan yang masih panas ke atas meja. "Itu si Adek kenapa teriak-teriak?"


"Biasalah, Bun, anak gadis." kata Ayah santai, terus nyeruput kopinya.


"Ohh, masalah anak gadis?" Bunda menatap pintu kamar Seulgi. "PMS hari pertama?"



QUEEN | Kang SeulgiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang