dua puluh satu

296 11 0
                                    

Happy reading

Shone membantu Solene memasukan koper kedalam bagasi mobil, setelah Selesai Solene menutup bagasi tersebut.

“Kamu yakin enggak ada barangmu yang tertinggal?” tanya Shone.

“Hmm ...” Solene mengaggukan kepala sekilas dan masuk lebih dalu, Shone pun menyusul masuk kedalam mobil.

“Aku ada sesuatu untukmu.” Kata Shone.

Solene menaikkan kedua alisnya.

Shone mengambil kotak cake dari kursi belakang dan langsung memberikan pada Solene.

“Janjiku beberapa hari  yang lalu. Maaf, aku baru kasi sekarang.”

Solene terlihat senang melihat kotak itu terlihat dari matanya yang berbinar tapi entah kenapa tidak ada senyum tersungging di bibir gadis itu.

“Oh ... aku kira kamu lupa.”

“Tentu saja tidak, kamu harus tau aku bukan tipe pria yang suka ingkar janji.”

“Benarkah?!” tanya Solene pura-pura kaget, Shone mengaggukan kepala. “baguslah.”

“Kita nggak jadi jalan nih?” tanya Solene mengingat Shone mesih bengong menatapnya.

“Oh ia, ayo kita berangkat.”

Mobil mereka pun melaju menuju badara, hari ini mereka akan kembali ke Jakarta, sudah cukup mereka menghabiskan waktu selama seminggu di Bali tanpa melakukan apa-apa.

Sebenarnya Shone sangat stress selama di Villa dia tidak bisa melakukan apa-apa, dia yang biasa bekerja setiap hari sangat aneh jika selama seminggu dia habiskan untuk tidur atau berjemur di pantai seperti seperti bule nyasar, pekerja keras seperti Shone memang sangat payah untuk dia ajak menikmati hidup.

“Wah ... cakenya sangat lucu.” Seru Solene saat dia membuka kotak colat cake itu. “Kamu kok kasi aku chocolate cake dengan karakter beruang seperti ini?” tanya Solene antusias.

Shone melirik chocolate cake yang ada di pangkuan Solene.

“Kamu lihat beruang itu, dia tersenyum melihatmu. Aku harap kamu juga bisa selalu tersenyum seperti beruang itu.” Tutur Shone

“Memangnya aku tidak pernah terseyum?”

“Tidak, aku tidak pernah melihatmu senyum, dengan wajah kaku dan sorot mata tajam sepertimu mungkin membuatmu lupa untuk tersenyum.”

“Ah perasaanmu saja.”

“Lagain aku sengaja” sambung Solene.

“Hmm? sengaja bagaimana?” tanya shone tak mengerti

“Kamu tau ada banyak laki-laki yang jatuh cinta karena melihat senyumku, dan aku tidak mau kamu jadi salah satu di antara mereka, so kamu mengerti maksudku?”

Shone menganggukan kepala, “yahhhh ... jadi selama ini kamu tidak mau tersenyum padaku karena kamu gak mau aku jatuh cinta padamu?” Solene menganggukan kepala dan tawa Shone langsung lepas.

“Kamu kenapa tertawa?” tanya Solene jengkel, Shone terlihat mengejeknya

“Dengar, aku memang tidak berencana untuk jatuh cinta padamu, lagian tidak pernah sedikit pun terbesit dalam pikiranku untuk jatuh cinta padamu gadis sepertimu Solene. tapi tunggu, aku memang tidak jamin untuk tidak jatuh cinta padamu, lagian  aku  tidak tau kedepannya bagamaimana, siapa tau saja aku khilaf. Cinta tidak harus terburu-buru bukan?”

“Tunggu,” Solene memiringkan kepalanya “Khilaf ... itu maksud kamu apa?”

“Hmm ... maksud aku yah bisa saja kan suatu saat nanti ...”

“Sudah cukup, diam saja, bicara denganmu memang selalu buat aku bete.”

Dengan perasaan yang masih kesal, Solene mengambil satu cake dalam kotak itu dan memakan cake itu “Hmm ... ini sangat enak.” Kata Solene dengan mulut yang masih penuh dan sibuk mengunyah.

Shone tersenyum, “Kamu suka?”

“Coklatnya lumer di mulut, enak banget kamu beli di mana?”

“Makan saja, aku sudah lupa di mana aku membeli cake itu.”

Solene mendengus dan menunjukan wajah cemberutnya tapi sebenarnya dia sangat senang memakan chocolate cake yang sangat enak itu.

Shone melirik Solene yang sedang sibuk dengan chocolate cakenya sambil terus fokus di jalan, Shone bertanya, “Len, nanti kalau sampai di Jakarta kamu mau ngapain. Hmm ... maksudku kamu pasti akan bosan jika hanya di rumah terus, apa kamu sudah ada rencana untuk membuka bisnismu kembali? Aku tidak bermaksud ingin ikut campur atas hidupmu atau sebagainya, aku cuma ingin tau saja”

“Kamu takut aku akan menguras uangmu selama kita menikah? Sampai kamu ingin aku bekerja dan menghasilkan uang sendiri?” tanya Solene santai tapi kata-kata itu menyinggung perasaan Shone.

Shone terdiam sejenak, rahangnya terlihat kaku, “Apa aku terlihat seperti itu,  aku bukan laki-laki seburuk itu Solene, salah jika aku hanya ingin bertanya?” Shone mendengus dan memegang setir dengan erat, “Lebih baik tadi aku tidak bertanya.”

Solene tertegun melihat wajah Shone yang memerah karena menahan marah, Solene menjadi ciut karena merasa bersalah.

“Apa aku menyinggungmu?” tak ada jawaban dari Shone.

“Aku tidak bersungguh-sungguh mengatakannya. Ya aku sudah ada rencana akan membuka restoran dan beberapa caffe  bersama dengan Gina.”

Solene tidak mendengar sepatah katapun dari Shone lama setelah itu dai berkata, “well, kamu marah terserah, yang penting aku tidak bersungguh-sungguh mengatakanya.”

Solene melipat kedua tagannya di atas dadanya dan  menyandarkan punggung di kursi mobil itu sedangkan padangannya tertuju di kaca jendela mobil.

Bukankah seharusnya dia meminta maaf? tanya Solene dalam hati.

Mobil itu pun hening dengan ketegangan yang ada, tidak ada yang memulai bicara dari mereka, hingga mereka sampai di bandara.

Shone menjadi mengerti betapa tingginya harga diri Solene sampai minta maaf terhadap kesalahan yang dia lakukan pun dia tak sudi. Padahal tujuan Shone bertanya seperti itu pada Solene, supaya mereka bisa lebih akrab, Shone juga ingin mendengar keluh kesah Solene walaupun pernikahan mereka hanya sekedar kepalsuan bukan berarti mereka harus selalu bertekak, lagian mereka akan tinggal serumah dalam waktu lama sudah seharusnya mereka berdua lebih akrab setidaknya sebagai teman namun lagi-lagi Shone tidak bisa membuat Solene berubah lunak padanya.

****
Tinggalkan jejak mu, vote dan komen

Satu AtapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang