01. The Devil

10.1K 1K 253
                                    

Bulan April menyapa bersama musim seminya yang siap dinikmati secara keseluruhan. Kadang hujan, jadi aroma petrikor yang menenangkan sering menjadi candu selain aroma bunga sakura yang bermekaran.

Seoul semakin sibuk saja. Banyak orang akan memilih berlalu-lalang tanpa bantuan kendaraan hanya untuk menikmati bagaimana keindahan alam yang tersaji di sana. Pepohonan di pinggir jalan, semerbak aroma sakura di halte, dan beberapa pasang muda-mudi yang berpose selca untuk mengabadikan moment di musim yang indah.

Para pekerja juga akan lebih semangat menjalani rutinitas sebelum pembagian gaji. Kemudian mereka akan berlibur di akhir pekan bersama keluarga menikmati beberapa fenomena alam yang langka.

Normalnya begitu, musim semi membawa banyak tawa dan bahagia tidak hanya untuk Seoul. Namun juga untuk seluruh Korea.

Tetapi Kara selalu berada di fase yang itu-itu saja. Orang lain menganggapnya nyaris abnormal. Banyak yang berpikiran bahwa gadis yang tinggal di sebuah distrik Mapo itu memang tak pantas mencicipi musim semi bersama kenikmatan lain di sana.

"Seharusnya kau dengarkan aku." Kara menatap gadis di bawahnya yang kini menangis pedih menahan sakit pada perut; akibat tendangan yang baru saja ia hadiahkan. "Akan lebih baik jika kau sadar dari awal dengan siapa kau berhapan."

Jukyung menangis keras; meraung tanpa malu meminta pertolongan. Namun bukan menghampiri, seluruh penghuni yang awalnya menuju kamar mandi berakhir membatalkan niat. Berbalik kemudian berlari mencari aman sebelum ditindas sama mengenaskan dengan gadis yang kini menjerit pilu.

Bagi Kara semua musim tak ada bedanya. Buruk dan tak berarti apa-apa. Tak ayal dia sering mencibir bahkan tak segan menyakiti mereka-mereka yang begitu antusias membicarakan kebahagiaan mereka lewat obrolan pendek di tempat-tempat tersembunyi. Kara-- tidak menyukai raut bahagia yang dipelihatkan orang lain. Baginya, itu tidak adil. Karenanya dia mencoba memperlihatkan hal lain tentang dunia pada mereka, dunianya.

"Kara--, Park Jimin bilang kau bukan apa-apanya, Brengek!" bersama sisa tenaga Jukyung melawan percuma.

Pasalnya, visual universitas itu belum pernah diinjak langsung oleh sepatu dan kaki tak beradap seperti ini. Belum lagi, sakitnya tak tidak main-main. Dia bisa merasakan organ-organ di dalam perutnya memberontak ketika ditekan paksa untuk beradu dan terhimpit bersama.

"Lagi pula. Kenapa kau bersikeras mendapatkan kasanova kami sementara dirimu sendiri sudah bersuami?" Jukyung mencoba bangkit dari sela-sela jeritan pilu perutnya sendiri.

Salah mengucapkan kalimat maupun menantang terang-terangan bagi Kara adalah hal serupa. Tak beda sedikitpun, dan ia akan dengan suka rela memberi pelajaran agar menggunakan mulutnya dengan benar ketika bersama dirinya.

Satu tendangan kali ini di arahkan pada tulang kering Jukyung. Disusul gema terikan berdesibel tinggi. "Tidak belajar dari pengalaman, hm? Kau pasti lebih suka sekali memancing emosi seperti ini. Tetapi sebelumnya kau harus bedakan dulu lawanmu. Pilih kelinci, bukan singa betina sepertiku." Kara menekan di setiap suara yang dia ucapkan.

Desibelnya tenang. Namun seakan penuh gertakan, peringatan bahwa dirinya tidak suka disaingi. Karena Kara adalah yang paling pantas dan sempurna di sini. Dalam dunianya.

"Hei, Kim Kara. Kau pikir Jimin akan menyukai temperamenmu yang buruk? Citramu sudah rusak untuk menjadi tipe ideal baginya."

"Tak ingin tutup mulut?" Kara menekuk lututnya, berjongkok kemudian menatap Jukyung dari jarak dekat. Menyaksikan dengan bahagia gurat ketakutan yang kini mendominasi rautnya.

"Kenapa? Kau ingin memukulku? Pukul saja, toh, besok kau akan mendapatkan memar yang sama denganku, bukan?" sebuah penantangan.

Defensif untuk diri sendiri. Namun Kara tidak dapat dihentikan hanya dengan sebuah kalimat mengingatkan. Masalah pukulan yang akan dia dapatkan sebagai hukuman itu urusan belakangan. Untuk saat ini, dia sedang berhasrat memutilasi manusia dengan mulut laknat di bawahnya ini.

PROTAGONIST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang