13. Fall

4.5K 778 329
                                    

Kara terus pijat kening dengan sistematis, bergerak dari sisi denyut kiri ke kanan, bahkan udara pun terasa kabur menjauhinya; ia sesak napas. Baiklah, ia sudahi saja sesi menyebalkan ini, kepalanya terasa terhantam batu beban seberat seratus ton. Apa saja yang semalam dikatakan Taehyung padanya bukan hal baik. Tidak, maksudnya, seluruh desibel berithone itu adalah cambukan nyata pada ulu hatinya.

"Kau benar. Aku memang menyukaimu, ah, tidak. Afeksiku sudah selesai di fase itu. Kara, aku mencintaimu."

Gadis itu memejamkan kelopak sembari tenggelamkan lebih dari separuh tubuhnya ke dalam bathup. Suara itu melayang kembali, memenuhi partisi ingatan, dan mendestruksi kembali pemikiran Kara. Senyatanya, ia telah berpretensi sejak lama tentang komidi rahasia Taehyung setiap hari senin. Ada yang aneh pada memar-memar kebiruan itu, bahkan ia juga sempat temukan sedikit bekas cambuk ketika bercinta rabu malamnya. Kara berpretensi personal, ia menduga siapa yang telah lukai Taehyung setiap senin? Atau tentang mengapa lelaki itu enggan tidur dengannya hingga selasa malam?

Dari sejuta spekulasi yang tandangi serebrumnya, Kara tak pernah satu kali pun menduga bahwa ayahnya adalah dalang dari semua radangan Taehyung. Namun, apa motifnya? Bukannya Kara enggan bertanya tentang kuriositas itu pada Taehyung, tetapi lelaki tersebut pergi begitu saja usai katakan dua akreditasi besar itu; tentang perasaan Taehyung, juga pelaku dari tilas kejahatan pada tubuhnya.

Kara sejujurnya tahu alasan mengapa suaminya tak tamatkan dialog. Sebab, dering ponsel serta satu nama gadis yang Kara benci hingga pada dasar tulang disebutkan pada sapaan perdana. Lalu Taehyung pergi begitu saja, terburu-buru sekali, dan Kara pastikan telah terjadi sesuatu yang kurang baik pada gadis pemilik nama Jukyung itu.

"Jangan pergi! Tuntaskan semuanya malam ini."

Bahkan kebodohan Kara dengan meminta kestagnanan dari Taehyung tak menerima respon bagus. Diam-diam mendecakkan lidah, apanya yang mencintai, jika ada seseorang yang lebih diprioritaskan? Kara menjadi semakin pening tanpa kendali.

"Jadi, Pak Tua itu punya urusan apa dengan Ayah?"

Kara putar otak hingga akhirnya menyerah sebab temukan kelompang yang sama. Ah, sialan sekali, sebab dirinya masih tak temukan alibi yang bagus perihal mengapa ayahnya juga aniaya Taehyung setiap senin? Apa yang tak ia ketahui selama ini? Kemudian gadis itu mengeraskan rahang sembari tajamkan pandangan. Tentu saja ada banyak, ia bahkan tak mengetahui apa pun tentang Taehyung.

"Sebenarnya apa alasan di balik pernikahan ini? Mengapa Taehyung menikahiku? Mengapa dia mencintaiku?"

Yang bahkan jika dimuntahkan semua, sejuta pertanyaan akan tetap lahirkan tanya-tanya yang aktual. Karena hakikatnya, Kara memang tak ketahui apa-apa tentang induk kehidupannya. Ia bahkan tak tahu mengapa masih berdiri hingga detik ini.

Ada sesuatu antara Ayah dan juga Taehyung. Itu adalah kebenaran mutlaknya. Namun, rahim terus lahirkan tanya yang sama, apa itu?

Ketika jarum jam cabuli angka sepuluh malam, dan Taehyung belum juga pulang, Kara ambil inisiatif untuk turun kawin dengan jalanan. Berjalan kaki sejauh empat ratus meter menuju halte, dan renungi banyak hal selama perjalanan. Ia tatapi pohon-pohon di bulevar, semakin hitam pesona yang ia tangkap pada tiap jengkal loka. Ah, menyedihkan sekali semesta, mirip sekali dengan Kara, penuh injakan beban dan disesaki ocehan sialan, bahkan menyambut gelap dengan rentangan lebar.

"Ayo, saatnya bermain," bisikan itu ia berikan untuk diri sendiri. Kepalanya sakit bukan main, maka tatkala bus berhenti pada halte ke delapan, Kara lekas turun hanya dengan menggenggam ponsel. Ada beberapa uang yang ia bawa pada saku celana, dilipat rapi.

Ia berjalan selama beberapa meter ke depan, melewati gedung pencakar langit, beberapa ruko makanan ringan, bebauan odeng yang khas, sebelum menjebakkan diri di bawah rindangan daun pohon yang nyaris menggugurkan diri. Ternyata, Kara salah ambil tujuan, harusnya ia menunggu bus berikutnya. Sebab, amarahnya meruap usai dapati dua sejoli tengah keluar dari arah bar malam. Siapa lagi? Si Tua Kim itu tengah memapah jalan sempoyongan gadis idaman.

PROTAGONIST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang