03. Shit

6.1K 856 140
                                    

Baiklah mari sisihkan lebih dulu tentang siapa pemuda bernama Jungkook yang baru saja tandangi dirinya di lorong depan. Sekalipun akan sulit membuang pemikiran itu ketika Kara bahkan enggan mengalihkan perhatian sejak meninggalkan si pemuda tanpa kejelasan. Tentang identitas Jungkook banyak mendominasi; distrik itu, mengapa ada yang tahu dimana dirinya berasal sebelum menjajaki pusat kota yang ricuh. Sebelumnya Kara yakin dengan tingkat kesungguhan teratas, bahwa paras dengan garis-garis rahang tegas namun sangat inosen itu jelas hanya ia temui hari ini.

Oke, jangan disisihkan dulu. Mari melintasi kembali bentangan kenangan yang dulu-dulu. Kara yang masih suka memberikan hati pada banyak orang. Kara yang masih begitu penuh kelembutan juga simpati berlebihan pada nasib kekurangan orang lain; bahkan sekalipun kondisi dirinya tak cukup bagus untuk dibanggakan. Mari dekti kembali wajah-wajah tua yang sering ia jumpai dulu. Ya-- setelah menelan tujuh menit bulat-bulat guna menyelami masa-masa kelam itu Kara tetap memakan kosong kembali. Tak ada informasi, bahkan gadis-- ah tidak bukan gadis lagi-- itu begitu yakin bahwa hanya temui bebarapa wajah tua dan sebagainya.

Atau mungkin Jungkook atau siapapun itu pernah bertemu di sekolah yang hanya ia injaki selama tiga bulan lampau? Kemudian Kara temukan batas ingatannya ketika denyut-denyut tak sabaran mengetuk tempurung kepalanya kuat sekali. Pening kembali membuat isi kepalanya melilit berantakan. Membelit banyak sekali organ-organ penting yang berlindung di baliknya. Seakan cerebrum dan cerebellum bahkan batang otak sekalipun menyinkronkan kinerja dengan sangat baik. Bergurau secara bersamaan bersama tandangan pening yang seakan terbahak di dalam sana. Menggerogot hingga saraf-saraf penglihatan, pun merusak fungsi empat lobus yang berlindung di balik cerebrum. Entah lobus apa saja karena Kara tiba-tiba lupa pada bagian-bagian tubuh manusia. Bahkan tubuh sendiri sekalipun.

"Ah sial! Kepala sialan!" Kara terus mengumpat lirih-lirih sembari remas rambutnya geram sekali. Pusat hidup yang seharusnya dikuasai jantung seakan menanjak naik pada bagian tumpurung semua.

Dia ingin sekali menjambak kasar karena pening di sana masih enggan berhenti menggoda; semakin menggila saja hingga ubun-ubunnya mengepul sempurna hanya tak kentara.

"Tidak, berhenti mengeluh brengsek!" bahkan Kara merasa puas mengumpati diri sendiri. Ingin tertawa saja rasanya jika saja ia masih percaya ada otak di balik tengkorak sana. Ada Kim Iblis Taehyung yang mungkin belum berhenti mengoceh tentang rumus-rumus kimia rumit atau apapun itu tak lagi Kara dengar barithone di telinganya. Oh baguslah sepertinya lobus temporalnya terganggu dengan begitu sempurna hingga dirinya menjadi tunarungu dalam waktu tak diduga-duga.

Dan apa itu merah pada kertas di bawahnya? Setelah Kara rasakan hidung tersumbat juga bau anyir mendominasi kepala; indikasi bahwa ternyata itu darah mimisan yang Kara sendiri tak ingin menyapa dirinya dalam situasi sial begini. Harus ya darah-darah itu terjun membuat aliran hingga tak sengaja ia kecap rasanya lewat mulut? Mengotori kertas-kertas kosong tak berdosa dengan eksistensinya yang teramat sial melebihi yang sialan.

Tangan dengan jemari lentik kurus itu segera mengusir presensi benda cair basah merah dari perpotongan hidung juga labium atasnya. Lalu dengan tanpa skeptis sekalipun menjadikan jaket denim sebagai tempat labuhan terakhir kesegaran darah yang tiba-tiba ingin Kara makan saja. Ia kesal, dan begitu pening.

"Ingat apa peraturan pertama ketika jam pimpinan materiku, Nona Kim Kara?"

Satu pukulan penggaris kayu nampaknya ingin sekali ikut bermain-main bersama sakit-sakit pada tengkoraknya. Meski Kara tahu, pukulan yang baru saja Taehyung letakkan secara terhormat di atas kepalanya dan mengusik peningnya tak begitu keras. Oh terima kasih-- Kara mungkin akan bersujud penuh kata syukur pada Taehyung jika memberi satu pukulan lebih keras lagi hingga membuatnya melepas kesadaran. Sepertinya pingsan benar hanya satu-satunya cara untuk menghindar dari runjaman tusuk-tusuk tumpul pada kepala.

PROTAGONIST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang