02. Who Are

6.9K 968 215
                                    

Biasan seorang gadis pada bongkah cermin itu terlihat bagian punggung. Ada banyak memar juga bekas luka yang mulai samar. Kulit seputih susu itu terlihat sedikit ringkih; bak porselen yang akan hancur bila disentak sekali kasar.

Pantulan itu berjalan menjauh, menuju bathup kemudian membilas diri di dalamnya. Lebih tepatnya menenggelamkan seluruh tubuh hingga dua menit ke depan. Memang gila-- namun dia adalah Kara. Gadis yang akan begitu riang ketika merasa sesak tanpa napas. Dia adalah Kara, sosok gadis yang tak hanya berteman akrab dengan luka; keduanya menyatu dalam satu raga dengan begitu bahagia. Juga, dia adalah Kara, yang akan dengan senang hati menyambut kematian jika seandainya bumi tak menolak dirinya untuk ditampung dalam tanah.

Dunianya kejam, Kara yakin pada satu hal itu. Dalam hariannya tidak pernah ada toleransi; buta pada konformitas. Kara menjadikan pola hidupnya otodidak; tidak butuh orang lain. Karena selama ini memang begitu, hidupnya hanya tentang luka dan sepi. Tidak ada seorangpun yang bersuka rela menjadi tampungan berbaginya. Hakikatnya Kara memang selalu sendiri kendati ada banyak orang berlalu-lalang di sekitarnya.

Menolak perduli, seakan Kara hanya manekin berjalan dengan memamerkan pakaian-pakaian mahal. Padahal ia tidak punya pakaian dengan harga keterlaluan, terlalu rendahan. Sikap membatasi yang diberikan orang lain padanya malah menjadikan gadis itu keras diri; abai dan tanpa pergaulan.

Sikapnya hanya terbentuk dua hal; Keras dan bar-bar. Bukannya Kara merasa paling benar, gadis itu hanya lupa bagaimana cara berinteraksi dengan benar. Terlebih dari sejauh pengalaman yang telah ia lalui di masa-masa paling kelamnya. Kara semakin menolak menuruti kata-kata hatinya sendiri. Dunia itu keras, Kara juga harus begitu bersama otaknya.

Kara, tidak pernah berelasi dengan siapapun. Pun tak pernah belajar untuk memahami itu. Baginya, dia harus menuruti apapun yang diinginkan tubuhnya.

Belum genap satu menit Kara melemaskan tubuh serta otaknya di dalam air. Suara pintu kamar mandi yang terbuka kemudian tertutup kembali menyentak kesadarannya. Gadis itu dengan segera menarik kepala untuk mencapai dasar kemudian memastikan siapa yang berani memasuki kamar mandi ketika dirinya sedang dalam keadaan begini.

Oh tentu, Kara hampir lupa bahwa dirinya memiliki sosok suami yang terlalu kurang ajar. Kim Taehyung itu tengah memantapkan langkah melewatinya menuju ruang kaca bahkan tanpa melirik sedikitpun. Hei-- orang buta pun akan merasakan adanya sosok manusia lain di sana.

"Aku masih belum selesai mandi." Kara melancarkan protes keberatan. Pasalnya, handuk miliknya berada agak jauh dari tempatnya berada sekarang.

"Seakan-akan tidak pernah begini saja." Cibir lelaki dalam ruang kaca di sana. Segera melepas handuk kemudian mengguyur diri dengan taburan air dengan gaya duplikat hujan.

Hampir-hampir Kara melotot melihat bagaimana lelaki itu dengan begitu santainya mengekspos tubuh tanpa malu. Meski tidak telanjang bulat, rasa-rasanya Kara bisa saja mati muda jika terus-terusan dihadiahi momen sial seperti ini. Ah syukur-syukur mati seperti yang ia inginkan. Kara kadang merasa ngeri jika harus membayangkan bahwa dirinya malah ketagihan dengan tubuh di sana. Untuk itu; ia selalu memalingkan wajah ke arah lain sebelum membunuh sel otaknya dengan pemandangan laknat di sana.

Ah sial! Kara harus segera membilas diri dengan benar. Dimana sabun mandinya? Tiga ribu umpatan mungkin tidak cukup untuk mendeskripsikan kesialan gadis itu kali ini.

"Hei, Kim!"

Tidak ada tanggapan.

"Pak Tua Kim!"

Haish sial! Dasar tuli.

"Aku akan ambil sabun. Kau diam seperti itu, jangan berbalik!"

Ada suara decihan yang sukses memanaskan telinga Kara. Ya Tuhan, apa yang dia pikirkan? Kim Taehyung mana mungkin sudi melihat tubuhnya?

PROTAGONIST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang