[5] Consequences

33 2 0
                                    

Mencintai seseorang
atau bahkan
membenci seseorang
itu memiliki konsekuensinya tersendiri.
Dan kamu seharusnya sudah siap akan hal itu.
Akan segala hal yang akan terjadi.

***

Keira membuka matanya perlahan, memerhatikan bagaimana Gara menatap matanya dengan sangat dalam.

"Makan ya, biar lo sembuh", ucap Gara dengan nada lembutnya.

Keira menghela napas, namun akhirnya ia mengangguk juga.

Gara memutuskan kontak mata dengan Keira, dan menarik tangannya dari pipi Keira.

"Aaa?", ucap Gara sambil menjulurkan sesendok bubur di hadapan Keira.

Keira tersenyum. "Gue bisa sendiri, Ga", ucap Keira yang mengambil alih sesendok bubur dari tangan Gara lalu memasukkan ke mulutnya. Hambar. Masih dengan rasa yang sama.

Sementara Gara hanya setia memerhatikan bagaimana cara Keira makan.

Satu sendok.

Dua sendok.

Tiga sendok.

Keira menutup bagian mulutnya yang terisi dengan bubur. Mual. Hanya itu yang bisa Keira rasakan selain rasa hambar.

"Loh kenapa Kei? Nih minum dulu minum", ucap Gara panik yang dengan sigap menyodorkan teh manis hangat di hadapan Keira.

Keira menerima minum itu. Lalu langsung meminumnya dengan bubur yang masih berada di dalam mulut. Keira membiarkan air itu membawa bubur yang tidak bisa ditelan langsung oleh Keira.

Setelah bubur itu sudah Keira telan, Keira langsung menjauhkan bubur yang masih bersisa banyak dari hadapannya. Melihat sisa bubur itu hanya akan membuat Keira bertambah mual.

"Mual, Ga", ucap Keira supaya Gara mengerti.

Gara hanya menghembuskan napasnya. "Lo udah telat makan sih", ucap Gara sambil tidak tahu harus berlaku apa lagi.

Hening. Baik Keira maupun Gara sedang bergulat dengan pikirannya masing-masing. Keira memikirkan rasa sakit di kepalanya yang tak kunjung hilang. Sedangkan Gara memikirkan bagaimana caranya menghilangkan rasa sakit yang sedang dirasakan Keira sekarang.

"Lo mau pulang?", putus Gara akhirnya.

"Iya deh, gue pulang aja. Daripada ngerepotin lo terus kan", Keira tersenyum lalu bangkit dari kursinya dan berjalan meninggalkan Gara.

"Kei- maksud gue nggak gitu", Gara menyusul Keira, ketika langkah kakinya sudah sejajar dengan langkah kaki Keira, Gara merangkul Keira. Bukan apa-apa, Gara hanya takut akan kemungkinan Keira untuk jatuh.

"Iya, gue tau", ucap Keira dengan senyum yang jelas terlihat terpaksa. Ah, entah kenapa Keira hari ini begitu sensitif, Keira pun tidak mengerti.

"What's wrong?", tanya Gara yang masih memerhatikan bagaimana Keira berekspresi.

"Apanya?", tanya balik Keira yang langsung menatap Gara dengan tatapan penuh tanya.

Gara memutuskan kontak mata dengan Keira, lalu menggeleng. Senyum lo aneh Kei, ucap Gara dalam hati sambil tersenyum pahit.

Senyum yang dapat Keira lihat. Namun, tidak bisa Keira artikan.

Sepertinya Keira dan Gara harus lebih mulai mengerti satu sama lain.

***

Keira dan Gara sudah sampai di UKS. Ya, mereka kembali lagi ke tempat itu untuk mengurus surat izin sakitnya Keira, supaya bisa melewati gerbang sekolah di waktu pelajaran.

Any Question?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang