[7] Tell Me

19 2 0
                                    

Kita sama.
Sama-sama punya duka.
Sayangnya, kita juga sama.
Sama-sama memaksa tuk berbagi duka,
tapi diri kita sendiri tidak ingin berbagi duka.
Hanya karena takut saling menyakiti.

***

'Jawab, Kei. Gue butuh jawaban. Lo berhasil buat gue nggak tidur semaleman cuma karena pertanyaan ini. Gue bosen, Kei. Bosen berbagi suka dengan lo. Ini waktunya, Kei. Waktunya lo terbuka sama gue. Waktunya lo berbagi duka dengan gue', dalam hati Gara membuat permohonan.

Keira menatap Gara tepat di matanya. Raut tanya Kei begitu ketara. "Lo nguping pembicaraan gue sama Anna di UKS?", raut wajah tak percaya bercampur kekecewaan Keira sangat jelas tercetak di wajahnya.

Tangan kiri Gara, Gara lepas dari kemudinya. Beralih mengenggam tangan kanan Keira. "Kei.. gue cuma-"

Keira menepis tangan Gara dari tangannya. Seharusnya Gara tahu bahwa Keira sangat tidak suka jika ada seseorang yang mencapuri urusannya. Dan seharusnya Gara lebih sabar menunggu supaya Keira lah yang melibatkan Gara dalam urusannya. Tapi sampai kapan? Sudah dua tahun Gara menunggu. "Jadi bener.. waktu lo ribut sama temen gue di depan UKS itu sebenernya lo lagi ngedengerin pembicaraan gue sama Anna?!", sungguh, jangan menunjukkan raut wajah kekecewaan itu di hadapan Gara.

"Kei.. mohon, kasih gue kesempatan buat jelasin", memang dari awal menanyakan hal ini adalah kesalahan.

"Jelasin apa lagi, Ga?!", Keira benar-benar sudah kecewa dengan Gara saat ini.

Bruk.

Ckittt.

Benar, Gara menabrak mobil di depannya.

"Kei, lo nggak apa-apa?", persetan dengan mobil yang sudah Gara tabrak, atau dengan mobil Gara yang rusak, atau bahkan dengan jalanan yang akan macet karena ulah Gara. Yang Gara pedulikan saat ini hanya satu, kondisi Keira.

Keira menutup mata dan telinganya sejak suara mobil Gara menabrak mobil di depannya, bercampur dengan suara rem yang baru saja Gara injak setelah menabrak. Sungguh, Keira tidak suka dengan kecelakaan.

"Kei, are you okay?", ucap Gara sekali lagi dengan kedua tangan Gara memegang kedua tangan Keira yang Keira gunakan untuk menutup telinganya.

Keira membuka matanya yang langsung menampakkan wajah Gara yang begitu khawatir.

Tok. Tok. Tok. Kaca mobil Gara diketuk. Membuat Gara mengalihkan pandangannya dan melepas tangannya dari tangan Keira. Gara membuka kaca mobilnya, lalu berbicara sebentar kepada orang yang mengetuk kaca mobil Gara tadi. Orang itu masuk ke mobil di depan mobil Gara, yang artinya orang itu masuk ke mobil yang di tabrak Gara, setelah selesai berbicara dengan Gara. Keira mengalihkan pandangannya ke luar kaca mobil saat Gara menoleh ke arah Keira.

Mobil yang di tabrak Gara meminggirkan mobilnya ke jalan yang lebih sepi, yang tentunya diikuti oleh Gara. Orang yang sama dengan yang berbicara kepada Gara tadi keluar dari mobil, yang diikuti oleh Gara dengan keluar dari mobil juga. Mereka berbincang tentang apa lah itu. Biarkan saja Gara menyelesaikan masalahnya sendiri, Keira tidak tertarik.

Gara masuk ke dalam mobil. "Kei, lo nggak apa-apa kan tadi?", ucap Gara kepada Keira.

Keira diam. Untuk saat ini pemandangan di luar kaca mobil lebih menarik perhatiannya.

Gara menghela napasnya. "Gue minta maaf Kei kalau gue udah ikut campur tentang masalah lo, kalau gue udah nguping, atau apa lah itu. Gue minta maaf. Gue mohon kita lupain kejadian pagi ini, oke?", ucap Gara yang tak tahu harus berkata seperti apa lagi.

Keira masih diam.

Gara memilih melajukan mobilnya.

Pukul 08.00 Gara dan Keira baru sampai di sekolah. Mereka sudah telat satu jam.

Akhirnya Gara dan Keira sudah sampai di parkiran sekolah setelah melewati berbagai masalah pagi ini, di tambah ocehan guru piket, di tambah lagi hukuman karena mereka telat.

"Kei", tahan Gara ketika Keira baru saja ingin membuka pintu mobil.

Keira menghembuskan napasnya kasar kemudian melihat Gara tepat di matanya. Namun, Keira tetap bungkam.

"Kita lupain semua kejadian pagi ini, okay?", tanya Gara yang nadanya justru bukan seperti bertanya malah lebih terdengar seperti sebuah perintah.

Keira hanya tersenyum sinis sambil geleng-geleng. Lalu Keira menepis tangan Gara, dan dengan cepat membuka pintu mobil.

Brak. Hentakan yang berasal dari pintu mobil yang ditutup itu terdengar jelas di telinga Gara. Gara dengan cepat keluar dari mobil dan menyusul Keira.

"Kei.. gue kan udah minta maaf-", Gara menggenggam tangan Keira erat supaya Keira tidak pergi lagi.

"Maaf? Segampang itu lo berbuat salah dan minta maaf?", ucap Keira akhirnya.

"Kei, gue nggak tau harus gimana lagi..", ucap Gara frustasi.

"Ga, lo emang nggak tau semua cerita hidup gue. Tapi lo tau mana yang gue suka dan mana yang nggak gue suka. Sekarang lepasin gue!"

"Sampai kapan? Sampai kapan, Kei? Sampai kapan lo harus menghindar dari gue saat lo ada masalah? Sampai kapan gue harus bersembunyi saat lo butuh seseorang? Sampai kapan lo tertutup kayak gini sama gue, Kei?", sungguh, Gara sudah tidak tahan.

Keira diam.

"Kita berteman udah dua tahun, Kei. Kita udah berbagi suka selama itu. Tapi apa lo pernah berbagi duka sama gue? Nggak, Kei. Udah dua tahun juga gue menunggu waktu yang tepat untuk ngomong sama lo tentang ini, untuk membiarkan lo dengan sendirinya percaya sama gue, untuk membiarkan lo yang membuka diri lo sendiri tanpa gue minta. Tapi apa hasil yang gue tunggu selama ini, Kei? Nihil. Lo nggak mau bahas tentang ini, lo selalu menghindar. Lo nggak pernah mau terbuka bahkan bercerita tentang sedikit aja masalah yang lo alami. Dan lo.. nggak pernah percaya sama gue. Sekarang gue mikir, kayaknya selamanya lo akan berlaku seperti ini, am I right?", kali ini Gara memperlihatkan raut kekecewaan yang amat sangat di hadapan Keira.

"Gue percaya sama lo, Ga-"

"Lalu apa?!", potong Gara.

"Gue belum selesai ngomong, Ga! Dengerin gue dulu!", ucap Keira marah.

"Gue emang percaya sama lo. Tapi apa lo percaya sama gue? Gue mau terbuka sama lo, mau membahas segalanya dengan lo, mau bercerita sama lo. Tapi gue nggak ngelakuin itu. Lo tau kenapa? Karena lo. Lo juga sama dengan gue", lanjut Keira dengan penuh emosi. Emosi akan kekecewaan dengan kisah beberapa bulan lalu yang hanya Keira tahu.

Keira melepaskan genggaman tangan Gara dari tangannya dengan kasar. Keira berhasil terlepas. Sungguh, Keira tidak tahan dengan semuanya. Apalagi dengan ekspresi kekecewaan yang Gara berikan, dan lagi hati Keira sudah sesak sekarang. Keira hanya ingin lari. Lari dari Gara, lari dari semua pembahasan ini. Lari. Ya, Keira berlari pergi meninggalkan Gara.

"Kei!", teriak Gara memanggil nama Keira. Namun, entah kenapa baru satu langkah Gara ingin mengejar Keira, seperti ada yang menahan kaki Gara. Hingga Gara memutuskan niatnya untuk mengejar Keira lebih jauh.

Dan Keira.. dia sudah berlari terlalu jauh bahkan sudah menghilang dari pandangan Gara.

Any Question?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang