“Pengorbanan adalah memberi, di dalamnya ada cinta yang menguasai.”.
.
.
JiminAku meninggalkan rumah Nayeon dengan marah.
Marah besar.
Beraninya dia mengancamku seperti itu, padahal dia sendiri telah mengkhianatiku bersama Mark.
Apakah dia pikir aku tidak akan tahu? Apakah dia pikir aku bodoh?
Dengan kencang aku mengendarai mobil, aku butuh bertemu dengan Yeorin. Di saat kemarahanku menggelegak seperti ini, hanya Yeorin yang bisa menenangkannya.
Ketika sampai di depan cafe, aku memarkir mobilnya dengan sembrono. Aku tergesa-gesa memasuki cafe, hendak mengambil beberapa makanan kecil untuk ku bawa ke apartemen Yeorin, tadi aku sudah berjanji untuk datang jam sembilan malam ke sana.
Tetapi kemudian langkahku tertegun, melihat ke kursi di bagian sudut, tempat favorit Yeorin ketika duduk, dan melihat dia di sana.
Yeorin? Kenapa dia ada disini? Bukankah dia masih sakit?
Aku melangkah mendekat, kerinduanku meluap. Aku ingin memeluk gadis ini, untuk menenangkan hatiku dari kemarahanku terhadap Nayeon.
“Yeorin, kenapa kau ada di sini? Bukankah kita janji bertemu di apartemenmu?”
Yeorin mendongak dan aku tercekat, tatapan matanya kepadaku penuh kemarahan... kemarahan yang dibalut dengan luka.
Seketika itu juga aku menyadari bahwa Yeorin sudah tahu mengenai pertunanganku dengan Nayeon.
“Kau membohongiku.” Suara Yeorin bergetar meskipun dia tampak berusaha tergar, aku melirik ke anggur merah yang dibawanya, dan mengernyit. Dia sudah menghabiskan lebih dari satu gelas.
“Aku bisa menjelaskannya kepadamu, Rin.”
“Tidak!” Yeorin menyela dengan keras, lalu tertawa miris, “Ironis bukan? Aku meninggalkan tunanganku karena dia berselingkuh dengan perempuan lain, tetapi sekarang aku malah menjadi selingkuhan dari seorang lelaki yang sudah bertunangan.” Matanya nyalang penuh kemarahan kepadaku, “Kau sangat kejam, Jim. Melakukan ini semua kepadaku.”
“Aku bisa menjelaskannya Rin, semua ini tidak seperti yang kau kira....”
“Apakah perempuan bernama Nayeon itu benar-benar tunanganmu?”
Aku tertegun, lalu memejamkan mata dengan pedih, “Ya.”
Air mata mengalir di mata Yeorin, menuruni pipinya. Dia tampak amat sangat terluka, “Apakah... apakah... kau mencintainya?”
Mataku menajam. “Apakah aku mencintainya? Tidak. Kau pasti bisa merasakan itu, aku jatuh cinta setengah mati kepadamu, tidak mungkin aku mencintainya.”
“Apakah pertunangan yang kau lakukan dengan Nayeon dulu itu berlangsung atas nama cinta?” Yeorin bertanya lagi, berusaha menghapus air matanya dengan usapan tangannya.
Aku memandangnya dengan pedih, tidak mampu berbohong, “Pada mulanya semua atas nama cinta... lalu.”
.
.
.Yeorin
Hatiku teriris perih, Jimin sama saja dengan Jaehyun, dia dulu menjalin pertunangan mereka atas nama cinta, kemudian mengkhianatiku begitu saja karena perempuan lain. Oh ya ampun! Teganya Jimin melakukan ini semua kepadaku. Aku tidak mau mendengar apapun dari Jimin, semua ini terlalu menyakitkan untuk ku tanggung,
“Cukup!” aku menutup telingaku dengan tangan, tidak mau mendengar apapun yang diucapkan oleh Jimin. “Sudah cukup, kau memang penjahat! Semua lelaki sama saja! Mereka semua jahat!” beberapa mata tampak melirik ke arah mereka, tetapi aku tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Night
Short StoryGadis dengan hubungan yang rumit, seorang penulis yang mencari ketenangan dengan menghirup segelas anggur merah setiap malam, untuk mencerahkan hatinya yang kelam akibat kisah cintanya yang rumit.