“Kau menggenggam hatiku dari saat pertama, dan akan selalu begitu, selamanya.”
.
.
.Jimin
“Baiklah aku akan membantumu di perusahaan, tetapi bukan untuk pekerjaan kantoran. Aku akan melakukan hal-hal yang berhubungan dengan seni, seperti membantu dekorasi restoran dan kamar-kamar di hotelmu.” Gumam Jisung sambil membanting tubuhnya di sofa.
Aku mencibir, “Kau bisa melakukannya sejak dulu, tetapi tidak kau lakukan. Kenapa baru sekarang?”
“Karena aku bosan.” Jisung merenung, “Hidup seperti ini memang menyenangkan pada awalnya, tanpa beban, bisa berbuat semau kita. Dan bahkan tidak melakukan apa-apa tetapi bisa tetap hidup mewah.” Jisung terbahak, “Tetapi kemudian aku bosan, hidupku terasa hampa, tidak ada tujuan yang bisa kucapai. Aku menjalani hidupku seolah-olah hanya untuk menghabiskan hari, dan tidak bermakna.”
“Hidupmu itu adalah hidup yang diimpikan banyak orang lain, dan sekarang kau bosan.” aku menggeleng-gelengkan kepala, “Dasar manusia yang tidak pernah puas.”
Jisung tertawa lagi, sama sekali tidak merasa tersinggung oleh perkataanku yang ketus,
“Mau bagaimana lagi, setiap hari aku harus melihatmu kemudian melihat diriku. Dan aku menyadari betapa tidak bermaknanya hidupku.”
Aku terkekeh mendengar pengakuan Jisung, “Kenapa? Apa yang kau lihat dari hidupku?”
“Bahwa kau sangat bahagia.” Jisung tersenyum, “Bahwa kau mempunyai tujuan hidup yang paling utama, membahagiakan Yeorin. Bahwa kau merasa bahwa hidupmu begitu berarti sejak Yeorin ada di sisimu.”
“Aku memang bahagia.” aku tidak bisa menahan senyum penuh cinta ketika membayangkan Yeorin.
Kami akan menikah sebulan lagi. Seminggu yang lalu aku melamar Yeorin ke kedua orangtuanya, membuat mereka terkejut dan bertanya-tanya. Tetapi sebut aku Jimin kalau tidak bisa meyakinkan orang lain. Pada akhirnya aku berakhir sebagai menantu kesayangan dan kedua orang tua Yeorin begitu senang karena aku membantu Yeorin menyembuhkan luka hatinya.
Dan aku tidak suka pertunangan yang lama, pertunangan yang lama hanya menunjukkan ketidaksiapan, keraguan, dan ketidakyakinan. Ketika kita sudah menemukan pandangan sejiwa, saat itu juga kita harus mengikat janji serius dengannya. Kalau saja boleh, mungkin minggu ini juga aku akan menikahi Yeorin, mengikuti dorongan hatiku. Tetapi kami tidak bisa melakukannya, karena kami hidup di dalam masyarakat bukan di dunia kami sendiri. Selain itu aku ingin menghormati Yeorin dalam pernikahan yang layak dan indah.
Persiapan pesta sudah dilakukan, semua akan siap dan sempurna satu bulan lagi, di tanggal yang sudah ditetapkan.
“Aku berusaha mencari bahagia sepertimu di dalam diriku, tetapi yang kurasakan hanya kehampaan.” Jisung mencetuskan pikirannya, membuatku tergugah dari lamunan.
Aku menatap Jisung dengan serius, “Kau hanya perlu menemukan seorang perempuan dan jatuh cinta kepadanya untuk mengalami seperti aku.”
“Sayangnya aku belum seberuntung dirimu.” Jisung mengangkat bahunya, “Karena itulah aku ingin bekerja, membantumu di perusahaan. Setidaknya aku bisa mengisi kekosongan dalam hidupku.”
Aku menepuk pundak adikku dengan sayang, “Perusahaan ini sudah lama menunggumu untuk bergabung di sini. Kau diterima dengan tangan terbuka di sini.”
.
.
.Kami duduk bersama di cafe itu dengan Yeorin menatap laptopnya. Dia mengernyit dengan serius ketika mengetikkan kata-kata di sana. Membuatku yang bertopang dagu menatapnya terkekeh geli, “Apakah kau selalu seperti itu ketika mengetik cerita? Lupa akan segalanya?”
Yeorin mengalihkan pandangan dari laptopnya dan menatapku dengan tatapan mata bersalah, “Oh.. astaga.. maafkan aku. Aku mengabaikanmu ya?”
Aku menggelengkan kepalanya, tersenyum lembut, “Tidak apa-apa, aku senang duduk di sini dan menatapmu.”
Yeorin cemberut menatapku, “Memangnya kau tidak punya pekerjaan lain ya?”
Aku terkekeh, “Pekerjaan yang paling nikmat di dunia adalah mengamatimu.” Ekspresiku berubah merenung, “Aku ingin mengakui sesuatu kepadamu.”
.
.
.Yeorin
Ada rahasia lagi?
Tiba-tiba jantungku berdebar, berharap bahwa apapun itu yang diakui Jimin kepadaku adalah sesuatu yang baik.
“Tentang Jaehyun.” Jimin menatapku dengan menyesal.
Ada apa dengan Jaehyun?
Aku merenung, nama itu sudah hampir ku lupakan. Bahkan aku sudah bisa mengenang Jaehyun dengan senyum samarnya, menganggap Jaehyun hanyalah salah satu kesalahan di masa lalu, yang membuatku belajar untuk mengobati diri dan menjadi lebih dewasa.
Jimin menghela napas panjang, “Kau pasti ingat kan bahwa Jaehyun dipindahkan pekerjaannya ke tempat yang jauh sehingga dia tidak bisa mengganggumu lagi?”
Aku mengangguk dan mengernyitkan keningnya. Aku memang pernah bercerita kepada Jimin bahwa Jaehyun sudah tidak bisa mengganggunya lagi.
“Jadi..” Jimin menatapnya penuh penyesalan, “Semua itu terjadi atas campur tanganku, aku mendapatkan informasi bahwa Jaehyun ternyata bekerja di salah satu anak cabangku. Jadi aku memangil GM ku di sana dan memintanya memberikan Jaehyun promosi yang bagus sehingga dia tidak sadar bahwa dia ‘dibuang menjauh’ dengan halus.”
Aku ternganga, Jimin ada dibalik semua hal itu?
“Kau melakukan semua itu?” aku menatap Jimin menyadari bahwa lelaki itu tampak malu, dan aku kemudian tertawa geli, “Terima kasih Jim.”
“Kau tidak marah kepadaku?” Tanya Jimin pelan.
Aku menggelengkan kepalanya, “Kenapa aku harus marah kepadamu? Kau membuat hidupku lebih mudah dengan menyingkirkan Jaehyun jauh dari sini. Sungguh Jim, kau adalah penyelamat hidupku.”
Jimin terkekeh pelan merasa senang, kemudian dia menatapku dengan mesra, “Dan kau juga penyelamat hidupku, Rin.” Jemarinya meraih jariku yang mengenakan cincin di jari manis dan mengecupnya lembut, “Aku tidak sabar menunggu sebulan lagi hari pernikahan kita.”
Aku tertawa, “Kau melakukan semuanya dengan terburu-buru, tidakkah kau lihat orangtuaku hampir pingsan karena terkejut ketika kau tiba-tiba melamarku?” aku tersenyum malu, “Eomma bahkan menemuiku diam-diam dan bertanya apakah aku hamil.”
Jimin tertawa terbahak-bahak, “Kenapa pernikahan buru-buru selalu dikonotasikan dengan kehamilan?”
“Karena biasanya itulah yang terjadi.” aku tersenyum malu-malu.
Jimin mengangkat bahunya, “Aku hanya ingin lekas memilikimu, secara resmi. Kau menjadi milikku dan aku menjadi milikmu. Itu saja.”
“Dan itu akan terjadi sebulan lagi.” aku menatap Jimin sambil tersenyum, “Lalu kita akan berakhir dengan happy ending.”
Jimin menggelengkan kepalanya, “Bukan berakhir sayang, kita baru akan memulai segalanya, dengan penuh kebahagiaan. Aku, kau, dan calon anak-anak kita nanti.”
Calon anak-anak kita nanti.....
Aku tersenyum membayangkannya, aku bisa membayangkan diriku dan Jimin menggendong dan menyayangi anak-anak kami. Dunia di sekeliling kami dipenuhi dengan kebahagiaan. Kami sudah saling memiliki sejak kami bertatapan dan saling menyapa. Dan segala sesuatunya yang terjadi setelah itu semakin menyatukan kami berdua. Karena kami memang sudah ditakdirkan untuk bersama.
.
.
.
FinThank you for reading
Happy ied mubarak

KAMU SEDANG MEMBACA
Red Night
Cerita PendekGadis dengan hubungan yang rumit, seorang penulis yang mencari ketenangan dengan menghirup segelas anggur merah setiap malam, untuk mencerahkan hatinya yang kelam akibat kisah cintanya yang rumit.