Skandal

3.5K 281 44
                                    

Ruangan latihan dengan dinding kaca di setiap sisi tak ubahnya ruang sidang. Sunyi, senyap, tegang, semua orang berwajah serius. Ketiga gadis berpaspor matahari terbit menunduk lesu. Sementara enam yang lainnya tak jauh berbeda hanya terpisah semeter mereka duduk di lantai.

Mesin pendingin sudah dinyalakan tapi tak menghilangkan keringat di tubuh mereka. Degup jantung tak beraturan. Tak ada kesalahan yang mereka lakukan, takdir yang telah memilihnya terjadi begitu saja.

"Kami tidak tahu harus bagaimana, tunggu sampai sajang-nim datang." Ujar seorang perempuan yang jauh lebih tua dari sembilan gadis itu. Dia adalah sang menejer, di sampingnya ada dua laki-laki dan seorang perempuan lain yang juga staf.

Hampir menginjak lima tahun mereka bersama, meraih mimpi. Tertawa bersama, hidup bahagia. Sepertinya, ujian yang sesungguhnya dalam hidup telah sampai pada mereka.

Tiga member asal Jepang terancam diboikot atas banyaknya konflik antar dua negara. Sana, Momo dan Mina tidak menyesal dia dilahirkan sebagai keturunan negri tetangga. Hanya saja, Tuhan sedang mencoba kekuatan mereka. Twice adalah lambang sebuah kebersamaan, perjuangan, kebahagian dan hampir separuh hidup mereka ada di sana.

Pergi dari negara asal, berlatih beberapa tahun, dan mengikuti kompetisi bukanlah hal yang mudah. Prosesnya tidak cepat, penuh air mata, darah dan keringat. Saat mereka telah berada di atas, semuanya kembali terasa sulit.

Decit suara pintu terbuka membuat semua orang segera beranjak bangun. Mereka membungkuk 90° pada seorang laki-laki berusia sekitar lima dekade. Mata yang tipis menatap tajam sembilan artis didikannya.

"Duduk." Ujarnya dingin.

Lantai berbahan kayu mendadak terasa seperti bongkahan es batu. Membuat mereka semakin beku dikuasai kegugupan.

"Kita tidak bisa melanjutkan jadwal dalam waktu dekat. Aku sudah membatalkan jadwal selama tiga bulan. Twice akan hiatus sampai masalah ini selesai." Ujar Park Jinyoung tanpa basa-basi. Tiga gadis Jepang beringsut semakin merasa bersalah, membuang muka berusaha menutupi air mata yang mulai keluar. Sementara yang lainnya hanya dapat menggigit bibir menahan erangan.

Seorang di antara mereka berrambut pendek warna hitam. Matanya yang bulat besar nampak berkaca-kaca tapi berusaha keras menahan tangis agar pipinya tak basah. Tangannya mencengkram erat hoodie yang dikenakan. Kakinya yang duduk menyilang bergetar samar-samar.

"Mereka tak akan berhenti sampai keinginannya dipenuhi. Aku telah melakukan rapat. Hasilnya, agensi memutuskan untuk melakukan pengalihan isu. Media play, dating dengan seorang idol untuk menyurutkan pembritaan."

Pernyataan dari sang atasan membuat mereka saling berpandangan. Para manajer pun tak menyangka ini akan terjadi pada artis yang diasuh mereka. Media play adalah permainan media untuk menutupi isu negatif yang melibatkan seorang idol atau menaikkan populeritas mereka.

"Kami akan bicarakan dengan namja idol agensi lain, sekarang siapa yang bersedia menjadi pemainnya?"

Tanpa menunggu waktu lama tangan Jihyo terangkat tinggi. Para member menarik lengan gadis bermarga Park itu tapi pelototannya membuat mereka tak kuasa. Memangnya siapa lagi yang harus berkorban selain sang pemimpin?

"Saya Pd-nim."

"Baiklah, Jihyo-ya. Aku juga sangat berharap kau yang melakukannya. Temui aku besok di kantor, untuk member lain kalian hanya dapat membantu Jihyo dan memberinya dukungan."

"Semoga setelah ini dunia kembali berpihak pada kita." Tutup Park Jinyoung kemudian meninggalkan ruangan dance Twice. Sepeninggal sang kepala agensi JYP, isak tangis pecah. Kecuali gadis yang mengangkat tangan tadi. Dia tersenyum paksa mengelus punggung para membernya lembut.

When We Were DatingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang