Pernikahan

122 8 16
                                    

Akhirnya hari yang ditunggu telah tiba. Ziana telah bersiap dari pagi sekali. Memakai pakaian baru dan berdandan secantik mungkin. Ia tahu hari ini seharusnya menjadi hari yang menyedihkan baginya.

Namun, ia bahagia. Bukankah ada pepatah yang mengatakan jika melihat orang yang kita cinta bahagia maka kita pun akan bahagia. Dan sekarang Ziana mengakuinya. Ia bahagia untuk kebahagiaan Hafidz meski harus terluka.

Hafidz tetap akan menjadi cintanya, kakaknya juga sahabatnya. Fakta itu tidak terelakkan meski hanya ia yang merasakannya. Ia tak apa. Toh ketika kita memutuskan mencintai seseorang kita tidak menyuruh mereka untuk balas mencintai kita.

Bagi Ziana. Ia mencintai Hafidz dan itu urusannya. Untuk Hafidz apakah akan membalas itu menjadi urusan Hafidz. Ziana menyerahkan segalanya kepada Allah.

"Zi, kamu sudah siap sayang?"

"Sudah Umi."

"Subhanaallah kamu cantik sekali. Anak umi sudah semakin cantik ya. Sayangnya tidak memiliki pasangan."

"Ih Umi nanti juga Zi akan memilikinya. Umi doakan saja."

"Ya sudah ayo berangkat. Akadnya akan dilaksakan sebentar lagi."

"Bismillah Ya Allah jika memang ini yang terbaik maka lapangkanlah hati hamba untuk menerima takdir-Mu." Do'a Ziana dalam hati.

Berat langkah kakinya. Namun ia sadar. Ia harus melakukan semuanya. Ia telah berjuang. Ia berdoa untuk Hafidz. Bukankah untuk mendapatkan hati seorang hamba ia harus merayu Rabb-nya. Itu lah perjuangan yang Ziana lakukan sebagai perempuan.

Ziana tidak mampu menggapai hati Hafidz melalui dunia maka ia mencoba menggapai melalui Rabb-nya. Namun, jika kini Rabb-nya lah yang justru mempersatukan Hafidz dengan hati yang lain. bukankah itu pertanda jika Hafidz memang tidak untuknya?

***

Hafidz terlihat begitu tampan dan gagah menggunakan setelan jas hitam dengan kemeja putih, tak ketinggalan peci yang bertengger manis di kepala.

Iringan-iringan pengantin yang mengikuti Hafidz pun terlihat begitu menawan dengan baju seragam yang diberikan untuk keluarga. Begitu pula Ziana. Terlebih Ziana diberi kepercayaan untuk membawa mahar yang akan diberikan nanti.

Mereka memasuki sebuah rumah yang tidak bisa dibilang sederhana. Rumah itu memiliki halaman yang luas juga dipenuhi bunga-bunga indah. Sedetik Ziana terpesona akan keindahan rumah tersebut.

"Baiklah akad nikah akan segera dilaksanakan. Dimohon untuk mempelai wanita memasuki ruangan."

Suara Mc menginterupsi rombongan keluarga Hafidz. Sedang Hafidz sendiri telah duduk takzim dimeja akad.

Seorang gadis dengan gaun berwarna violet memasuki ruangan. Langkah nya begitu anggun. Wajahnya sungguh jelita dengan bola amat lentik dan bibir merah yang tersungging manis.

Bahkan Ziana yang juga seorang perempuan mengakui kecantikan gadis tersebut. "Kak Hafidz begitu beruntung memiliki ia sebagai istri."

Sedikitnya hati Ziana tercubit. Pantas saja Hafidz lebih memilih dia. Dia begitu cantik dan anggun. Parasnya sepeti bidadari dan terlihat ia memikiki sifat yang tak kalah dari kecantikannya.

"Ya Allah terima kasih kau berikan calon istri secantik itu kepada sahabatku. Bahagiakan mereka Ya Allah. Lindungi mereka Ya Rabb. Hamba bahagia melihat mereka bahagia," lirih Ziana berdo'a.

About You (Short Story. Completed)Where stories live. Discover now