Garis Waktu "Ekstra 1"

99 6 18
                                    

Pada akhirnya garis cakrawala menyatu. Kini tak hanya aku yang menikmati melainkan bersamamu menatap senja hingga biasnya tak lagi terasa.

Rosyid Abdullah

💞💞💞

"Kak Hafidz." Gadis kecil itu menyembulkan kepala. Mata kecilnya berputar sekeliling ruangan. Kaki itu melangkah. Rumah sederhana keluarga Hafidz terlihat lengang.

Ziana kecil menengok bingung. mengapa rumah ini begitu sepi. Pikirnya.

"Siapa itu?" Gadis itu menatap waspada sekeliling. Suara gaduh dari dapur. Segera ia langkahkan kaki.

Seorang anak laki-laki. Ia tengah berjongkok mengambil piring yang terjatuh.

"Kamu ... siapa?" Ziana kecil mengernyit. Menatap dalam bocah tersebut. Tidak bisa disebut bocah juga sebenarnya, tubuhnya tinggi meski tidak setinggi Hafidz namun sepertinya mereka seumuran.

Rambut lebatnya begitu hitam. Kulitnya putih. Anak itu tersenyum. Lesung pipit kecil di pipi kanannya terlihat samar.

"Ziana?" Gadis itu menoleh. Menatap sang kakak yang dicarinya melangkah dari halaman belakang.

"Dia siapa kak?" Netra itu menatap polos. Yang dibicarakan justru asik mengambil makanan. Melanjutkan kegiatan yang tertunda.

"Dia Rosyid. Saudara kakak. Kenalan gih."

Ziana hanya menatap polos laki-laki tersebut. Baru ia akan mengatakan sesuatu. Lelaki itu mengulurkan tangan.

"Rosyid." Lesung pipitnya kembali terlihat.

"Ziana." Diterimanya uluran tersebut. Lalu menatap sang kakak. "Zi cari kakak. Mau ngajak main."

"Main bertiga lebih seru lho." Ziana menatap Rosyid. Lelaki kecil itu tersenyum menanpilkan giginya yang berderet rapi. Berusaha membujuk.

"Ya udah kamu boleh ikut."

Hari itu Zi kecil mendapatkan teman baru. teman usil yang selalu membuatnya menangis lalu tertawa. Teman yang ia ajak berlari dan bertengkar.

Rosyid kecil tertawa melihat gadis berkucir kuda itu melompat menghindari batu. Hidup jauh dari keluarga terkadang membuatnya sepi. Hari itu ia bahagia pada gadis yang baru dikenalnya.

***

Menatapnya masih membuatku menggeleng tak percaya. Bagaimana bisa percaya. Gadis yang bahkan pernah ingin ku relakan sekarang justru menjadi seseorang yang kulihat ketika subuh mengundang.

"Kenapa liatain Zi kayak gitu?" Mukenah putih itu belum di copot. Masih bertengger anggun membalut tubuhnya setelah usai sholat subuh berjamaah.

"Kamu cantik."

Ziana tersenyum. Hatinya kini dapat merasakan hangat ketika pemuda beriris kelam itu menatapnya.

"Sabar pak dosen. Hari baru saja pagi."

Rosyid terbahak. Ditariknya gadis itu mendekat.

"Bukankah mengawali hari dengan hal manis akan terasa lebih indah?" Alisnya terangkat sebelah. Seringai manis tersemat di bibirnya.

Tangan Ziana terangkat. Meraih pipi sang suami yang berjarak sejengkal.

"Kopi atau teh?"

Rosyid mengernyit. Tak mengerti perkataan sang istri. Apa hubungannya dengan kopi atau teh?

About You (Short Story. Completed)Where stories live. Discover now