Seringkali ketika mencinta logika dikalahkan hati. Namun, cinta yang berdasarkan keikhlasan, maka rasa akan berjalan berdampingan dengan logika.
💕💕💕
Setelah kedatangan Hafidz ke rumahnya. Ziana kembali menutup pintu hati. Gadis itu kembali bersedih. Terus terlihat murung, bahkan berat badannya pun berkurang karena ia selalu menolak makan.
Pertahanan Ziana luntur. Kata ikhlas yang digembor-gemborkannya belum juga tertanam kuat. Ia masihlah perempuan lemah yang menangisi hal fana.
Bahkan ia juga menghindari Rosyid. Segala upaya pemuda itu tidak pernah digubrisnya. Ia terpuruk dengan pikirannya sendiri.
"Zi ini umi, boleh umi masuk?"
"Masuk aja umi. Pintunya gak dikunci."
"Ada apa sayang. Kamu kenapa?"
Ziana tertegun. Sejenak berhenti dari laptop dihadapannya.
"Ziana nggak papa umi."
"Jangan bohong. Beberapi hari ini kamu terlihat murung. Ada masalah sama Rosyid?" tanya Umi salma. Tangannya terus mengeles rambut Ziana lembut.
Ziana terdiam. Pemuda itu memang beberapa kali mendatangi rumahnya untuk bertemu namun, Ziana selalu menolak dengan berbagai alasan. Mungkin itu yang membuat Uminya berpikir jika ia memiliki masalah dengan Rosyid.
"Enggak Umi. Zi baik-baik aja kok. Umi enggak perlu khawatir."
"Gimana enggak khawatir kamu aja makin kurus gini. Apa pun masalah kamu, kamu harus inget ada Allah yang selalu bersama kamu. Ada umi sama Ayah juga yang selalu mendukung kamu. Kamu jangan pernah ngerasa sendiri."
Ziana tergugu. Perlahat air matanya jatuh. Ia menghambur memeluk uminya. Menangis dipelukan ibu. Mencoba mencari ketenangan dari sana.
Semua beban yang selalu ia pendam kini ia keluarkan dengan tangisan.
"Sttt menangislah sayang. Kalo memang dengan menangis membuatmu lega. Maka umi akan selalu menemani setiap tangisanmu."
***
Rosyid kembali mendatangi rumah Ziana. Pemuda itu tidak gampang menyerah. Setaleh berulang kali ditolak ia tetap kukuh dengan keinginannya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, eh nak Rosyid. Silahkan masuk nak." Umi Salma menyambut dengan senyuman. Mempersilahkan duduk dan menawarkan minuman lalu bergegas memanggil putri bungsunya.
"Ada yang perlu dibicarakan kak?" Ziana duduk dengan tenang. Umi salma memilih meninggalkan mereka.
"Aku ingin bicara Zi. Tapi tidak disini."
"Ziana tidak ingin pergi. Lagi pula bukankah sama saja."
"Sekali saja. Kakak janji tidak akan lama. Kakak yang akan minta ijin kepada umimu. Jika itu yang kamu pikirkan."
"Baiklah. Ziana ambil tas dulu sekalian pamit kepada umi."
Gadis itu beranjak menuju kamarnya lalu menuju dapur menghampiri sang umi yang tengah berkutat dengan bahan masakan.
"Pergilah Zi. Selesaikan masalahmu." Umi salma masih mengira jika sumber masalah Ziana adalah Rosyid dan Ziana tidak ingin meluruskannya.
YOU ARE READING
About You (Short Story. Completed)
RomantiekKamu.. setitik asa yang ku ucap dalam doa.. Kamu.. setitik harap yang selalu kujuangkan dalam diam.. Kamu.. setitik mimpi yang setia kugenggam.. Kamu... yang selamanya hanya angan.. 💔💔💔 Ziana yang tengah belajar mengikhlaskan seseorang yang telah...