11) Tiba-Tiba Menjadi Imam

22K 1.5K 106
                                    

Kalau kalian suka, pasti kalian follow.
So, apa kabar?
Udah lama nggak nerima notif dari kalian.
Mungkin di chapter ini alurnya agak cepat, enggak kayak biasa yang lelet macam siput. Sangking ide stuck yaudah aku milih buat nulis walaupun jauh dr kata bagus.

Chapter ini penuh dengan drama deh, jadi malu sendiri.

Yang penting nulis dulu, nanti kan bisa kita revisi. L y'll.

————

A K U tidak tahu apakah perjodohan ini yang terbaik untukku, bukan saja untuk aku tapi juga Mas Hanif. Sejauh ini hubungan kami biasa saja, terlampau biasa bahkan untuk komunikasi saja tergolong jarang.  Mungkin karena aku juga yang membatasi diri dan tidak pandai berbasa basi.

Intensitas bertemu kami bisa dihitung jari, sangat jarang. Sesekali ia akan menemuiku di rumah, bercengkrama lepas dengan bunda dan membahas masalah bisnis. Bundaku juga pembisnis, walaupun tidak sebesar keluarga Mas Hanif, bergelut dibidang kuliner.

Bang Hadi ikut bekerja membantu bunda, sudah jelas karena bakat Bang Hadi yang mendukung. Tidak di posisi tinggi karena bunda ingin abang mendapatkan pengalaman yang banyak sebelum memimpin dan memerintah orang lain.

Terlepas dari jarang atau tidaknya menikmati waktu bersama, pernikahan kami sudah diujung mata. Akad nikahnya hari ini. Segala hal yang menyangkut dengan pesta sudah mendekati kata sempurna walaupun akan terealisasi sebulan setelah akad.

Padahal aku ingin resepsi yang sederhana tapi bertolak belakang dengan keinginan kedua wanita paruh baya yang lebih excited dariku. Siapa lagi kalau bukan bunda dan tante Fauza. Waktu terlalu cepat berjalan, perasaan baru kemaren aku diajak tante Fauza untuk fitting baju.

Aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamarku, hiasan ala pengantin sungguh kental disini. Gorden biru muda yang baru dipasang bunda ikut berpartisipasi mengharumkan ruangan. Sprei berwarna senada dengan taburan bunga berbentuk love diatasnya membuatku bergidik ngeri.

Kerjaan kanjeng Hawwa, siapa lagi. Tentunya setelah  mendapat persetujuan bunda. Tadi malam ini ia kekeh ingin tidur disini bersamaku, sebelum diambil alih oleh Mas Hanif katanya.

Seluruh keluarga besar juga disini, dari pihak bunda dan ayah. Andai saja ayah disini, kebahagian bunda pasti akan lengkap. Menghela nafas, berusaha meyakinkan diri jika ini adalah salah satu jalan menggapai ridha Allah. Bunda bahagia maka Allah akan ridha.

Urusan perasaanku, sudahlah... Itu tidak penting. Insya Allah, cinta akan datang karena terbiasa.

Melihat pantulan diri di cermin, aku sedikit gerah karena sudah di make up setengah jam yang lalu. Gaun putih yang menjuntai indah ikut menyemarakkan penampilan, ditambah dengan hijab berwarna senada.

Accidentally ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang