Aku tersenyum tiada henti di dalam mobil, sesekali mencuri pandang ke arah Pak Harris. Siapa yang tidak senang, ia mengungkapkan perasaannya langsung di depan Mama dan Mas Hanif bukan di dalam mimpi atau hanya mengigau.
Ini ibarat memenangkan lotre, atau kupon milyaran rupiah.
"Pak, bapak enggak salah makan kan? Perasaan sebelum ke rumah sakit bapak makan masakan Hana, tapi sumpah Hana enggak tarok jampi-jampi kok di dalamnya."
"Kenapa kamu bilang saya salah makan?" tanya Pak Harris fokus melihat ke depan.
"Karna bapak bilang cinta sama saya." Masih terus memandang Pak Harris.
"Saya memang cinta kamu, tidak boleh?"
Sudut bibirku mengembang, mungkin pipi sudah merah seperti kepiting rebus. Untung saja Pak Harris konsisten melihat jalanan.
"Kenapa tidak dijawab, atau kamu mencintai Hanif?" Kali ini ia menoleh ke arahku walaupun sebentar dan kembali fokus menyetir.
"Enggak, saya enggak cinta sama Mas Hanif," ujarku menggelengkan kepala.
"Terus?"
Aku menjawab pertanyaan itu dengan mengecup pipi Pak Harris, setelah itu malu sendiri dan merutuki diri.
Pak Harris terdiam, bagaimana kalau ia marah?
"I-itu buktinya Hana enggak cinta sama Mas Hanif," ucapku terbata, menghadapkan wajah membelakangi Pak Harris adalah hal yang paling benar saat ini. Setidaknya demi kebaikan jantungku yang terus berdetak kencang.
"Kamu enggak nempelin ingus ke pipi saya kan?" ucap Pak Harris dengan nada mencibir. Memangnya aku anak kecil yang selalu beringus.
"Enggaklah, emangnya Hana beringus apa."
"Bercanda, sayang."
Hah? Lelaki disampingku ini Pak Harris kan?
"Bapak bilang apa? Hana enggak dengar," ucapku pura-pura padahal ingin mendengarnya lagi dengan jelas.
"Ayo saya bawa ke dokter THT," jawabnya menyebalkan. Apa susahnya coba mengulang kalimat itu.
"Enggak usah, Pak. Pendengaran saya masih normal. Terima kasih banyak."
"Tadi katanya tidak dengar," ucap Pak Harris dengan ekspresi datarnya itu.
"Saya dengar, bapak bilang sayang."
"Hm, baguslah!" tukasnya singkat.
"Ulang dong, Pak. Pengen dengar lagi," bujukku.
"Tidak ada pengulangan!" tegasnya membuatku memajukan bibir manyun.
🌹🌹🌹
Awalnya aku penasaran kenapa Pak Harris memilih untuk jujur, padahal ia begitu menyayangi Mama dan rela melakukan apapun untuknya. Aku sempat bertanya mengenai alasannya.
"Saya tidak mau kita terus menerus berbohong dan pada akhirnya kita semua akan tersakiti dengan kebohongan itu
"Dari awal saya sadar kalau permintaan Mama salah, dan saya semakin yakin ketika tahu kamu mencintai saya
KAMU SEDANG MEMBACA
Accidentally Imam
RomanceSayed Harris, dosen tampan namun mendapat julukan 'singa' dari mahasiswanya terutama Raihana Aisha. Bukannya menjuluki sembarangan, itu karena Hana kerap mendapatkan sikap menyebalkan dari sang dosen yang seolah memiliki dendam kesumat terhadap diri...